mediamerahputih.id I SURABAYA – Skandal dugaan pungli atau pungutan liar dalam penyelundupan handphone (HP) di Rutan Kelas I Surabaya kembali mencuat ke permukaan. Praktik ini diduga melibatkan sejumlah petugas rutan yang memanfaatkan kewenangan mereka untuk keuntungan pribadi.
Berbagai laporan dan kesaksian dari para Advokat dan mantan narapidana mengungkapkan adanya sistem pembayaran ilegal yang tak memiliki payung hukumnya untuk fasilitas mestinya tidak tersedia bagi warga binaan.
Baca juga:
Isu ini menarik perhatian publik terjadi pada Maret 2024 lalu. Seorang petugas Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) berinisial S, yang dikenal dengan panggilan Pak Tng, diduga terlibat dalam penyelundupan HP ke dalam rutan. Menurut sumber yang meminta untuk dirahasiakan identitasnya, Pak Tng menerima imbalan sejumlah uang untuk menyelundupkan HP milik seorang napi bernama D.
Dari kesaksian seorang mantan napi mengungkapkan bahwa insiden tersebut terjadi setelah kunjungan seorang ibu D pada Kamis, 7 Maret 2024 lalu. “Pak Tng dan ibu D masuk ke rutan untuk kunjungan. Setelah kunjungan selesai, D menerima HP yang diberikan oleh Pak Tng melalui ibunya,” jelasnya.
Baca juga:
Selain menyelundupkan HP, Pak Tng juga diduga sering membantu narapidana keluar dari karantina rutan dengan imbalan sejumlah uang. Tidak hanya D, Pak Tng juga membantu narapidana lain untuk bisa keluar dari karantina. Menurut sumber, para napi harus membayar biaya bervariasi, mulai dari Rp1.000.000 hingga Rp2.000.000.
“Napi yang keluar dari karantina melalui bantuan Pak Tng membayar biaya yang bervariasi. Ada yang membayar Rp1.500.000, Rp1.000.000, bahkan Rp2.000.000,” ungkap sumber kepada redaksi pada Jumat, 10 Mei 2024 lalu.
Baca juga:
Optimalkan Fungsi Pemasyarakatan, Rutan Medaeng Pindahkan 60 WBP ke Lapas
Sumber tersebut juga menuturkan bahwa banyak warga binaan tidak betah berada di blok atau karantina karena kondisi yang tidak nyaman. Blok karantina diisi oleh 40 hingga 60 orang, membuat ruangannya sangat sempit dan tidak memungkinkan untuk tidur dengan nyaman. Bahkan, beberapa warga binaan terpaksa tidur di kamar mandi.

“Warga binaan yang tidak betah di karantina biasanya meminta untuk dipindahkan dengan membayar biaya sekitar Rp2.000.000 kepada petugas,” beber sumber.
Lebih lanjut, sumber menyebutkan bahwa tiga napi berinisial DW, AH, dan ZA membayar Rp3.000.000 kepada Pak Tng untuk keluar dari karantina dan ditempatkan sebagai tamping KPR. “Untuk dapat menjadi Taping KPR para napi herus mengluarkan bajet Rp3.000.000 lalu ditempatkan sebagai tamping KPR, ,” imbuhnya.
Baca juga:
Steven Antoni Ditangkap di Thailand usai Ketemu Gembong Narkoba Freddy Pratama
Tak hanya itu beberapa napi lain juga difasilitasi HP oleh petugas rutan. Nama-nama seperti A, D, J, G, Dms, W, Bm, B atau I M, Ag, dan seorang bernama S alias Laura disebutkan sebagai napi yang memiliki HP di dalam rutan.
“Setahu saya, tidak hanya tamping KPR yang memegang HP, tetapi hampir semua tamping di dalam rutan difasilitasi HP oleh petugas untuk berkomunikasi,” ungkap sumber tersebut.
Sementara Kepala Rutan Kelas I Surabaya, Wahyu Hendrajati Setyo Nugroho, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi terkait dugaan perbuatan melawan hukum yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) di Rutan Kelas I Surabaya, Medaeng. Konfirmasi ini dikirimkan melalui surat resmi bernomor 03/MMP/Lapdu/V/2024 pada bulan Mei 2024 oleh redaksi media ini, namun hingga saat ini belum mendapatkan respons.
Baca juga:
Della Tertangkap Basah Selingkuh di Kamar Hotel Bareng Anggota Polri
Dugaan pelanggaran tersebut mencakup berbagai praktik pungutan liar (pungli) dan penyelundupan handphone (HP) yang melibatkan petugas rutan. Berdasarkan hasil pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) yang dilakukan redaksi, indikasi kuat menunjukkan adanya keterlibatan sejumlah petugas dalam praktik yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Tidak hanya melalui surat resmi, upaya konfirmasi juga dilakukan melalui pesan singkat WhatsApp kepada Kepala Rutan Wahyu Hendrajati, namun tidak ada tanggapan yang diberikan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan transparansi dan akuntabilitas dalam menangani dugaan kasus ini.
Selain itu, Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) Kelas I Surabaya, Deri Prihandoko, juga tidak merespons konfirmasi yang telah dilayangkan media ini. Sikap diam dari kedua pejabat tinggi di Rutan Kelas I Surabaya ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di balik pengelolaan rutan tersebut.
Baca juga:
Dari Bilik Rutan Bisa Kendalikan Transaksi Narkoba, Napi Dihukum Bisa Beli Rumah!
Sumber mantan narapidana juga menyebutkan bahwa jika media menyoroti hal tersebut, petugas di Rutan akan melakukan penertiban terhadap narapidana yang sebelumnya telah difasilitasi oleh petugas. Namun tindakan itu seolah sebagai respon atas informasi dari media tetapi bersifat formalitas saja.
“Tindakan ini hanya terkesan sebagai respons formalitas terhadap informasi dari media. Setelah itu, situasi akan kembali normal dan kondusif seperti semula” ujarnya.
Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum YLPK Jatim, Mukharrom Hadi Kusumo, SH,.M.H, angkat bicara setelah memahami testimoni dan keluhan para mantan narapidana terkait dugaan praktik pungli di Rutan Kelas 1 Medaeng Surabaya. Ia berharap pihak berwenang segera menindaklanjuti dugaan ini dengan serius dan transparan.
Penanganan yang tegas dan professional, lanjut Mukharrom, sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum, terutama dalam pengelolaan lembaga pemasyarakatan.
Baca juga:
Selain itu, pihaknya mempersilakan bagi mantan narapidana dan keluarga narapidana yang merasa dirugikan oleh praktik pungli tanpa dasar hukum di Rutan Medaeng untuk melaporkan ke LBH YLPK Jatim agar dapat ditindaklanjuti secara hukum.
“Silakan bagi para mantan narapidana atau keluarga narapidana untuk membuat pengaduan kepada kami. Selanjutnya, kami akan menindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku atas dugaan praktik pungli yang meresahkan tersebut,” tutur Mukharrom.
Baca juga:
Penjara Cerminan Hukum Negara, Pakar: Undang-Undang dan Sistemnya harus Diganti
Dia mendesak agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam terhadap Rutan Kelas I Surabaya apabila mereka menerima pengaduan secara langsung tersebut. Dan memastikan bahwa segala bentuk pelanggaran hukum ditindak dengan tegas sesuai peraturan yang berlaku.
“Dengan tindakan nyata dan transparansi, keadilan dan integritas di lembaga pemasyarakatan dapat terwujud dengan baik sesuai marwah lembaga itu mencetak karakter SDM seusai dibina melalui Rutan dan Lapas,” tutupnya (red)