Menyoal Pemilihan Kepala Desa Dipilih Melalui Mekanisme Parpol
Oleh : Hananto Widodo
mediamerahputih.id I Pimpinan Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengusulkan agar Kepala Desa dipilih menggunakan mekanisme partai politik (Parpol). Menurut Doli, kompetisi Pilkades sejatinya lebih sengit hingga tak jarang menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, Doli berpendapat agar pemilihan tidak hanya pada level Presiden, DPR dan Kepala Daerah, tetapi juga sampai level Pilkades.
Usulan ini tentu menarik, tetapi bukan berarti usulan ini dapat diterima secara politik. Tentu banyak pro dan kontra terkait ini. Bagaimanapun juga praktik pilkades merupakan praktik yang cukup lama, bahkan pilkades yang menggunakan mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat di desa lebih dulu dilakukan oleh desa, dibandingkan pemilihan umum Presiden/Wapres dan Kepala Daerah.
Baca juga:
Setiap usulan yang dapat mengubah suatu tatanan yang sudah mapan tentu tidak bisa dilakukan secara serampangan. Secara politik, tentu usulan dari Ahmad Doli Kurniawan ini akan disambut secara antusias oleh para politisi, karena politisi tentu berharap mereka akan lebih mengakar di masyarakat. Secara hukum, tentu usulan ini akan memiliki dasar hukum, jika usulan ini kemudian disepakati dalam sebuah perubahan terhadap UU Desa. Namun, apakah secara sosiologis usulan ini akan diterima oleh masyarakat desa ?
Selama ini, Calon Kepala Desa yang maju dalam kontestasi Pilkades melalui jalur perseorangan. Artinya, mereka tidak diusung oleh parpol atau gabungan parpol seperti layaknya calon kepala daerah. Meskipun, tidak dapat dipungkiri, secara politik Kepala Desa juga berafiliasi dengan parpol, namun bukan berarti mereka akan nyaman jika mekanisme Pilkades melalui Parpol sebagaimana Pilkada atau Pilpres.
Baca juga:
Secara ketatanegaraan, Pilkades melalui mekanisme parpol tidak sesederhana yang kita bayangkan. Tentu terjadi perubahan yang cukup fundamental, jika Pilkades dipilih melalui mekanisme parpol. Paling tidak ada lima alasan mendasar kenapa jika Pilkades dipilih melalui mekanisme parpol, maka akan terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam sistem ketatanegaraan di desa.

Pertama, Penentuan Calon Kepala Desa akan ditentukan oleh parpol. Tentu ini bukan sesuatu yang baik jika mekanisme penentuan Calon Kepala Desa oleh Parpol. Karena selama ini, penentuan Calon Kepala Desa ditentukan oleh Calon sendiri yang berkehendak untuk maju sebagai Calon Kepala Desa. Tentu akan ada pertanyaan lanjutan, bagaimana jika dibuka dua jalur sekaligus, yakni melalui jalur parpol dan jalur perseorangan seperti dalam Pilkada ? Jika dibuka dua jalur, maka tentu memiliki implikasi politik yang tidak baik, manakala para Calon berkehendak untuk maju melalui jalur perseorangan. Jika mayoritas para Calon Kepala Desa ini berkehendak untuk maju melalui jalur perseorangan, lalu bagaimana dengan fungsi parpol ?
Baca juga:
Di samping itu, selama ini pasangan Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah tidak diusung semata-mata oleh parpol di Tingkat daerah, tetapi mereka harus menunggu rekomendasi dari Ketua Umum dan Sekjen dari parpol pusat, sehingga menjadi ribet jika mekanisme seperti ini juga digunakan dalam kontestasi Pilkades.
Kedua, jika pemilihan Kepala Desa melalui mekanisme parpol, maka sebagaimana dalam Pilpres dan Pilkada, maka harus ada Wakil Kepala Desa. Artinya parpol akan mengusung Calon Kepala Desa dan Calon Wakil Kepala Desa. Apakah keberadaan Wakil Kepala Desa itu penting ? Jika kita bandingkan dengan Wapres dan Wagub/Wabup/Wawali, maka keberadaan Wakil Kepala Desa sangat tidak diperlukan. Mengapa selama ini Wakil Kepala Desa tidak diperlukan ? Karena wilayah dari desa yang cukup terjangkau, sehingga tidak diperlukan Wakil Kepala Desa. Keberadaan Wakil Kepala Desa malah berakibat pada ketidak efektifan dan efisien penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Baca juga:
Ketiga, perubahan terhadap mekanisme Pilkades melalui mekanisme parpol tentu juga berakibat pada perubahan mekanisme pemilihan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga yang sebelumnya dipilih melalui mekanisme perseorangan (distrik) menjadi dipilih melalui parpol. Tentu akan ada mekanisme penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) oleh parpol. Memang secara hukum, kepengurusan parpol itu mulai Tingkat pusat hingga Tingkat desa. Namun, apakah tidak menjadi ribet jika parpol harus melakukan pekerjaan berupa penyusunan daftar calon anggota BPD, sedangkan selama ini tanpa keterlibatan parpol masyarakat desa mampu untuk menangani sendiri ?
Di samping itu, keberadaan BPD akan sangat menentukan konstelasi Pilkades jika Pilkades dipilih melalui mekanisme parpol. Tentu jika menggunakan mekanisme parpol juga pasti akan mengadopsi sistem Pilkada, di mana pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah akan sangat ditentukan berdasarkan ambang batas suara atau kursi (threshold) di DPRD. Dengan demikian, parpol yang dapat mengusung Calon Kepala Desa adalah parpol yang memenuhi syarat threshold baik berdasarkan kursi di BPD atau suara sah parpol di Tingkat desa.
Baca juga:
Keempat, dengan adanya Pilkades yang menggunakan mekanisme melalui parpol, maka harus ada penyelenggara pemilu yang independent di level desa, baik itu KPU maupun Bawaslu. Tentu akan ada yang bilang, kalau KPU dan Bawaslu yang menyelenggarakan Pilkades itu bersifat ad hoc. Namun, ada kemungkinan akan dibentuk KPU dan Bawaslu secara permanen jika Pilkades dilaksanakan melalui mekanisme parpol. Apalagi, Pilkades dilaksanakan secara serentak di tiap-tiap kabupaten.
Kelima, tentu akan terjadi perubahan terkait siapa yang berwenang untuk menangani perselisihan hasil pilkades, jika Pilkades dipilih melalui mekanisme parpol. Selama ini penyelesaian sengketa Pilkades diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan dipilih melalui mekanisme parpol, maka sengketa Pilkades kemungkinan besar akan diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, seperti sengketa Pilkada selama ini. Jika ini yang terjadi, maka dapat dibayangkan, bagaimana ribetnya pelaksanaan Pilkades jika dilaksanakan melalui parpol.
Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya