Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Sudut OpiniNasional

Sekali Lagi Tentang Amicus Curiae

181
×

Sekali Lagi Tentang Amicus Curiae

Sebarkan artikel ini
sekali-lagi-tentang-amicus-curiae
Pendapat dari Ketum PDI-P, Megawati yang dituangkan dalam bentuk surat tertulis, hanya merupakan narasi yang tidak ada korelasinya dengan dalil-dalil dan alat bukti yang diajukan oleh para pihak, sehingga pendapat tersebut tidak bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara sidang pemilu Presiden. Surat dari Megawati ini hanya berisi himbauan moral atau pengingat bagi hakim MK untuk tetap pada koridor moral I MMP I ist

Sekali Lagi Tentang Amicus Curiae

Oleh : Hananto Widodo

mediamerahputih.id – Perdebatan tentang amicus curiae masih terus berlanjut. Bukan hanya sebatas perdebatan, namun jumlah orang yang mendaftar sebagai sahabat pengadilan atau amicus curiae terus bertambah. Memang fenomena amicus curiae pada sidang pemilu Presiden ini menarik, sebab berdasarkan sejarah di MK, belum pernah ada persidangan di MK dengan jumlah amicus curiae yang banyak seperti sekarang ini.

Isu utama yang mengemuka adalah sejauh mana implikasi dari amicus curiae terhadap pengambil putusan oleh Majelis Hakim MK ? Sebagaimana diketahui mulai tanggal 16 April 2024 Majelis Hakim MK sedang melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Berbeda dengan sidang MK yang terbuka untuk umum, dalam RPH ini rapat dilakukan secara tertutup. Oleh karena itu, ketika dimulai RPH ini, maka tidak ada satupun pihak yang berperkara atau pihak lain yang dapat memberikan masukan atau saran, karena itu bisa dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap hakim. Dengan demikian, masukan dari amicus curiae tidak boleh diberikan lebih dari tanggal 16 April 2024. Pihak yang gagal untuk masuk sebagai amicus curiae antara lain adalah Habib Rizieq Sihab.

Baca juga:

Memahami Peran Amicus Curiae

Semua pakar hukum sepakat bahwa masukan dari amicus curiae ini hanya bisa dijadikan pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus sengketa pemilu Presiden, tetapi masukan dari amicus curiae tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti. Dalam hukum acara MK, alat bukti adalah surat, keterangan para pihak, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pihak lain, alat bukti lain dan petunjuk. Alat bukti ini hanya bisa diajukan oleh pihak yang berperkara dan oleh Majelis Hakim.

sekali-lagi-tentang-amicus-curiae
Amicus curiae merupakan istilah yang dapat ditemukan dalam persidangan suatu perkara pidana di pengadilan. Amicus curiae dapat diartikan sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap sebuah perkara sehingga memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Akan tetapi, keterlibatan pihak yang merasa berkepentingan ini hanya sebatas memberikan opini dan bukan melakukan perlawanan ataupun memaksa hakim I MMP I ilustrasi I KMP

Tim hukum 02 mengatakan kalau Megawati merupakan pihak yang berperkara di sidang pemilu Presiden, karena beliau adalah ketua PDIP yang menjadi pengusul utama dari pasangan Ganjar- Mahfud. Oleh karena itu, Megawati tidak bisa memposisikan dirinya sebagai amicus curiae. Dalam perspektif hukum acara, Megawati tidak bisa dimasukkan ke dalam pihak yang berperkara, meskipun beliau adalah pendukung utama dari pasangan Ganjar- Mahfud.

Baca juga:

Antara Rekonsiliasi Dan Oposisi

Dengan demikian, meskipun PDIP sebagai pengusung utama dari pasangan Ganjar-Mahfud, PDIP tidak memiliki legal standing, karena yang memiliki legal standing sebagai pemohon hanya pasangan Capres-Cawapres yang merasa kepentingannya dirugikan akibat penetapan hasil pemilu Presiden yang ditetapkan oleh KPU RI.

