mediamerahputih.id I Fenomena Penggantian Caleg Terpilih kini menjadi perhatian. Sebut saja politisi PDI-P Arteria Dahlan yang seharusnya menjadi anggota DPR yang dilantik, tetapi akhirnya digantikan oleh Romy Soekarno.
Idealnya pemilu merupakan jalan konstitusional untuk mendapatkan jabatan publik dengan dukungan rakyat. Dukungan rakyat terhadap seorang anggota parlemen menjadi lebih legimate manakala pilihan sistem pemilu yang dipilih oleh pembentuk UU adalah sistem proporsional dengan daftar terbuka. Dengan sistem pemilu ini, rakyat diperbolehkan untuk memilih caleg langsung tanpa mencoblos gambar parpol.
Baca juga:
Dengan demikian, pilihan rakyat terhadap caleg tanpa mencoblos gambar parpol menunjukkan bahwa caleg terpilih memiliki Tingkat elektabilitas yang jauh lebih legitimate. Caleg yang terpilih pun memiliki tanggung jawab yang besar terhadap konstituen yang telah memilihnya. Oleh karena itu, caleg terpilih dengan suara terbanyak benar-benar mencerminkan pilihan rakyat secara murni.
Jadi sangat aneh manakala ada caleg yang terpilih dengan suara yang terbanyak akhirnya harus mengalah pada caleg pada urutan suara terbanyak di bawahnya. Dengan alasan apapun, karena ketika rakyat memilih seseorang untuk menjadi caleg, maka ada harapan dari rakyat pemilihnya terhadap dia yang harus diwujudkannya.
Baca juga:
Akhir-akhir ini banyak peristiwa terkait dengan perubahan terhadap nama-nama calon anggota legislatif yang seharusnya terpilih dan akan dilantik, tetapi akhirnya oleh parpol digantikan dengan nama calon lain. Sebutlah nama Arteria Dahlan yang seharusnya menjadi anggota DPR yang dilantik, tetapi akhirnya digantikan oleh Romy Soekarno. Meskipun Arteria Dahlan mengatakan dia Ikhlas melepas kesempatan untuk menjadi anggota DPR, demi membalas jasanya kepada keluarga Soekarno, tetapi alasan itu tentu tidak bisa diterima secara akal sehat. Mengapa ?
Bagaimanapun juga Arteria Dahlan itu dipilih oleh rakyat dan rakyat yang memilihnya secara kuantitas di atas suara yang diperoleh oleh Romy Soekarno. Oleh karena itu, jika Arteria Dahlan menyerahkan kursi yang sebenarnya milik dia kepada Romy, maka itu sebenarnya merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat yang memilihnya.
Baca juga:
Ketika seseorang itu terpilih menjadi anggota DPR, maka pelantikan dia menjadi anggota DPR itu bukan saja sebagai sebuah hak bagi dia, tetapi juga merupakan kewajiban bagi dia. Karena dia menjadi anggota DPR adalah untuk melaksanakan fungsi perwakilan dari rakyat yang telah dia peroleh melalui suara rakyat yang telah memberikan mandatnya kepada dia. Anggota DPR tentu bisa digantikan oleh caleg yang memperoleh suara di bawahnya dengan alasan yang rasional, seperti meninggal dunia, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR atau terjerat kasus hukum.

Kasus lainnya yang juga muncul ke permukaan adalah kasus pergantian caleg terpilih oleh caleg lainnya dengan alasan bahwa caleg terpilih melakukan kecurangan dalam memperoleh suaranya. Parpol dengan gampangnya melontarkan tuduhan terhadap caleg terpilih kalau caleg terpilih tersebut telah melakukan kecurangan antara lain berupa penggelembungan suara. Kita tentu merasa aneh, kenapa tuduhan kecurangan itu baru diungkap oleh parpol menjelang hari pelantikan.
Baca juga:
Padahal persoalan kecurangan itu seharusnya diselesaikan dalam perselisihan hasil pemilu. Dalam Pasal 474 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 para peserta pemilu yang merasa dirugikan atas penetapan hasil pemilu yang ditetapkan oleh KPU dapat mengajukan permohonan hasil pemilu ke MK maksimal 3 x 24 jam setelah penetapan hasil pemilu oleh KPU. Jika dalam waktu 3 x 24 jam setelah penetapan hasil pemilu oleh KPU, peserta pemilu tidak mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu ke MK, maka peserta pemilu yang tidak mengajukan perselisihan hasil pemilu ke MK, baik itu Capres-Cawapres dan Caleg dianggap menerima hasil Keputusan dari KPU.
Maka menjadi aneh, ketika ada yang mempermasalahkan kecurangan pemilu, menjelang pelantikan anggota DPR. Apalagi pergantian caleg terpilih yang berhak dilantik menjadi anggota DPR itu adalah KPU atas permintaan parpol. Seharusnya KPU harus berpegang pada Keputusan yang telah ditetapkannya.
Baca juga:
Caleg terpilih tentu bisa dibatalkan hanya dengan cara yang konstitusional, yakni melalui sidang perselisihan hasil pemilu di MK. Pembatalan oleh MK bisa dilakukan jika caleg terpilih itu melakukan kecurangan, tetapi pembatalan itu biasanya dilakukan melalui mekanisme pemungutan suara ulang (PHPU). Atau jika terjadi penggelembungan suara yang dilakukan oleh caleg terpilih, maka penggelembungan suara itu harus dibuktikan, sehingga menjadi terbukti seharusnya dia tidak memiliki suara yang seperti ditetapkan oleh KPU.
Pergantian caleg terpilih oleh KPU atas permintaan parpol merupakan preseden yang tidak baik. Bukan saja pergantian tersebut mengkhianati suara rakyat yang telah mempercayakan suaranya kepada caleg terpilih, tetapi juga pergantian tersebut telah mengacaukan alur pelaksanaan pemilu yang dirancang untuk mendapatkan anggota DPR secara demokratis.
Baca juga:
Parpol sebagai garda terdepan penjaga demokrasi, seharusnya mencerminkan sebagai parpol yang taat kepada konstitusi. Bagaimana mungkin, peserta pemilu ketika diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu ke MK, tetapi tidak melakukan, namun ketika menjelang pelantikan dia memanfaatkan parpol untuk melakukan acrobat politik dengan cara mengganti caleg terpilih dengan alasan caleg terpilih melakukan kecurangan.
Jika parpol melakukan intervensi terhadap KPU dengan cara melawan hukum dengan mengganti caleg terpilih menjelang pelantikan, maka jangan berharap kalau anggota DPR itu benar-benar menjalankan aspirasi dari konstituennya. Karena dapat dipastikan, anggota DPR itu akan lebih patuh terhadap perintah parpolnya ketimbang mendengar aspirasi dari konstituennya. Mengapa demikian ? Karena anggota DPR tersebut ingin membalas jasanya kepada parpol yang menjadikan dia sebagai anggota DPR daripada kepada rakyat yang memilihnya.
Baca juga:
Ingat, meskipun parpol memiliki andil besar dalam penentuan daftar caleg, tetapi penentu siapa yang berhak menjadi anggota DPR adalah rakyat pemilih, bukan parpol. Oleh karena itu, jika parpol mengganti seenaknya terhadap caleg-calegnya, maka parpol tersebut dapat dianggap mengkhianati rakyat.
Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya