Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Sudut OpiniPolitik

Memahami Peran Amicus Curiae

257
×

Memahami Peran Amicus Curiae

Sebarkan artikel ini
gugatan-pdip-ke-ptun
Ketika Megawati Soekarnoputri juga ikut terlibat dalam amicus curiae. Megawati meminta agar hakim MK mengedepankan sikap kenegarawanan yakni terkait dengan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto I MMP I ilustrasi I ist

Memahami Peran Amicus Curiae

Oleh : Hananto Widodo

mediamerahputih.id – Ada hal menarik dalam perselisihan hasil pemilu Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi. Apa yang menarik dalam perselisihan hasil pemilu Presiden  2024 di Mahkamah Konstitusi ? yakni adanya beberapa pihak yang memosisikan dirinya sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan. Pihak-pihak yang memosisikan dirinya sebagai amicus curiae dimulai dari para Guru Besar dan Akademisi Kampus sampai dengan Megawati Soekarnoputri.

Munculnya pihak-pihak sebagai amicus curiae yang berasal dari kampus sebenarnya merupakan rentetan dari pernyataan sikap dari para guru besar dan akademisi yang menyuarakan tuntutan pemilu yang adil tanpa cawe-cawe dari Pemerintah. Ketika suara para akademisi ini tidak didengar oleh pemangku kepentingan baik oleh penyelenggara pemilu maupun pemerintahan Jokowi dan hasilnya 02 memenangkan kontestasi di pemilu Presiden 2024, para akademisi merasa masih memiliki tanggungjawab untuk terus menyuarakan kebenaran yang mereka yakini.

Baca juga:

Ada 2 Hal Ini untuk Menebak Putusan MK terkait Sengketa Pilpres

Persoalan ini menjadi menarik ketika Megawati Soekarnoputri juga ikut terlibat dalam amicus curiae. Berbeda dengan para akademisi yang mengklaim mereka netral dalam perhelatan pemilu 2024, Megawati meskipun berusaha untuk mencitrakan dirinya sebagai orang yang netral tentu akan sedikit orang yang akan mempercayainya. Karena bagaimanapun, Megawati adalah pucuk pimpinan tertinggi dari PDIP yang merupakan pengusung utama dari pasangan Ganjar-Mahfud.

Permintaan dari Megawati tetap harus mendapatkan perhatian. Terutama terkait dengan agar hakim MK mengedepankan sikap kenegarawan itu. Permintaan Megawati ini tentu harus mendapat perhatian serius dari hakim MK. Apalagi sikap kenegarawan hakim MK merupakan syarat utama yang ditegaskan dalam konstitusi. Pasal 24 C ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan “Hakim konstitusi  harus memiliki  integritas dan  kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan  yang menguasai  konstitusi dan  ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.”

Baca juga:

Menanti Arah Putusan MK terkait Sengketa Pilpres

Permintaan Megawati agar hakim MK mengedepankan sikap kenegarawanan tentu bisa kita tebak penyebabnya, yakni terkait dengan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto. Tentu Megawati berharap agar MK tidak mengulangi kesalahan yang sama, sehingga jika putusan MK pada tanggal 22 April nanti menciderai keadilan Masyarakat, maka sulit untuk memperbaiki kembali citra MK.

Permintaan Megawati ini memang terkesan bijak, tetapi jika kita melihat pada alur lahirnya putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 ini, maka kita akan melihat bahwa PDIP sendiri juga memiliki andil di dalamnya. Kita tentu ingat dengan pernyataan Puan Maharani bahwa Gibran berpeluang untuk menjadi Cawapres Ganjar jika MK mengabulkan permohonan terkait batas usia Capres/Cawapres. Oleh karena itu, jika memang yang dipersoalkan Megawati adalah terkait majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo, maka permintaan dari Megawati ini merupakan sesuatu yang aneh.

Baca juga:

Antara Rekonsiliasi Dan Oposisi

Berbicara mengenai sikap kenegarawan dari hakim MK, maka kita harus memiliki ukuran yang jelas terkait dengan sikap kenegarawanan. Selama ini sikap kenegarawan lebih difokuskan pada sosok Presiden. Tolok ukur kenegarawan Presiden selalu merujuk pada quote dari John F Kennedy, yakni “Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu” Sedangkan sikap kenegarawan yang harus dimiliki oleh hakim belum ada tolok ukur yang jelas.

memahami-peran-amicus-curiae
Amicus curiae merupakan istilah yang dapat ditemukan dalam persidangan suatu perkara pidana di pengadilan. Amicus curiae dapat diartikan sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap sebuah perkara sehingga memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Akan tetapi, keterlibatan pihak yang merasa berkepentingan ini hanya sebatas memberikan opini dan bukan melakukan perlawanan ataupun memaksa hakim I MMP I ilustrasi I KMP

Oleh karena itu, untuk dapat mengukur terkait dengan integritas atau kenegarawan dari hakim MK, maka kita akan merujuk pada asas-asas dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi. Salah satu asas dalam hukum acara yang penting dan terkait dengan integritas atau kenegarawanan dari hakim MK adalah asas independensi dan imparsial. Independen artinya hakim harus bebas dari intervensi pihak manapun, sedangkan imparsial artinya hakim MK tidak boleh memihak siapapun.

Baca juga:

Antara Hak Angket DPR dan Penyelesaian di MK

Dengan adanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah memberikan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK dan melarang Anwar Usman untuk menangani sengketa pemilu presiden dan pemilu presiden, bahkan pilkada, maka kekhawatiran dari public terkait independensi hakim tidak perlu dibesar-besarkan. Dengan demikian, permintaan dari Megawati agar hakim MK mengedepankan sikap kenegarawan itu wajar, tetapi Megawati tidak boleh menggiring opini seakan-akan jika MK memutus tidak sesuai yang diinginkan maka hakim MK tidak negarawan.

Di samping itu, amicus curiae tidak memiliki kekuatan hukum, selain kekuatan moral. Amicus Curiae tidak bisa dimasukkan dalam pihak-pihak yang berperkara dalam perselisihan hasil pemilu Presiden ini. Pihak-pihak dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum Presiden adalah pemohon (paslon 01 dan 03), pihak termohon (KPU), pihak terkait (pihak 02) dan pemberi keterangan (Bawaslu). Pihak pemohon yang memiliki beban yang berat, karena sesuai dengan asas hukum actori incumbit probatio, di mana pemohon memiliki beban untuk membuktikan dalil-dalil sesuai dengan alat bukti yang diajukan.

Baca juga:

Quo Vadis Hak Angket Kecurangan Pemilu

Pihak termohon tinggal membantah dari dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon. Begitu juga dengan pihak terkait hanya membantah dari dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon. Sedangkan amicus curiae tidak memiliki kedudukan hukum sebagai para pihak yang berperkara dalam perselisihan hasil pemilu Presiden. Oleh karena itu, opini dari Megawati dan para akademisi tidak bisa memengaruhi pendapat dari hakim MK dalam memutus perkara perselisihan hasil pemilu Presiden 2024. Pendapat dari Megawati dan para akademisi tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan hasil pemilihan umum. Alat bukti terkait dengan pendapat, sudah disampaikan oleh ahli yang diajukan oleh masing-masing para pihak baik itu pihak pemohon, termohon dan pihak terkait.

Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *