mediamerahputih.id I SURABAYA – Kabar kurang baik menerpa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya, menyusul dugaan tindakan asusila yang melibatkan MAA, anggota Bawaslu Surabaya. Dugaan ini mencuat setelah seorang wanita berinisial PSH melaporkan kasus tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Hananto Widodo, mengungkapkan bahwa jika tuduhan tersebut terbukti, MAA akan menghadapi sanksi berat.
“Ketika aduan masuk ke DKPP, tentu akan diproses. Jika terbukti, ini akan menjadi masalah serius bagi MAA,” ujar Hananto, yang pernah menjabat sebagai Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP Jawa Timur, Selasa (8/10/2024).
Baca juga:
Hananto menjelaskan bahwa kasus ini tergolong berat dan dapat mencoreng citra Bawaslu. “Tindakan asusila seperti ini bisa merusak reputasi Bawaslu secara kelembagaan, terlebih lagi MAA sudah beberapa kali mendapat sanksi dari DKPP,” tegasnya.

Hananto juga menyebutkan bahwa kasus paling berat sebelumnya adalah ketika MAA diduga berpihak pada salah satu calon legislatif, yang berakhir dengan peringatan keras dari DKPP. Ia menambahkan,
“Jika dalam pemeriksaan nanti tuduhan korban terbukti, MAA bisa terkena sanksi berat.” terang Ketua Pusat Kajian Hukum dan Pembangunan Unesa ini.
Baca juga:
Eks Dirut PT Inka Tersangka Kasus Korupsi Proyek Listrik di Kongo Kerugian Rp 21 Miliar
DKPP, menurut Hananto, sangat serius menangani kasus kekerasan seksual, dan jika terbukti, sanksinya bisa berupa pemberhentian dari keanggotaan Bawaslu.
Rencananya sidang terkait kasus ini dijadwalkan pada 10 Oktober 2024, dengan agenda mendengarkan pengaduan dari pelapor, jawaban dari teradu, serta keterangan saksi-saksi.
Seperti diketahui MAA dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan tindak pidana pornografi, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta UU Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mewajibkan penyelenggara pemilu untuk bertindak dengan jujur dan adil.
Baca juga:
Kasus ini bermula pada tahun 2022, ketika PSH mulai berkomunikasi dengan MAA, yang dikenalnya sebagai senior di kampus dan organisasi. MAA mengaku sudah bercerai, bahkan menunjukkan bukti foto-foto yang dihapus, sehingga PSH mempercayainya dan memulai hubungan dengannya.
Namun, hubungan tersebut berubah menjadi tidak sehat, di mana MAA sering mengirimkan pesan-pesan seksual, gambar tidak senonoh, dan memaksa korban untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas. Selain itu, MAA juga meminta PSH mengundurkan diri dari posisinya di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya dengan janji kompensasi finansial.
Baca juga:
Pada 2 Desember 2023, MAA bersama istrinya dan kuasa hukumnya mendatangi rumah PSH, menuduhnya melakukan pemerasan dan menuntut pengembalian uang sebesar Rp. 20 juta. Ancaman dan intimidasi yang dilakukan MAA menyebabkan PSH dan keluarganya tertekan, hingga ibu PSH jatuh sakit.
Berdasarkan informasi yang diterima, patner mediamerahputih.id mencoba mengonfirmasi kebenaran dugaan tindak pidana pornografi dan UU ITE yang melibatkan MAA, serta soal uang Rp. 20 juta yang diduga terkait dengan kompensasi. Namun, hingga kini belum ada tanggapan dari MAA.(ton)