Bahkan jika parpol pengusung dari Capres-Cawapres setelah berakhirnya perhelatan pemilu Presiden, menarik dukungannya terhadap Capres Cawapres yang didukungnya, tidak akan menggugurkan hak Capres-Cawapres yang merasa kepentingannya dirugikan untuk melakukan permohonan perselisihan hasil pemilu Presiden ke MK. Contoh yang paling nyata adalah sikap partai Nasdem yang bersikap menerima hasil pemilu Presiden yang ditetapkan oleh KPU. Sikap partai Nasdem yang menerima hasil pemilu Presiden, berarti memiliki sikap yang berbeda dengan pasangan Capres-Cawapres yang diusungnya dan itu tidak mengurangi hak dari Anies-Muhaimin untuk mengajukan permohonan perselisahan hasil pemilu Presiden.

Baca juga:

Quo Vadis Hak Angket Kecurangan Pemilu

Untuk menjawab implikasi masukan dari amicus curiae, maka itu juga tidak terlepas dari substansi yang diajukan oleh para amicus curiae itu. Meskipun pendapat dari amicus curiae dapat menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara pemilu Presiden ini, tapi tentu kita harus melihat terlebih dahulu, apakah substansi dari amicus curiae ini benar-benar bisa memengaruhi Majelis Hakim dan bisa menjadi pertimbangan Majelis Hakim.

Pendapat yang bisa dijadikan pertimbangan bagi Majelis Hakim adalah pendapat yang bersifat normatif, bukan yang bersifat narasi. Artinya bahasa yang digunakan oleh para amicus curiae itu adalah bahasa hukum yang membumi, sehingga pendapat itu memiliki korelasi terhadap dalil-dalil dari pihak yang berperkara dan alat bukti yang diajukan oleh para pihak. Jika pendapat dari amicus curiae hanya merupakan narasi di awang-awang, maka pendapat tersebut tidak bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara.

Baca juga:

Ada 2 Hal Ini untuk Menebak Putusan MK terkait Sengketa Pilpres

Pendapat dari Megawati yang dituangkan dalam bentuk surat tertulis, hanya merupakan narasi yang tidak ada korelasinya dengan dalil-dalil dan alat bukti yang diajukan oleh para pihak, sehingga pendapat tersebut tidak bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara sidang pemilu Presiden. Surat dari Megawati ini hanya berisi himbauan moral atau pengingat bagi hakim MK untuk tetap pada koridor moral.

Megawati mengatakan agar palu hakim konstitusi bukan merupakan palu godam, tetapi palu emas. Himbauan Megawati ini tentu agar hakim MK bisa memutus perselisihan hasil pemilu Presiden ini dengan seadil-adilnya. Himbauan ini memang bagus, tetapi yang harus diingat keadilan di persidangan itu bukan merupakan sesuatu yang dapat diukur. Dalam pertarungan di pengadilan, pihak yang kalah pasti akan menilai bahwa putusan hakim tidak adil, sedangkan pihak yang menang akan menilai bahwa putusan hakim itu adil.

Baca juga:

Menanti Arah Putusan MK terkait Sengketa Pilpres

Hal yang dapat diukur oleh hakim dalam memutus suatu perkara adalah dalil-dalil yang diajukan oleh pihak yang berperkara, khususnya pihak pemohon beserta alat bukti yang diajukan. Jika dalil dan alat bukti yang diajukan oleh pemohon bisa membuat hakim yakin kalau terjadi kecurangan yang massif, maka Majelis Hakim akan mengabulkan permohonan pemohon. Namun jika dalil dan alat bukti yang diajukan pemohon tidak meyakinkan Majelis Hakim, maka permohonan pemohon pasti akan ditolak.

Baca juga:

Antara Hak Angket DPR dan Penyelesaian di MK

Dalil yang dapat meyakinkan Majelis Hakim adalah dalil yang konkrit yang didukung oleh alat bukti yang kuat. Bukan dalil yang abstrak dan hanya bersifat asumsi belaka. Apakah dalil yang diajukan oleh pemohon baik dari palon 01 dan 03 itu adalah dalil yang konkrit atau abstrak, kita tentu sudah bisa menilai berdasarkan persidangan pemilu Presiden yang telah digelar secara terbuka oleh MK.

Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *