mediamerahputih.id I BANDUNG – Gugatan praperadilan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon terkait penetapan tersangka oleh Polda Jawa Barat akhirnya mencapai titik terang. Pengadilan Negeri atau PN Bandung memutuskan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polda Jabar tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum.
Dalam pernyataannya, hakim menyatakan bahwa Polda Jabar telah melanggar prosedur hukum yang berlaku, sehingga tindakan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada. Keputusan ini disambut baik oleh banyak pihak yang sejak awal meragukan dasar hukum penahanan terhadap Pegi Setiawan.
Baca juga:
Hotman Paris ungkap Fakta Baru 5 Terpidana sebut Pegi Bukan Pelaku Pembunuh Vina
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merespon terkait gugatan praperadilan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Bandung.
Sigit memastikan bahwa kepolisian akan menghormati dan mengikuti putusan yang telah ditetapkan oleh Hakim Tunggal Eman Sulaeman dalam kasus tersebut.
“Tentunya kita harus menghormati putusan pengadilan,” ujar Sigit kepada wartawan di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Senin (8/7) malam.
Baca juga:
Sigit menambahkan bahwa pihaknya saat ini masih menunggu salinan lengkap dari Pengadilan Negeri Bandung untuk menentukan langkah yang akan diambil dalam kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina-Egi tersebut.
“Kami menunggu hasil lampiran dari keputusan PN Bandung agar bisa ditindaklanjuti,” tuturnya.
Pihaknya juga mengakui bahwa langkah selanjutnya dari kepolisian akan ditentukan setelah menerima salinan putusan dari PN Bandung.
“Kami akan mendalami isi dari keputusan tersebut, karena ini terkait dengan sah tidaknya status sebagai tersangka dan mungkin hal lainnya,” ujarnya.
Baca juga:
Polri ungkap Buronan Interpol Chaowalit Gangster Kriminal Kelas 1 di Thailand
Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Bandung, Eman Sulaeman, mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina dan Eki.
Dalam putusannya, Eman Sulaeman menyatakan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat tidak sah dan harus batal demi hukum.
Hakim Eman juga memerintahkan Polda Jawa Barat untuk menghentikan seluruh proses penyidikan yang dilakukan terhadap Pegi. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat juga diminta untuk segera membebaskan Pegi dari tahanan.
Baca juga:
Perkara Mangkrak 4 Tahun, Agung Wibowo Minta Kasusnya di SP3
“Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya dalam persidangan, Senin (8/7).
Seperti diketahui Polda Jawa Barat secara resmi telah menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam insiden pembunuhan Vina dan Eky yang berlangsung di Cirebon pada tahun 2016, pada tanggal 26 Mei 2024. Pegi turut dituduh sebagai dalang di balik pembunuhan kedua remaja tersebut.
Baca juga:
Kombes Pol Surawan, Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat, menyatakan bahwa penetapan Pegi sebagai tersangka didasarkan pada bukti identitas pelaku dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dari motor yang digunakan pelaku pada saat kejadian.
“Kami telah mengonfirmasi bahwa PS adalah orangnya, berdasarkan STNK motor yang kami amankan saat kejadian. Pemeriksaan pada kartu keluarga mengonfirmasi identitas ini adalah Pegi Setiawan,” kata Surawan dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat di Bandung, Minggu (26/05) Siang.
Baca juga:
Polda Jatim Digugat Praperadilan Agung Wibowo terkait Penyitaan Barang Bukti
Selain dituduh melakukan pembunuhan terhadap Vina, Pegi juga dihadapkan dengan tuduhan melakukan kekerasan dan memaksa salah satu korban untuk melakukan persetubuhan. Alat yang digunakan dalam pembunuhan tersebut melibatkan balok kayu, batu, dan senjata tajam.
Komisaris Besar Jules Abraham Abast, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, menyatakan dalam konferensi pers bahwa Pegi terancam ancaman hukuman berat di bawah Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, serta Pasal 81 ayat 1 UU tentang Perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Pelaku menghadapi hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara,” tutur Abast.(red)