mediamerahputih.id I JAKARTA – Isu penghapusan kewenangan penyidikan korupsi yang dimiliki kejaksaan masih menjadi perdebatan panas. Terbaru, Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, mempertanyakan urgensi pengurangan kewenangan kejaksaan di tengah upaya besar yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam menangani kasus-kasus korupsi besar.
Rangkuti menyayangkan, meski Kejaksaan Agung berhasil mengungkap berbagai kasus besar korupsi dengan nilai triliunan rupiah, namun kewenangannya justru ingin dilucuti.
Baca juga :
Jangan Lemahkan Kewenangan Kejaksaan Dalam Penanganan Kasus Korupsi
Pernyataan ini disampaikan Ray Rangkuti untuk merespons beredarnya draft revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dalam draft tersebut menyebutkan bahwa kejaksaan hanya akan menangani penyidikan perkara hak asasi manusia (HAM), sementara kewenangan penyidikan korupsi akan beralih sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Lembaga yang notabene telah berhasil dalam memberantas korupsi malah kewenangannya diperkecil. Apa yang sebenarnya diinginkan? Sementara KPK yang kinerjanya terbatas justru diberi kewenangan yang lebih besar. Apa yang sebenarnya ada di balik pemikiran para pembuat kebijakan ini?” ungkap Ray Rangkuti.
Baca juga :
Rangkuti menyoroti bahwa KPK seharusnya merupakan lembaga ad-hoc, yaitu lembaga sementara yang dibentuk untuk tujuan tertentu. Namun, meskipun memiliki status tersebut, kewenangan KPK justru diperluas. Sementara, kejaksaan sebagai lembaga permanen justru mengalami pengurangan kewenangan.
“Jika merujuk pada undang-undang, perkara dengan nilai di bawah Rp 1 miliar seharusnya ditangani di luar KPK, sementara yang di atas Rp 1 miliar menjadi kewenangan KPK. Namun, dengan penghilangan kewenangan penyidikan korupsi ini, kejaksaan tidak akan bisa lagi menangani perkara korupsi,” terang Rangkuti.
Baca juga :
Kejaksaan Bongkar Dugaan Korupsi Pembangunan Rumah Prajurit Fiktif Libatkan Seorang Perwira Militer
Rangkuti juga menyampaikan bahwa saat ini Kejaksaan Agung sangat garang dalam mengungkap kasus-kasus korupsi, bahkan sampai ke tingkat pejabat negara dan menteri, dengan nilai kerugian yang mencapai triliunan rupiah. Sementara itu, prestasi KPK justru semakin menurun.
“Ini sangat janggal, lembaga yang berhasil (kejaksaan) malah kewenangannya dikurangi, sementara lembaga yang kinerjanya menurun (KPK) justru diberi kewenangan lebih. Ini cara berpikir seperti apa?” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa kondisi ini merupakan bukti adanya upaya pelemahan terhadap kejaksaan dalam memberantas tindak pidana korupsi. “Tidak ada alasan rasional untuk mencabut kewenangan penyidikan kejaksaan, apalagi dalam hal tindak pidana korupsi. Selama ini, prestasi kejaksaan sangat baik dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,” terangnya.Senin (17/03).
Baca juga :
Berikut Laporan Capaian Kinerja Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Tahun 2022
Rangkuti juga mengingatkan tentang serangkaian kasus besar yang berhasil diungkap oleh Kejaksaan. Beberapa di antaranya adalah dugaan korupsi Pertamina yang merugikan keuangan negara hingga Rp968,5 triliun, kasus korupsi PT Timah yang merugikan Rp300 triliun, kasus korupsi BLBI yang merugikan Rp138 triliun, kasus korupsi Duta Palma yang merugikan Rp78 triliun, kasus korupsi PT TPPI yang merugikan Rp37 triliun, serta kasus korupsi PT Asabri yang merugikan Rp22 triliun.
Ray menegaskan bahwa elemen masyarakat sipil akan menolak keras jika pengurangan kewenangan kejaksaan dalam penyidikan korupsi benar-benar diterapkan. Menurutnya, kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi seharusnya diperkuat, bukan malah dikurangi.(msn)