mediamerahputih.id– Sidang lanjutan kasus kematian taruna Politek Pelayaran (Poltekpel) Surabaya, akibat penganiayaan dengan terdakwa Alpard Jeles R. Poyono. Sidang yang dipimpin langsung dengan ketua majelis hakim Idawati di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlambang Adhi Nugroho menghadirkan para saksi ayah korban M. Rio Ferdinan Anwar yakni M Yani. Kemudian Ni Komang, Davier Zola Gracia Taviono (Gading), Fransisco, Ramadhan, Sendi dan Jornada.
Baca juga : Sudah Ada Putusan Praperadilan, Sidang Daffa Tetap Dilanjut, Gak Bahaya Ta?
M Yani mengatakan, sekitar pukul 22.47 WIB ia dihubungi pihak Kampus,mengabarkan bahwa Rio ( Anaknya) telah meninggal dunia di Rumah Sakit Sukolilo (RS Haji). Kemudian saat di RS, pihak perawat tidak menjelaskan sebab kematian dari anaknya.
Yani mengaku perawat saat ditanya tidak memberikan informasi penyebab dari kematian anaknya. Kemudian terdakwa dan ada dua seniornya memberitahukan bahwa Rio terpeleset dari Kamar mandi. Namun dirasanya ada adanya atas kematian Rio, Yani lalu melaporkan ke Polsek Sukolilo Polrestabes Surabaya.
Baca juga :
“Kejanggalan itu, seperti ada luka memar pada bagian dada, dagu sobek, bibir menghitam, pipi dan darah keluar terus dari mulutnya, hingga saat pemakaman,”ungkap Yani dalam kesaksian sidang.
Nah saat majelis hakim menanyakan terkait keluarga korban meminta maaf atau tidak. “Ada dari orang tuanya, namun minta maaf saja. Tidak ada untuk biaya. Saya sedih dengan kejadian ini, karena tidak ada lagi yang meneruskan saya yang mulia. Dia anak tunggal yang mulia,”terangnya.
Menanggapi keterangan dari saksi, terdakwa langsung berdiri dan menghampiri ayah korban untuk meminta maaf. “Minta maaf,”ujarnya. Namun majelis hakim meminta terdakwa untuk balik lagi ke tempatnya.
Baca juga :
Praperadilan Daffa Adwidya Ariska Menang, Jaksa Masih Tunggu Keputusan Hakim
Menurut Alpard Jales Poyono mengatakan bahwa sebelumnya juga ada yang meninggal di asrama Politeknik Pelayaran yaitu saudara Diky. Namun untuk kronologi ia tidak mengetahui.
“Benar tapi saya tidak tahu kronologinya. Waktu ada kabar meninggal itu langsung ada pengecekan perut ada biru-birunya apa tidaknya itu. Saat diperiksa anak-anak semuanya tidak pakai baju hanya memapakai celana pendek dan banyak anak-anak cowok itu kabur, karena perutnya banyak yang biru. Untuk meninggal itu di asrama,”ucap Alpard usai mengikuti sidang.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Ari Mukti mengatakan, untuk masalah yang sebelumnya ada kematian di kampus. Pihaknya akan menggali lagi di persidangan selanjutnya. Apakah selama ini ada penganiayaan apa tidak sampai opname atau meninggal.
“Bukan berarti kita tahu, makanya kita akan gali lagi di persidangan selanjutnya,”tutupnya.
Menurut JPU Herlambang Adhi Nugroho mengatakan, bahwa terdakwa Alpard Jales Poyono dijerat Pasal 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 351 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara.
Kejadiannya pada Minggu 5 Februari 2023 pukul 19.30 WIB di kamar mandi Politekpel Gunung Anyar Surabaya melakukan tindak pidana pengeroyokan yang direncanakan terlebih dulu hingga menyebabkan kematian.
Baca juga :
“Korban RFA dipukuli dibagian perutnya oleh terdakwa Alpard Jales Poyono dengan menggunakan tangan kanan. Hal itu membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak,”ungkap Herlambang dalam dakwaannya.
Dalam perkara ini JPU Herlambang Adhi Nugroho juga telah menyidangkan Daffa Adiwidya Arika namun belakangan Daffa mengajukan Praperadilan atas penetepan tersangka terhadap dirinya.
Dalam pemohan Praperadilan yang diajukan Daffa tersebut, Hakim Tunggal Khawanto mengabulkan permohonan praperadilan sebagian, menyatakan penetapan tersangka atas nama pemohon yang dikeluarkan oleh termohon berdasarkan surat Nomer: S-Tap/55/III/Res.I.72023/Satreskrim, tertanggal 8 Maret 2023, tidak sah. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polrestabes Surabaya dan membebankan biaya perkara kepada termohon.
Sayang kasus ini berlanjut disidangkan. Padahal sudah jelas bahwa putusan Hakim pra peradilan secara tegas memerintahkan agar Daffa dikeluarkan.
Adanya dua penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Wakil Humas PN Surabaya A. A Gede Agung Parnata mengatakan, bahwa terkait permasalahan tersebut, dikarenakan adanya kurang koordinasi antara hakim Praperadilan dan hakim yang menyidangakan. Ia memohon maklum perkara yang masuk di PN Surabaya tergolong banyak.
“Untuk itu kita tunggu dulu apa keputusan dari majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, karena kita tidak intervensi hakim,”terangnya. (tio)