Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Nasional

Dana Rp7,6 Triliun untuk Pengadaan 1,6 Miliar Liter Migor Disoal YLPK

74
×

Dana Rp7,6 Triliun untuk Pengadaan 1,6 Miliar Liter Migor Disoal YLPK

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Merah Putih | SURABAYA– Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mempertanyakan dana subsidi sebesar Rp7,6 Triliun yang dikelola oleh Badan pengadaan 1,6 miliar liter minyak goreng di pasar.

Memurut YLPK sampai saat ini harga minyak di pasar modern maupun di pasar tradisional tetap melambung sehingga masyarakat konsumen dan para pelaku usaha kuliner kecil terdampak efeknya sejak awal bulan Januari 2022.

YLPK Jatim mencatat, harga minyak goreng di pertengahan februari 2022 harga minyak di pasaran sudah tembus hingga Rp 17.000 – Rp 18.000/liternya. Itupun masyarakat konsumen pada umumnya konsumen merasa sulit mendapatkannya. Padahal, pemerintah telah merilis untuk minyak goreng kemasan sederhana ditetapkan dengan harga jual Rp 14.000 (awal Januari 2022).

Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrahman dalam acara dialog di TV Nasional swasta pada acara Ekonomic Cahelenges-Gejolak Harga Minyak Goreng mengatakan bahwa BPDPKS mengelola dana sebenar Rp 7,6 Triliun untuk menstabilkan harga dengan pengadaan 1,6 miliar liter migor. (periksa juga laporan di bpdp.or.id, 28 Januari 2022).

“Apakah Pemerintah merasa perlu merilis kedua, melalui Surat Edaran (SE) Dirjen PDN Kemendag Tanggal 18 Januari 2022, bahwa pemerintah menentukan satu harga Rp14.000/liter untuk semua minyak goreng kemasan sederhana dan premium, yang diharapkan berlaku sejak 19 Januari 2022 di seluruh anggota ritel modern APRINDO dan 1 (satu) minggu kemudian berlaku di pasar tradisional dan ritel lokal. Tetapi, pada kenyatannya SE itu tetap tidak efektif”, kata Muhammad Said Sutomo, Ketua YLPK Jawa Timur dan Anggota Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI 2020-2023 ini.

Said menyebut, kemudian per-tanggal 28 Januari 2022 diberlakukan per-1 Februari 2022, Kemendag merilis lagi kebijakan harga baru. Bahwa minyak curah dengan harga Rp 11.500, minyak kemasan sederhana Rp 13.500 dan minyak premium Rp 14.000 /liter.

Ia mengungkap berdasarkan survei di lapangan sampai sekarang, ternyata di pasar harga tetap tinggi. Harga minyak goreng tak kunjung stabil sehingga memberatkan emak-emak ibu rumah tangga yang membutuhkan minyak goreng di pasaran tradisional maupun moderen.

Pihaknya, mendesak pemerintah memberikan solusi dengan memberikan subsidi langsung kepada masyarakat langsung melalui RT/RW dengan nilai tertentu sebagai voucher potongan harga saat warga membeli di ritel modern/tradisional.

Sebaiknya, lanjut Said, tidak melakukan operasi pasar dan subsidi jangan diberikan kepada pelaku usaha. Karena operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah selama tidak menyelesaikan akar masalahnya, justru merusak sistem distribusi minyak goreng yang selama ini telah terbangun mata rantainya dari pabrikan sampai ke konsumen.

Akhirnya, warga menerima minyak goreng sesuai asas manfaatnya dan subsidi kepada pelaku usaha selama ini tidak transparan pengelolaannya.

“Tidak melakukan operasi pasar, karena operasi pasar akan merusak mata rantai distribusi Usaha Mikro Kecil dan Menagah (UMKM) khususnya di pasar tradisional/ritel lokal yang tidak telah berjalan selama ini sehingga ketika operasi pasar berhenti maka harga minyak akan berdampak kembali ke harga asal yaitu tetap tinggi,” ucapnya.

Said juga menyoal terkait transparansi dan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pertanggungjawaban pada publik tentang pemanfaatan dana subsidi stabilisasi harga minyak goreng yang Rp 7,6 triliun itu untuk pengadaan dan distribusi sebanyak 1,6 miliar liter minyak kepada masyarakat konsumen yang dikelola oleh BPDPKS untuk masa 6 bulan itu adalah sangat penting.

“Pengelolaan dana BPDPKS itu perlu dipertanyakan bagaimana pemerataannya di pasar modern dan tradisional”, tambahnya.

“Kami tidak setuju kalau subsidi diberikan pada pelaku usaha atau pabrikan kelapa sawit. Kami menganjurkan subsidi itu sebaiknya langsung ke masyarakat konsumen akhir yang rentan terhadap gejolak harga migor yaitu dengan pemberian kupon melalui RT/RW di Keluarahan/Desa setempat yang kemudian kupon tersebut bisa ditukarkan di supermarket, pasar modern maupun pasar tradisional dengan HET yang ditetapkan pemerintah. Hal ini memudahkan mendeteksi siapa yang melakukan permainan harga migor tersebut. Sampai sekarang, kita nggak tahu dananya dipakai atau tidak?” imbuh Said.

Hanya konsen harga di pasar melihat harga minyak yang tak terbendung membuktikan mekanisme pasar tidak normal. Adanya supply dan demand yang tidak seimbang. Ada dugaan dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki etikad baik dengan memanfaatkan kondisi pasar yang tidak seimbang antara supply dan demand.

“Jika demand meningkat dan supply barang berkurang, maka berakibat harga akan naik seperti sekarang ini. Dan sebaliknya, jika supply berlebih sedangkan demand berkurang, maka harga barang di pasar akan turun”, urainya.

Kini, menjadi tugas pemerintah untuk menyeimbangkan antara supply dan demand. Negara harus hadir di tengah-tengah pasar yang tidak seimbang itu. “Nah, adanya lonjakan harga migor di pasaran yang menyebabkan masyarakat dan pelaku usaha kuliner mengeluhkan belakangan ini, membuktikan bahwa peran pemerintah belum efektif dan negara belum hadir dalam mengendalikan kesimbangan supply dan demand migor”, tegas Said.

“Anehnya lagi, sekarang ini ada harga barang, tetapi tidak ada barangnya”, tambahnya.

Sembari menunjukan bukti memperlihatkan foto-foto aduan konsumen yang dikirimkan ke ponselnya di supermarket maupun pasar tradisional yang menunjukkan gelondangan (tidak ada minyak goreng) di rak-rak kosong. Pada list harga minyak goreng tertera namun keberadaanya minyak tersebut musnah alias kosong.

“Peran pemerintah dan negara harus hadir saat ini. Perencanaan perlindungan konsumen harus baik dalam memenuhi kebutuhan konsumen Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen,” terang Said.

Ironisnya, saat ini kelangkaan minyak goreng ketersediaanya di pasar tradisional mapun di pasar moderen tetap menjadi keluhkan masyarakat sebagai konsumen. Inilah yang menjadi tanda tanya?

Menurutnya, belum ada rilis resmi dari pemerintah tentang pengelolaan dana Rp 7,6 Triliun pada BPDPKS untuk menstabilkan harga minyak goreng dengan sebanyak 1,6 miliar liter untuk distribusi kebutuhan masyarakat konsumen, apakah dana itu dihentikan atau tidak?

“Kalau dihentikan terus kemana dana itu dan untuk apa dana sebesar itu sekarang? tanya Said Sutomo mengakhiri.(ton)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *