Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Kesehatan

YLPK Jatim Tolak Regulasi Baru OJK, Terkait Co-Payment yang Melemahkan Konsumen Asuransi Kesehatan

6069
×

YLPK Jatim Tolak Regulasi Baru OJK, Terkait Co-Payment yang Melemahkan Konsumen Asuransi Kesehatan

Sebarkan artikel ini
ylpk-jatim-penegakan-hukum-kuota-internet
Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo, mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki operator telekomunikasi nasional dan global yang beroperasi di Indonesia. Ia menegaskan bahwa praktik hangusnya kuota internet yang tidak terpakai oleh konsumen bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen, terutama terkait hak atas informasi yang jelas dan perlakuan yang adil. | MMP | dok
mediamerahputih.id | SURABAYA – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK Jatim) secara tegas menolak aturan baru yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai penyelenggaraan produk asuransi kesehatan. Penolakan ini disampaikan menyusul diterbitkannya Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono. Aturan ini direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

Salah satu poin krusial dalam regulasi tersebut adalah kewajiban peserta asuransi untuk menanggung minimal 10 persen dari total biaya pengajuan klaim atau biaya pengobatan, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Ketentuan co-payment ini berlaku untuk klaim hingga Rp300 juta untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per klaim.

Baca juga :

YLPK Jatim Desak Prinsipal GS Yuasa Laporkan Aki GS Abal-abal

Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo, menegaskan bahwa penolakan ini disebabkan oleh ketidakselarasan regulasi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Menurutnya, aturan ini justru akan semakin melemahkan posisi konsumen. “Regulasi ini bertentangan dengan asas perlindungan konsumen yang tertuang dalam Pasal 2 UUPK,” ungkap Said.

ylpk-jatim-tolak-regulasi-baru-ojk-co-payment
Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025, yang ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, mencakup beberapa poin krusial terkait asuransi kesehatan. Salah satu poin utama adalah penerapan skema co-payment, yang bertujuan untuk membagi risiko secara lebih adil dan menjaga keberlanjutan sistem pembiayaan kesehatan. Dalam skema ini, peserta asuransi diwajibkan untuk menanggung minimal 10 persen dari total biaya pengajuan klaim atau biaya pengobatan, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Ketentuan co-payment ini berlaku untuk klaim dengan batasan hingga Rp300 juta untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per klaim | MMP | Ist

Said juga menyoroti perbedaan mendasar dalam pengertian konsumen antara OJK dan UUPK. Ia menjelaskan bahwa definisi konsumen menurut OJK adalah konsumen umum, sedangkan dalam UUPK, konsumen diartikan sebagai konsumen akhir yang tidak dikenal oleh pihak OJK.

Baca juga :

Lewat Prolanis, BPJS Kesehatan Ajak Penyandang Penyakit Kronis Hidup Sehat

Lebih lanjut, Said mendesak OJK untuk fokus pada reformasi format polis asuransi dengan menghapus praktik klausula baku, alih-alih menerbitkan regulasi yang justru melemahkan perlindungan konsumen. Ia memperingatkan bahwa aturan ini berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk berasuransi, terutama di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap industri asuransi akibat kasus gagal bayar dan skandal korupsi yang marak terjadi.

“SEOJK No.7/2025 bukan hanya merugikan konsumen, tetapi juga kontraproduktif bagi keberlangsungan industri asuransi itu sendiri,” tegasnya.

Baca juga :

Skincare Ilegal Marak, Konsumen Diminta Lebih Cermat Pilih Produk

YLPK Jatim berharap agar OJK dapat mempertimbangkan kembali kebijakan yang diambil demi melindungi hak-hak konsumen dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia.

Kepala Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa penerapan skema co-payment dalam asuransi kesehatan bertujuan untuk membagi risiko secara lebih adil dan menjaga keberlanjutan sistem pembiayaan kesehatan. Menurutnya, efisiensi dalam pembiayaan kesehatan sangat penting agar layanan tetap terjangkau dalam jangka panjang, baik melalui skema nasional maupun asuransi komersial.

Baca juga :

YLPK Jatim Sebut Pengguna Asbes Putih 100 Persen Belum Pernah Alami Sesak Napas

“Efisiensi ini diperlukan agar layanan kesehatan tetap terjangkau dalam jangka panjang,” ujar Ogi.

Hal senada disampaikan oleh Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi. Ia menambahkan bahwa mekanisme co-payment dapat membuat premi asuransi lebih terjangkau dan mendorong peserta untuk menggunakan layanan medis secara lebih selektif dan berkualitas.

“Skema co-payment telah diterapkan di banyak negara dan terbukti meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab peserta dalam menggunakan layanan kesehatan,” jelas Ismail.

Baca juga :

YLPK Jatim Gandeng UPT Perlindungan Konsumen Surabaya Sidak Penjual Aki GS di Kedungodoro

Namun, perlu dicatat bahwa skema co-payment ini dikecualikan untuk produk asuransi mikro. Sementara itu, untuk skema layanan kesehatan terkelola (managed care), aturan ini berlaku di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

Aturan baru ini juga memberikan kewenangan kepada perusahaan asuransi, termasuk yang berbasis syariah, untuk meninjau ulang premi berdasarkan riwayat klaim dan tingkat inflasi medis. Peninjauan ini dapat dilakukan baik pada masa perpanjangan polis maupun di luar periode tersebut, dengan persetujuan dari peserta.(ton)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *