Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Hukrim

Istri Didakwa Kekerasan Psikis terhadap Suami, Kok Bisa?

1
×

Istri Didakwa Kekerasan Psikis terhadap Suami, Kok Bisa?

Sebarkan artikel ini
vinna-natalia-wimpie-didakwa-kekerasan-psikis
Vinna Natalia Wimpie Widjojo, didakwa melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga terhadap suaminya, Sena Sanjaya Tanata Kusuma I MMP I Totok Prastio
mediamerahputih.id I SURABAYA – Seorang ibu rumah tangga, Vinna Natalia Wimpie Widjojo, didakwa melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga terhadap suaminya, Sena Sanjaya Tanata Kusuma. Perkara ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan Ketua Majelis Hakim S. Pujiono memimpin persidangan.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mosleh Rahman, terungkap bahwa permasalahan bermula dari pernikahan pasangan tersebut pada 12 Februari 2012 di Gereja Katolik Santo Yohanes Pembaptis, Surabaya. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tiga anak. Namun, hubungan rumah tangga mereka kerap diwarnai pertengkaran.

Baca juga :

Terungkap Antonius Wijaya selama Mendekam di Rutan Medaeng Uang Hasil Bisnis Narkoba Digunakan untuk Biaya Kuliah, Beli Mobil hingga Rumah

Puncak konflik terjadi pada Desember 2023, ketika Vinna meninggalkan rumah dan menolak kembali meski telah diminta oleh suaminya. Selain itu, Vinna melaporkan Sena ke polisi atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan mengajukan gugatan cerai ke PN Surabaya.

vinna-natalia-wimpie-didakwa-kekerasan-psikis
Vinna didampingi tim kuasa hukumnya menunjukan pernah melaporkan Sena ke polisi atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan mengajukan gugatan cerai ke PN Surabaya. Namun Sena kemudian berupaya mempertahankan rumah tangga dengan memberikan kompensasi berupa uang sebesar Rp2 miliar, biaya bulanan Rp75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp5 miliar kepada Vinna. Namun, kompensasi tersebut disertai syarat agar laporan polisi dan gugatan cerai dicabut I MMP I Totok Prastio

Sena kemudian berupaya mempertahankan rumah tangga dengan memberikan kompensasi berupa uang sebesar Rp2 miliar, biaya bulanan Rp75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp5 miliar kepada Vinna.

Baca juga :

Kakak-Beradik Berseteru Selama 3 Tahun Gegara Perabotan Rumah

Namun, kompensasi tersebut disertai syarat agar laporan polisi dan gugatan cerai dicabut. Meski telah menerima uang dan aset tersebut, Vinna tetap tidak kembali dan bahkan mengajukan gugatan cerai baru pada 31 Oktober 2024.

Akibat konflik ini, Sena mengalami tekanan batin yang berat. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikiatri dari RS Bhayangkara Surabaya yang dikeluarkan pada 22 Februari 2025, Sena didiagnosis menderita gangguan campuran kecemasan dan depresi akibat masalah rumah tangga tersebut.

Baca juga :

Miris! Janda 2 Anak Ini Nyambi Jual Sabu demi Biaya Hidup

Atas perbuatannya, Vinna dijerat Pasal 5 huruf b jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan ancaman pidana penjara.

Setelah sidang, Vinna mengungkapkan bahwa sebenarnya dialah yang mengalami kekerasan sebelum perkara ini muncul. “Saya tidak hanya dipukuli, bahkan dihajar oleh Sena,” ujarnya kepada awak media. Ia menambahkan, “Intinya, dia (Sena) meminta saya kembali ke rumah, namun saya menolak karena di rumah itu saya pernah dihajar.”

Baca juga :

Kisah Pilu Pasutri Dituntut Memasuki Rumah Tanpa Izin Setelah Puluhan Tahun Ditempati

Sementara itu, kuasa hukum Vinna, Bangkit Mahanantiyo, menyatakan bahwa pihaknya sebelumnya telah melaporkan dugaan KDRT di Polrestabes Surabaya. Namun, kasus tersebut sempat dilakukan Restorative Justice. Selanjutnya, laporan terkait kekerasan psikis kembali diajukan ke Polrestabes Surabaya.

Baca juga :

Pasutri Pengemplang Uang senilai Rp 2,5 Miliar untuk Keperluan Pribadi

Bangkit menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus ini. “Kelihatannya perkara ini dipaksakan. Kami meminta waktu untuk mengajukan eksepsi dalam perkara ini,” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa tidak semua kasus kekerasan psikis harus dikaitkan dengan KDRT, dan sebaliknya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Sena Sanjaya Tanata Kusuma belum memberikan tanggapan terkait perkara ini.(tio)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *