mediamerahputih.id I SURABAYA – Kasus pengelolaan restoran Sangria by Pianoza mengungkapkan fakta baru. Terdakwa, Effendi Pudjihartono, membantah tuduhan adanya “kongkalikong” antara dirinya dan Notaris Ferry Gunawan terkait perjanjian kerjasama Nomor 12 yang ditandatangani pada 27 Juli 2022. Effendi menegaskan bahwa perjanjian kerjasama tersebut adalah dasar yang sah untuk kerjasama antara dirinya dan Ellen Sulistyo (pelapor) dalam mengelola restoran yang dimiliki oleh terdakwa.
“Notaris dalam kesaksiannya telah menjelaskan bahwa dia sudah mengenal Ellen Sulistyo karena yang bersangkutan juga merupakan kliennya,” ujar Effendi Kamis (6/7) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Menurut Effendi, perjanjian kerjasama tersebut dibuat secara transparan dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Bahkan, Ellen Sulistyo sempat mengajukan renvoi sebelum akta ditandatangani.
Baca juga :
Diduga Kongkalikong Terdakwa dan Notaris Ferry Gunawan dalam Pengelolaan Lahan TNI AD
“Semua sudah terbuka dalam persidangan kemarin (Senin, 3 Maret 2025) saat Notaris Ferry dihadirkan. Notaris menegaskan bahwa justru Ellen Sulistyo yang memberikan draf awal perjanjian berjudul ‘The Savoy’ kepada terdakwa melalui WhatsApp, yang kemudian diteruskan oleh terdakwa kepada saya,” jelas Effendi.
Effendi juga menjelaskan bahwa Notaris mengakui bahwa dia yang meminta kepada Fifie (Direktur CV. Kraton Resto) untuk membuatkan surat kuasa bagi Effendi, karena Notaris mengetahui bahwa Effendi lah yang sebenarnya aktif berhubungan dengan Kodam dan pihak-pihak lainnya.
“Ini juga sesuai dengan kesaksian Fifie terkait surat kuasa pada sidang sebelumnya,” terang Effendi.
Lebih lanjut, Effendi menerangkan bahwa Notaris menyatakan bahwa surat kuasa dan semua persyaratan formal lainnya telah diserahkan padanya sebelum penandatanganan perjanjian.
“Keterangan ini sesuai dengan kesaksian dua staf Notaris pada sidang sebelumnya,” ujar Effendi.
Baca juga :
Kasus Resto Sangria, Efendi Pudjuhartono Didakwa Penipuan dan Keterangan Palsu
Menurut Effendi, keterangan dari Notaris ini memperbesar peluang gugurnya dakwaan pasal 266 KUHP, karena tidak ada bukti bahwa dirinya yang memerintahkan Notaris untuk mencantumkan namanya sebagai direktur, sebagaimana yang dituduhkan oleh JPU.

“Lagipula, apapun jabatan saya, hal itu tidak mempengaruhi apapun dalam konteks akta Nomor 12. Buktinya, Ellen bisa mengelola restoran tersebut tanpa gangguan selama 9 bulan,” ujarnya.
sesuai dengan dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Christina dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, terdakwa Effendi Pudjihartono didakwa berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP tentang memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan/atau Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Baca juga :
Eksepsi Bos PT Karya Sentosa Raya Ditunda, Kasus Dugaan Penggelapan Rp10 Miliar
JPU menuduh bahwa perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian lebih dari Rp 998 juta kepada Ellen Sulistyo, yang bertindak sebagai pelapor. Kerugian tersebut terdiri dari uang sebesar Rp 330 juta yang ditransfer ke terdakwa, serta biaya renovasi dan pembukaan restoran.
Namun, terdakwa Effendi Pudjihartono membantah seluruh dakwaan tersebut. Ia justru mengklaim bahwa dirinya lah yang mengalami kerugian dan merasa dikriminalisasi, yang menyebabkan ia kini menjadi terdakwa dan ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya (Rutan Medaeng).
“Dalam perjanjian pengelolaan, saya tercantum sebagai direktur karena ada kuasa untuk bertindak sebagai direktur yang dikeluarkan oleh direktur CV Kraton Resto. Hal ini terungkap dalam kesaksian Notaris Ferry Gunawan,” ungkap Effendi.
Baca juga :
Terkait dengan penguasaan lahan selama 30 tahun, Effendi menjelaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan kesepakatan kerja sama Pemanfaatan Aset Kodam V/Brawijaya dalam MOU/05/IX/2017 yang terjadi pada tahun 2017.
“Semua tertuang lengkap beserta periodesasinya. Semua bisa lihat, tidak ada yang saya sampaikan yang salah,” terangnya.
Effendi juga memaparkan bahwa setelah penandatanganan MOU/05/IX/2017 dan Surat Perintah Kerja (SPK) periode pertama tahun 2017 hingga 2022 antara dirinya dan Kodam V/Brawijaya, ia telah membangun bangunan megah yang dijadikan restoran bernama The Pianoza dengan anggaran lebih dari Rp 10 miliar.
Pada 27 Juli 2022, terjadi perjanjian pengelolaan antara terdakwa dan Ellen Sulistyo, dengan nama restoran yang semula bernama The Pianoza di Jalan Dr. Sutomo 130 Surabaya, yang berdiri di atas aset Kodam V/Brawijaya, berganti nama menjadi Sangria by Pianoza.
Baca juga :
Eksepsi Kompetensi Absolut Pihak Ellen Sulistyo Ditolak Hakim
Menurut terdakwa, saat restoran dikelola oleh Ellen Sulistyo, persetujuan perpanjangan untuk periode kedua selama 3 tahun yang dikeluarkan oleh KPKNL pada 28 April 2023 “disembunyikan” oleh Kodam V/Brawijaya dan tidak diinformasikan kepada dirinya atau CV Kraton Resto seperti yang seharusnya.
“Hal itu terkuak dalam kesaksian saksi Mayor Agus Budi dari Kodam dan Murti selaku wakil KPKNL dalam persidangan, walaupun pihak Kodam mengakui telah menerima jaminan emas seberat 550 gram pada 11 Mei 2023. Namun, Kodam tetap menutup restoran tanpa memberikan tiga kali surat peringatan sesuai yang diamanatkan dalam SPK/05/XI/2017,” ujarnya.
Adapun alasan penyegelan adalah karena terdakwa tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan tidak menyerahkan aset bangunan kepada Kodam V/Brawijaya.
Baca juga :
Pengacara Yafet Protes Keras Hakim Kabulkan Pengajuan Ahli dari Ellen Sulistyo
Effendi mengklaim bahwa ia sebenarnya telah menjaminkan emas senilai Rp 625 juta berupa emas lantakan kepada Kodam V/Brawijaya sebagai itikad baik dan juga bersedia menyerahkan bangunan lebih awal, asalkan ada jaminan bahwa dirinya berhak mengelola bangunan hingga tahun 2047 sesuai dengan MOU/05/IX/2017.
Terkait transfer uang sebesar Rp 330 juta dari Ellen Sulistyo, terdakwa menjelaskan bahwa itu adalah jumlah minimal profit sharing sebesar Rp 60 juta per bulan, sesuai dengan isi perjanjian pengelolaan yang ditandatangani di hadapan Notaris Ferry Gunawan. Menurutnya, jumlah tersebut sebenarnya kurang Rp 180 juta jika dihitung dari berapa lama Ellen mengelola restoran.
Baca juga :
“Itu adalah biaya operasional bunga bank atas investasi lebih dari Rp 10 miliar yang digunakan untuk membangun gedung tersebut, sedangkan bagi hasil 50:50 sampai hari ini tidak pernah diberikan oleh Ellen Sulistyo,” ujarnya.
Terkait omset restoran yang diperkirakan mencapai Rp 3 miliar, terdakwa mengungkapkan bahwa uang tersebut tidak pernah disetorkan kepadanya, melainkan masuk ke rekening pribadi pengelola, Ellen Sulistyo.
Mengenai pembayaran PNBP, terdakwa berpendapat bahwa itu seharusnya menjadi tanggung jawab Ellen Sulistyo sebagai pengelola restoran, sesuai dengan isi perjanjian pengelolaan, karena itu adalah biaya operasional yang diambil dari penghasilan pengelolaan restoran (bukan uang Ellen).
“Omset diperkirakan Rp 3 miliar masuk ke rekening Ellen, namun dia tidak mau bayar PNBP sesuai dengan isi perjanjian. Bangunan yang saya bangun harus dihibahkan ke Kodam. Sekarang saya jadi terdakwa dan ditahan atas laporan Ellen. Apa ini bukan namanya kriminalisasi?” tegas terdakwa.
Baca juga :
Terkait dengan Pasal 378 KUHP yang didakwakan jaksa, Effendi menjelaskan bahwa dakwaan tersebut tidak dapat serta-merta diterima. Menurut keterangan ahli pidana, Sapta, dakwaan tersebut harus memenuhi beberapa unsur, antara lain adanya niat jahat atau mens rea untuk menipu, kerugian yang harus dibuktikan terlebih dahulu, dan adanya unsur kesepahaman antara kedua belah pihak.
“Dari fakta yang terungkap di pengadilan, di mana saya tidak pernah menerima sepeserpun uang setelah penandatanganan perjanjian dan fakta bahwa dakwaan jaksa tidak didukung oleh laporan audit keuangan independen untuk membuktikan kerugian Ellen Sulistyo, hal itu menunjukkan bahwa dakwaan terhadap saya tidak berdasar,” ujar Effendi.
“Lagi pula, Ellen Sulistyo yang mengelola restoran, Ellen Sulistyo yang memegang uangnya, tanpa pernah memberikan laporan. Bagaimana mungkin saya yang dituduh ‘menipu’ kalau dia rugi?” tambahnya.
Baca ju
Effendi juga menyatakan bahwa ia telah membuktikan telah menjaminkan emas kepada Kodam untuk pembayaran PNBP. Selain itu, kesaksian Notaris yang menyatakan bahwa Ellen Sulistyo adalah pihak yang aktif mengajukan renvoi dan permintaan addendum berkali-kali menunjukkan bahwa pelapor sudah mengetahui konsekuensi dari dua perjanjian yang telah dibuat antara terdakwa dan Kodam.
“Apalagi ada sembilan pasal dari 14 pasal dalam perjanjian Nomor 12 yang secara spesifik membahas hal itu. Seharusnya dakwaan JPU terkait Pasal 378 sudah gugur,” jelasnya.
Berdasarkan fakta persidangan, Effendi Pudjihartono merasa bahwa dirinya telah menjadi korban kriminalisasi dan mengalami kerugian besar akibat sengketa pengelolaan restoran Sangria by Pianoza ini.(ded)