mediamerahputih.id I SURABAYA – Pengacara terdakwa dalam kasus perundungan siswa SMA Kristen Gloria 2, Ivan Sugiamto, Billy Handiwiyanto, menilai dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak teliti dan kurang rinci dalam menjelaskan perbuatan yang dituduhkan kepada kliennya. Dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi, Rabu (12/02/2025), Billy menyatakan bahwa dakwaan tersebut cacat formil.
Menurut Billy, JPU mendakwa Ivan dengan Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun, dakwaan tersebut tidak menjelaskan secara rinci bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan Ivan terhadap korban, EN.
Baca juga :
Dalam eksepsinya, Ivan meminta agar Majelis Hakim menyatakan dakwaan dari JPU tidak dapat diterima. “Dalam surat dakwaan, hanya disebutkan bahwa Ivan menyuruh EN untuk bersujud dan menggonggong, namun tidak dijelaskan apa konsekuensi yang akan diterima EN jika menolak permintaan tersebut,” ujar Billy.

Billy juga mempertanyakan mengapa jaksa tidak merinci unsur kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orangtua EN, yaitu Ira Maria dan Wardanto, yang disebut-sebut ikut meminta anak mereka melakukan tindakan tersebut.
Baca juga :
2 Pengacara Diputus Onslag Kasus Dugaan Pengelembungan Tagihan Utang PT Hitakara
Selain itu, Billy menambahkan bahwa sebelumnya Ivan dan keluarga EN telah menandatangani surat perdamaian yang hingga saat ini belum pernah dicabut oleh Ira atau Wardanto. “Setahu saya, surat perdamaian itu masih berlaku,” ujar Billy.
Namun, belakangan muncul laporan polisi yang menyebutkan bahwa terdakwa telah dilaporkan. Billy menjelaskan bahwa laporan tersebut berasal dari pihak sekolah, bukan dari EN, siswa yang diminta menggonggong. Dalam dakwaan, jaksa juga menyebutkan bahwa Ivan tidak hanya melakukan perundungan terhadap EN, tetapi juga menghina seorang guru, Lasarus Setyo Pamungkas, dengan sebutan binatang.
Tukang Service HP
Terpisah JPU Galih Riana Putra Intaran saat disingung terkait profesi terdakwa yang mengaku sebagai Tukang Servis Hand Phone. ” iya benar saat diperiksa juga ngakunya tukang servis Hand Phone, mas,” kata JPU Galih selapas sidang PN Surabaya.
Baca juga :
Edarkan Narkoba, Oknum Anggota Polri dan Pengacara Dituntut 7 Tahun Penjara
Diketahui berdasarkan surat dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), disebutkan bahwa terdakwa Ivan terlibat perselisihan dengan Lasarus saat hendak memasuki sekolah di Jalan Kedung Tarukan.
Ivan berniat untuk bertemu dengan kepala sekolah guna menyelesaikan masalah antara anaknya, EX, dengan korban EN. Namun, kedatangan Ivan sempat dihadang oleh Lasarus dan beberapa orang dari pihak sekolah.
Perasaan emosi Ivan membuatnya mendekati Lasarus dengan sangat dekat dan mengucapkan beberapa kalimat yang bernada keras. “Dia bahkan mengumpat dengan menyebut Lasarus sebagai anjing,” ujar JPU Widnyana dalam persidangan.
Baca juga :
Yulius Sales PT Emitraco Transportasi Divonis 23 Bulan Bui, Pengacara : Tidak Adil
Akibat umpatan tersebut, Ivan terlibat perdebatan sengit dengan pihak sekolah, termasuk Lasarus. Situasi pun semakin memanas.
Keributan bermula pada Senin, 21 Oktober 2024, ketika Ivan bersama temannya, Dave, serta anaknya, EX, datang ke sekolah untuk mencari EN, yang sebelumnya menyebut EX sebagai anjing pudel. Saat bertemu dengan EN, Ivan meminta agar siswa tersebut meminta maaf, bersujud, dan menggonggong sebanyak tiga kali di hadapan orangtua EN, Ira Maria dan Wardanto, serta orang-orang yang berkumpul di tempat itu.
Baca juga :
Direktur PT GTI, Indah Catur Dituntut 3 Tahun Penjara Pengacara sebut Jaksa Tidak masuk Akal
Tidak terima dengan permintaan tersebut, orangtua EN meminta agar anak mereka bangkit dari sujud. Ivan kemudian mengintimidasi Wardanto dengan mendekatkan tubuhnya dan mengangkat dahinya. Keributan tersebut akhirnya dilerai oleh dua petugas keamanan dari Perumahan Pakuwon City yang meminta agar masalah ini diselesaikan di dalam sekolah.
Widnyana juga menambahkan, saat dilakukan mediasi oleh kepala sekolah, Ivan tetap bersikukuh agar EN meminta maaf dengan cara yang diminta, yakni bersujud dan menggonggong tiga kali. Orangtua EN, Ira dan Wardanto, yang merasa terancam, akhirnya meminta anak mereka untuk menuruti kemauan Ivan.
Baca juga :
Pengacara Rolland E Potu: Awas Jebakan Website Judi, Pemberantasan Harus dari Hulu ke Hilir
Hasil pemeriksaan psikologis forensik yang dilakukan di RS Bhayangkara Surabaya menunjukkan bahwa korban EN mengalami trauma. “Pada diri anak tersebut, kini muncul gejala psikologis seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma. Kondisi ini menghambat aktivitas sehari-harinya,” kata JPU Widnyana.
Berdasarkan kejadian tersebut, Ivan didakwa dengan Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 76 C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, ia juga didakwa dengan Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP karena menghina guru Lasarus dengan sebutan anjing.(tio)