Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Sudut Opini

Revisi UU Wantimpres Menumpulkan Demokrasi

914
×

Revisi UU Wantimpres Menumpulkan Demokrasi

Sebarkan artikel ini
revisi-uu-wantimpres-menumpulkan-demokrasi
Satu hal yang menjadi perdebatan terkait rencana revisi ini adalah berkaitan dengan perubahan nomenklatur dari dewan pertimbangan presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Apakah perubahan nomenklatur ini tepat I MMP I Ist

Revisi UU Wantimpres Yang Menumpulkan Demokrasi

Oleh : Hananto Widodo

mediamerahputih.id I Revisi UU Wantimpres telah ditetapkan sebagai inisiatif DPR. Pertanyaannya apa urgensinya revisi terhadap UU ini ? Memang revisi UU Wantimpres belum dimulai. Revisi ini masih menjadi inisiatif DPR. Namun demikian, kecurigaan publik mulai menyeruak, ketika DPR berketetapan untuk merevisi UU ini.

Satu hal yang menjadi perdebatan terkait rencana revisi ini adalah berkaitan dengan perubahan nomenklatur dari dewan pertimbangan presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Apakah perubahan nomenklatur ini tepat ? Untuk menjawab ini, maka kita harus melihat dasar hukum dari masing-masing nomenklatur ini.

Baca juga:

Refleksi Hari Parlemen Se-Dunia

Nomenklatur dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA) didasarkan pada Pasal 16 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan yang menyatakan “Susunan Dewan Pertimbangan Agung….,” sedangkan nomenklatur dari dewan pertimbangan presiden didasarkan pada Pasal 16 ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan keempat yang menyatakan, “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden…”

Kritik terhadap rencana perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi DPA tidak lain dan tidak bukan berkaitan dengan dua hal. Pertama, DPA merupakan hasil dari Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, sehingga semangat yang digunakan, dikhawatirkan sama dengan semangat Orde baru yang cenderung konservatif. Kedua, rencana yang dilakukan terhadap UU Wantimpres oleh DPR adalah revisi atau perubahan bukan pergantian atau pembaharuan. Apabila yang akan dilakukan oleh DPR adalah melakukan revisi atau perubahan terhadap UU Wantimpres, maka nomenklatur tidak akan bisa berubah, kecuali jika yang dilakukan oleh DPR adalah untuk mengganti UU Wantimpres dengan UU yang baru.

Baca juga:

Menyoal Penjabat Kepala Daerah Yang Akan Maju Pilkada

Tentu banyak contoh dari UU yang berstatus perubahan. Seperti UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan terhadap UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Judul dalam suatu UU bukan hanya sekedar rangkaian kata-kata, namun judul merupakan proposisi atau konsepsi hukum yang akan menjadi dasar dari suatu UU. Jika kita lihat konsep DPA dan konsep Wantimpres tentu berbeda. Konsep DPA merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Artinya DPA secara tegas keberadaannya serta wewenangnya ditegaskan dalam UUD.

revisi-uu-wantimpres-menumpulkan-demokrasi
DPR menyetujui revisi UU Wantimpres menjadi usulan inisiatif DPR. Setelah ini, parlemen akan mengirimkan surat kepada pemerintah untuk menindaklanjuti perubahan perundang-undangan tersebut I MMP I dok DPR

Nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung ditulis dalam huruf besar. Berdasarkan teori perundang-undangan, suatu lembaga negara yang ditulis dalam huruf kecil dan yang ditulis dalam huruf besar memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Jika ditulis dalam huruf besar, maka nomenklatur itu tidak dapat lagi diubah oleh pembentuk UU.

Baca juga:

Re-Sakralisasi UUD 1945 ?

Berbeda dengan Dewan Pertimbangan Agung, dewan pertimbangan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUD 1945 setelah perubahan ditulis dalam huruf kecil. Pasal 16 UUD 1945 setelah perubahan hanya menyatakan “Presiden  membentuk  suatu  dewan  pertimbangan  yang  bertugas memberikan  nasihat  dan  pertimbangan  kepada  Presiden..” Pasal 16 ini tidak secara tegas menyebut nomenklatur dari lembaga negara menurut Pasal 16 ini. Nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden merupakan nomenklatur yang ditetapkan oleh pembentuk UU melalui UU No. 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres.

Hal lain yang menjadi sorotan atau pertanyaan dari publik adalah terkait dengan hal apa saja yang akan diubah dalam UU Wantimpres ini. Jika melihat pada pernyataan beberapa anggota DPR, perubahan terhadap UU ini ditujukan untuk memperbanyak jumlah anggota Wantimpres yang sekarang ini terdiri atas seorang Ketua dan delapan anggota menjadi lebih dari sembilan anggota. Apabila ini yang akan dilakukan oleh DPR, maka dapat dipastikan kehendak DPR untuk melakukan revisi terhadap UU Wantimpres akan berjalan dengan mulus.

Baca juga:

Putusan MA Yang Non Executable

Jika kita melihat pada rentetan peristiwa politik yang terjadi akhir-akhir ini, maka kita tidak bisa melepaskan diskursus revisi UU Wantimpres ini secara sendiri. Revisi UU Wantimpres ini tentu akan sangat berkaitan dengan revisi UU lainnya, terutama revisi terhadap UU Kementerian Negara. Revisi terhadap UU Wantimpres dan revisi terhadap UU Kementerian Negara memiliki semangat yang sama.

Revisi terhadap UU Wantimpres dan revisi terhadap UU Kementerian Negara memiliki tujuan untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan politik dari Presiden beserta pendukungnya, bahkan lawan politiknya. Revisi terhadap UU Kementerian Negara terutama berkaitan dengan jumlah Kementerian yang pada awalnya dibatasi maksimal tigapuluh empat Kementerian, menjadi diserahkan sepenuhnya oleh Presiden sesuai dengan kebutuhan Presiden. Revisi terhadap UU Wantimpres terutama berkaitan dengan penambahan jumlah anggota Wantimpres juga dengan tujuan untuk mengakomodasi pendukung dari Presiden yang cukup banyak.

Baca juga:

Keanehan Berpikir PDIP

Apa yang dilakukan oleh DPR saat ini tentu tidak lepas dari kehendak dari Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk merangkul semua potensi politiknya yang ada di negeri ini. Keinginan untuk merangkul ini tentu bukan sekedar untuk memupuk semangat gotong royong, tetapi tidak lebih agar pemerintahannya tidak mendapatkan gangguan yang berarti baik dari parlemen maupun dari luar parlemen.

Baca juga:

Mempersoalkan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Keinginan dari Presiden terpilih Prabowo merupakan sesuatu yang sedikit wajar, karena dalam sistem presidensiil, Presiden harus diberi ruang gerak yang besar untuk mewujudkan mimpi-mimpi politiknya. Jika terdapat serangan dari banyak pihak maka ruang gerak Presiden menjadi terbatas. Maka mau tidak mau Presiden harus berusaha untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan dari semua potensi politik yang ada. Namun konsekuensi dari politik akomodasi ini, pengawasan terhadap kekuasaan Presiden menjadi lemah. Oleh karena itu, konsekuensi lanjutannya demokrasi akan menjadi tumpul. Karena pengawasan yang dilakukan baik oleh parlemen maupun warga sipil merupakan jantung dari demokrasi.

Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *