mediamerahputih.id – Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak dan ajudannya Rusdi menjalani sidang perdana kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah APBD, DPRD Jawa Timur untuk kelompok masyarakat (pokmas) senilai 39,5 miliar.
Kedua terdakwa terseret dalam pengurusan alokasi dana hibah dengan menerima suap sebesar Rp 5 miliar. Dalam amar dakwakaan yang dibacakan langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto menyebutkan Sahat dan Rusdi mendapatkan uang suap dari dana hibah pokok pikiran (Pokir).
Kasus ini bermula dari Abdul Hamid yang merupakan kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal Sampang Madura pada tahun 2015 sampai 2021, dan terdakwa Ilham Wahyudi yang juga adik ipar Abdul Hamid sebagai koordinator lapangan dana hibah Pokir.
Baca juga: Drama Penggarong Uang Rakyat melalui Pokmas Seret Petinggi DPRD Jatim dan Jaring Kades dari Sampang
Dalam dakwaan adanya kesepakatan antara terdakwa Sahat Tua selaku Pimpinan DPRD Jatim bersama dengan Abdul Hamid selaku kepala desa. “Sehingga terdakwa sudah menerima uang suap sebanyak Rp 39,5 miliar atas perannnya memperlancar pengusulan pemberian dana hibah ke desa-desa,” ungkap Arief.
Setelah pembayaran komitmen fee ijon, Sahat Tua meminta bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah. Sedangkan Abdul Hamid mengambil 10 persen sebagai uang hasil hibah tersebut
Sahat didakwa dengan dua pasal yakni Pertama, Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Hakim PN Surabaya Itong Isnaeni Jadi Tersangka Terkait Suap
Kemudian, dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dengan perbuatannya, Sahat maupun Rusdi dijerat dengan dua pasal, pertama pasal 12 huruf a dan pasal 11 undang-undang tindak pidana korupsi. “Kami kenakan pasal berlapis tentang KKN dan tentang suap,” ucap JPU Arief usai sidang.
Sidang akan dilanjutkan Selasa (30/5/2023) dengan agenda keterangan saksi setelah dalam sidang keduanya menerima dakwaan yang dibuat jaksa. “Sidang kedepan untuk keterangan saksi akan kami gabung sidangnya karena saksinya sama,” ujar hakim ketua Dewa Suardita.
Baca juga: Putus Mata Rantai Korupsi, KPK Ajak Civitas Trunojoyo Jadi Insan Berintegritas
Usai sidang, Sahat mengaku bersalah dan siap mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dirinya juga meminta maaf kepada masyarakat Jawa Timur dengan perbuatan yang dilakukan. “Saya mohon doanya agar saya tetap sehat untuk bisa mempertanggung jawabkan perbuatan saya,” tutur Sahat.
Saat disinggung terkait siapa saja yang juga terlibat, Sahat enggan untuk berkomentar. Dengan pengawalan ketat, terdakwa langsung dibawa ke Rutan Kelas 1 Surabaya yang ada di Kejati Jatim.
Seperti diketahui dalam pengusutan kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka yakni Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat, Tua Simandjuntak, kemudian menetapkan Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung sekaligus selaku Koordinator Pokmas, dan Ilham Wahyudi alias Eeng sebagai Koordinator Lapangan Pokmas.
Dalam kontruksi perkaranya, KPK menduga Sahat Tua Simandjuntak telah menerima suap Rp 5 miliar terkait pengelolaan dana hibah. Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(tio/ton)