mediamerahputih.id | SURABAYA – Rekomendasi Tim Assessment Terpadu (TAT) BNNK Surabaya agar terdakwa warga negara asing (WNA) asal Belanda, Kitty Van Reimsdijk, menjalani rehabilitasi menuai sorotan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Jaksa dan hakim mempertanyakan dasar rekomendasi tersebut mengingat jumlah serta ragam barang bukti dinilai cukup besar.
Dalam sidang, JPU Suparlan bersama majelis hakim meminta penjelasan ihwal alasan pemberian rekomendasi rehabilitasi. Mereka menyoroti fakta bahwa barang bukti terdiri dari beberapa jenis zat dengan takaran yang tidak kecil.
Baca juga :
BNNK Surabaya Pastikan Rehabilitasi Rawat Jalan Bagi Penyalahguna Narkoba Gratis
Saksi ahli dr. Putri Darmawati, anggota Tim TAT bidang medis BNN Kota Surabaya, menerangkan hasil asesmen menyebut terdakwa memiliki riwayat cedera otak yang menimbulkan nyeri. Atas kondisi itu, terdakwa mengaku menggunakan ketamin untuk mengurangi rasa sakit.
“Kami merekomendasikan agar terdakwa menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial,” ujar dr. Putri di hadapan majelis hakim.
Baca juga :
Kendati demikian, dr. Putri menegaskan kokain dan DMT (Dimethyltryptamine) yang turut ditemukan bukan merupakan obat pereda nyeri, melainkan zat dengan efek euforia dan halusinasi. Saat ditanya hakim apakah rekomendasi serupa pernah diberikan pada perkara dengan barang bukti sejenis dan sebanyak ini, ia mengaku baru pertama kali.

“Ini baru pertama kali dan untuk masalah hukum, saya tidak ikut, karena cuma bagian medis saja,” kata dr. Putri.
Menurut surat dakwaan JPU, penyidik menemukan serbuk kokain seberat 4,699 gram; plastik berisi serbuk cokelat jenis Dimethyltryptamine (DMT) seberat 0,863 gram; 20 bungkus plastik berisi serbuk putih (ketamin) dengan berat total netto ±19,333 gram; serta bungkus plastik paket dan sebuah iPhone 14 warna hitam.
Baca juga :
Terbukti Pengedar Narkoba Oknum Anggota Polda Jatim dan Cepunya Dihukum 5 Tahun Penjara
Dakwaan menyebut terdakwa pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam berkas perkara telah memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar serta persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dan (3) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Barang bukti disebut mengandung bahan aktif ketamin, yaitu obat keras berkhasiat anestesi (obat bius), bukan termasuk narkotika atau psikotropika namun tergolong obat keras.
Baca juga :
Atas perbuatan tersebut, JPU mendakwa pasal berlapis (primer, subsidair, lebih subsidair) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) dan (3) UU No. 17/2023 tentang Kesehatan. Terdakwa juga dijerat Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 127 ayat (1) UU No. 35/2009 tentang Narkotika, serta Pasal 138 ayat (2) dan (3) jo. Pasal 435 UU No. 17/2023 tentang Kesehatan.(tio)





