Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Pendidikan

LPA Jatim Usulkan Pembinaan Remaja Pelaku Tawuran Lewat RPA

5698
×

LPA Jatim Usulkan Pembinaan Remaja Pelaku Tawuran Lewat RPA

Sebarkan artikel ini
lpa-jatim-pembinaan-remaja-pelaku-tawuran-lewat-rpa
Isa Anshori mendorong pendirian Rumah Pemulihan Anak (RPA) yang berfokus pada rehabilitasi sosial dan pendidikan karakter untuk anak-anak yang terlibat dalam kekerasan I MMP I dok pemkot
mediamerahputih.id I SURABAYA – Lembaga Perlindungan Anak atau LPA Jatim mengusulkan pendekatan baru dalam penanganan remaja pelaku kekerasan, dengan menggandeng konsep rehabilitasi dan pendidikan karakter melalui Rumah Pemulihan Anak (RPA). Usulan ini disampaikan oleh M Isa Ansori, pengurus LPA Jatim sekaligus pemerhati kebijakan sosial, sebagai respons atas insiden tawuran antar kelompok remaja di kawasan Tenggumung Karya Lor, Semampir, Surabaya, Senin (7/4/2025) dini hari.

Isa Ansori menyebutkan bahwa peristiwa tawuran tersebut harus dilihat sebagai tanda bahwa terjadi krisis moral di kalangan remaja. “Kekerasan yang melibatkan anak-anak, baik terhadap orang tua maupun tawuran antar kelompok, sudah menjadi gejala darurat sosial yang memerlukan respons negara yang lebih cepat dan aktif,” ujar Isa dalam keterangan persnya, Senin (5/5/2025).

Baca juga :

Gangster Fenomena Musiman, Anggota DPRD Surabaya: Perlu Tindakan Tegas dan Efektif dari Pemkot dan Penegak Hukum

Menurut Isa, kekerasan yang dilakukan remaja bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi juga melibatkan berbagai pihak seperti sekolah, masyarakat, dan negara.

“Fenomena ini harus dilihat secara holistik, dan negara harus proaktif membaca data sosial untuk mendeteksi potensi kekerasan sejak dini,” lanjutnya.

Baca juga :

Berantas Gangster dan Tawuran, Wali Kota Eri: Semua Wilayah Kecamatan Harus Ada Patroli Selama 24 jam

Isa menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memberikan dasar hukum bagi negara untuk mengambil alih pengasuhan anak dalam kondisi darurat. Namun, pendekatan ini bukan dimaksudkan sebagai bentuk penghukuman, melainkan sebagai tindakan perlindungan dan pemulihan yang menjamin hak-hak anak atas pendidikan, kesehatan, dan kasih sayang.

Solusi Berbasis Rehabilitasi Sosial

Isa mendorong pendirian Rumah Pemulihan Anak (RPA) yang berfokus pada rehabilitasi sosial dan pendidikan karakter untuk anak-anak yang terlibat dalam kekerasan. Dengan pendekatan ini, anak-anak yang menolak sekolah atau terlibat dalam kekerasan dapat menjalani pemulihan dalam lingkungan yang aman dan terstruktur, namun tetap ramah anak.

lpa-jatim-pembinaan-remaja-pelaku-tawuran-lewat-rpa
Terduga remaja pelaku kekerasaan – pengasuhan yang gagal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tekanan ekonomi, lingkungan yang buruk, hingga lemahnya peran keluarga. Kondisi ini memicu anak menjadi agresif, putus sekolah, dan kehilangan arah hidup I MMP I dok pemkot

“Model ini memberikan kesempatan bagi anak-anak yang kesulitan dibina dalam keluarga untuk menjalani proses pemulihan di tempat yang lebih aman,” ujar Isa.

Baca juga :

Sekolah Bibit Unggul Segera Dilaunching, Membina sekitar 200 Anak

Melalui RPA, anak-anak akan menerima pendampingan psikologis, pelatihan keterampilan, serta pendidikan berbasis karakter dan vokasi. Isa juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan lembaga ini, melibatkan dinas sosial, pendidikan, kepolisian, serta komunitas pemerhati anak.

Isa melihat bahwa Surabaya, sebagai Kota Layak Anak (KLA), memiliki infrastruktur sosial dan komitmen kebijakan yang memungkinkan realisasi pilot project RPA. Fasilitas seperti sekolah alternatif, rumah singgah, dan lembaga konseling dapat menjadi fondasi awal untuk mendirikan lembaga tersebut.

Baca juga :

Perlindungan Anak di Kota Surabaya Menguat dengan Penyusunan 2 Perwali

“Proyek percontohan ini diharapkan dapat menangani anak-anak yang tidak hanya miskin atau tidak memiliki akses pendidikan yang baik, tetapi juga yang mengalami kekerasan atau kerentanan sosial,” jelas Isa.

Perlindungan Anak

Isa juga menilai bahwa selama ini program perlindungan anak di Surabaya masih sering ragu mengambil langkah tegas karena takut dianggap sebagai tindakan kekerasan. Padahal, ketegasan diperlukan untuk melindungi anak-anak yang sudah membahayakan diri mereka sendiri maupun orang lain. “Sudah saatnya ketegasan dilakukan terhadap anak-anak yang perilakunya sudah membahayakan, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat,” katanya.

Baca juga :

10 Anak di Bawah Umur Terjaring Operasi Balap Liar di Jalan Pandegiling

Dengan adanya RPA, Isa berharap Surabaya tidak hanya fokus pada penyediaan fasilitas fisik ramah anak, tetapi juga dapat menjangkau anak-anak yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan dan pengasuhan konvensional.

“Anak-anak yang terlibat dalam kekerasan seringkali lahir dari sistem pengasuhan yang gagal. Namun, ketika keluarga menyerah, negara tidak boleh ikut menyerah. Negara harus hadir dengan pendekatan yang tegas namun manusiawi, memberikan disiplin, serta menciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk tumbuh kembali,” pungkas Isa.

Tantangan Sosial Anak

Isa menegaskan bahwa pengasuhan yang gagal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tekanan ekonomi, lingkungan yang buruk, hingga lemahnya peran keluarga. Kondisi ini memicu anak menjadi agresif, putus sekolah, dan kehilangan arah hidup. Oleh karena itu, memulai langkah perlindungan sejak dini adalah bentuk kasih sayang dan tanggung jawab sosial.

Baca juga :

Perlindungan Anak di Kota Surabaya Menguat dengan Penyusunan 2 Perwali

“Menahan kekerasan sejak dini adalah bentuk perlindungan. Menjaga anak dari lingkungan yang membentuknya menjadi pelaku kekerasan adalah bentuk kasih sayang. Memulihkan mereka adalah tugas kita bersama sebagai bangsa,” tutupnya.(ton)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *