mediamerahputih.id I SURABAYA – Erintuah Damanik, adalah seorang Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, saat ini kembali menjadi sorotan terkait putusan kontroversi pasca pembebasan terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Sera Dini Afriyanti warga Sukabumi, Jawa Barat. Namun kasus Tannur bukanlah pertama kalinya hakim Damanik terlibat dalam keputusan hukum yang menimbulkan perdebatan luas.
Sebelumnya, Hakim Mangapul, rekan Hakim Damanik, ikut menimbulkan gelombang kecaman setelah mengeluarkan vonis pembebasan kepada Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi. Keduanya adalah terdakwa dalam kasus tragedi Kanjuruhan, yang menelan korban jiwa sebanyak 135 orang.
Baca juga:
KY Bakal Periksa Hakim Damanik Cs yang Vonis Bebas Ronald Tannur
Vonis tersebut akhirnya dianulir oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Penilaian MA adalah bahwa Hakim Mangapul beserta rekannya gagal melakukan pemeriksaan dengan cermat terhadap fakta-fakta kasus, termasuk klaim bahwa tembakan gas air mata yang mengarah ke tribun penonton merupakan akibat terpaan angin.

Akibatnya, Mantan Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dan Mantan Kasat Samapta Polres Malang Kompol Wahyu terkena hukuman penjara selama 2 tahun di tingkat kasasi.
Baca juga:
Kejari Surabaya Lakukan Kasasi Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur
Tak hanya kasus kepolisian, Hakim Damanik juga tercatat dalam sebuah keputusan pada 2021, yang mana kala itu ia baru saja bertugas di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam kasus investasi tanah senilai Rp 47 miliar yang menjerat terdakwa Lily Yunita. Hakim Damanik bersama koleganya mengambil langkah yang mengejutkan dengan memutuskan pembebasan (onslag) Lily Yunita. Dalam putusan itu, mereka menyatakan bahwa perkara tersebut tidak bersifat pidana tapi merupakan masalah perdata.
Di samping itu, Hakim Damanik tercatat telah dua kali mengesahkan klaim tagihan yang terlalu tinggi, yang pada akhirnya mengakibatkan perusahaan yang berstatus sebagai debitur dinyatakan pailit. Pada kasus pertama, sebagai hakim ketua pada perkara PKPU PT Alam Galaxy di Pengadilan Niaga Surabaya, ia bersama koleganya menyetujui klaim kreditur yang dimark-up oleh kurator Rochmad Herdito dan Wahid Budiman dari Rp 98,1 miliar menjadi Rp 220 miliar, sehingga PT Alam Galaxy gagal membayar dan dinyatakan pailit. Akibat perbuatan itu, kurator tersebut kemudian dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada tingkat kasasi.
Baca juga:
Mengejutkan Hakim Damanik Vonis Bebas Terdakwa Gregorius Tannur Kasus Pembunuhan Janda
Sementara pada kasus kedua, Damanik menjadi hakim yang mengesahkan klaim yang juga dimark-up oleh pengacara kreditur Victor Sukarno Bachtiar atas debitur PT Hitakara, dimana tagihan senilai Rp 63 juta dinaikkan menjadi Rp 458 juta. Keputusannya ini mengakibatkan PT Hitakara pailit. Victor saat ini sedang menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri Surabaya terkait perbuatannya.
Dalam merespons kritik atas putusan-putusan tersebut, Hakim Damanik mengatakan, “Kami hanya manusia biasa. Bisa salah dan bisa benar dalam memberikan putusan. Kami mempersilakan pihak-pihak yang keberatan dengan putusan kami untuk menempuh upaya hukum sesuai jalur yang telah disediakan.” kata Erintuah.
Baca juga:
Ronald Tannur Dituntut 12 Tahun Penjara usai Aniaya Dini Hingga Tewas
Kasus-kasus tersebut mengindikasikan pola ketukan palu putusan yang cenderung kontroversial oleh Hakim Erintuah Damanik dan rekan-rekannya di PN Surabaya. Berbagai ragam memicu reaksi dari publik dan institusi hukum, menunjukkan kompleksitas dan tantangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, serta pentingnya integritas dan keadilan dalam penegakan hukum.
Ketukan palu atas keputusan seorang Hakim ini tidak hanya dirasakan oleh terdakwa dan keluarga korban tetapi juga berpotensi mempengaruhi kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Baca juga:
Naiknya skeptisme sebagian masyarakat terhadap keadilan hukum, tindakan dan keputusan para hakim terus dipantau dan dinilai, menandakan pentingnya transparansi dan pertanggungjawaban dalam bidang yudisial.(tio/ton)