Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Hukrim

Kejari Surabaya Hentikan 9 Perkara Lewat Keadilan Restorative Justice

901
×

Kejari Surabaya Hentikan 9 Perkara Lewat Keadilan Restorative Justice

Sebarkan artikel ini

Omah Rembug Adhyaksa

Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, dengan menghentikan penuntutan 9 perkara berdasarkan Keadilan Restorative atau Restorative Justice (RJ) dengan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) di Rumah Restorative Justice (RJ) Omah Rembug Adhyaksa, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerap Kota Surabaya. Jumat, (17/03) I MMP I dok.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, dengan menghentikan penuntutan 9 perkara berdasarkan Keadilan Restorative atau Restorative Justice (RJ) dengan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) di Rumah Restorative Justice (RJ) Omah Rembug Adhyaksa, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerap Kota Surabaya. Jumat, (17/03) I MMP I dok.

mediamerahputih.id I SURABAYA – Restorative Justice salah satu alternatif penyelesaian perkara dengan mekanisme terfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait.

Seperti halnya yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, dengan menghentikan penuntutan 9 perkara berdasarkan Keadilan Restorative atau Restorative Justice (RJ) dengan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) di Rumah Restorative Justice (RJ) Omah Rembug Adhyaksa, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerap Kota Surabaya. Jumat, (17/03/2023).

Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Joko Budi Darmawan melalui, Kasi Pidum Ali Prakosa menjelaskan, bahwa Kesembilan perkara tersebut terdiri dari lima perkara pencurian masing-masing atas nama tersangka Choirul Umam, Andy Kurniawan alias Bagong, Yunanik, Ilman Abdi, Benny Ariyanto dan empat perkara penganiayaan atas nama tersangka Deni Bagas Suharda, Harul Nabidin, Ginanjar Teguh Dwi Saputro, Rio Sulistya.

Kasi Pidum Kejari Surabaya, Ali Prakosa melakukan mediasi dengan melibatkan tersangka beserta keluarganya, korban beserta keluarganya, tokoh masyarakat yang dilakukan di beberapa rumah Restorative Justice (RJ) Omah Rembug Adhyaksa Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerap Kota Surabaya. Jumat, (17/03/2023) I MMP I dok.

“Sebelum dilakukan penyerahan SKPP ini, Jaksa Kejaksaan Negeri Surabaya selaku fasilitator telah melaksanakan mediasi dengan melibatkan tersangka beserta keluarganya, korban beserta keluarganya, tokoh masyarakat yang dilakukan di beberapa rumah Restorative Justice (RJ) Omah Rembug Adhyaksa yang ada di kota Surabaya.” Kata Ali.

Ali menambahkan, dari hasil mediasi tersebut, baik korban maupun tersangka sepakat untuk berdamai dan menyelesaikan diluar persidangan. Dimana Keadilan restoratif ini menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan serta kepentingan korban maupun pelaku tindak Pidana, yang tidak berorientasi pada pembalasan serta sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan Pidana.

“Dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan adanya kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kemanfaatan dengan menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, serta keadilan yang hidup dalam masyarakat,” tuturnya.

Seperti diketahui sejak bulan Januari 2023 sampai tanggal 17 Maret 2023, Kejaksaan Negeri Surabaya telah menghentikan perkara Pidana umum berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 14 perkara, dan pada minggu depan terdapat 12 perkara yang berpotensi dapat dihentikan melalui RJ melalui upaya mediasi oleh Jaksa selaku Fasilitator.

Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, hanya berlaku satu kali saja dan untuk pengulangan tindak Pidana atau pelaku yang sudah pernah dihukum tidak dapat dihentikan perkaranya dengan mekanisme RJ.

“Diharapkan dengan dihentikannya perkara pidana melalui RJ ini, tersangka dapat bertaubat dan dapat menjalani kehidupan bermasyarakat tanpa adanya label atau stigmatisasi sebagai terpidana,” tandas Ali. (tio/ton)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *