mediamerahputih.id – Elektabilitas keterpilihan calon presiden atau Capres masih didominasi tiga nama, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Hasil survei terbaru elektabilitas Capres 2024 beberapa lembaga survei mencatat beberapa yang paling berpeluang menang jika Pemilihan Presiden atau Pilpres digelar hari ini.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Prof. Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Swing Voters Anies, Ganjar, dan Prabowo” yang tayang di kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 13 Juli 2023 lalu membeberkan fakta-fakta baru elektabilitas para Capres.
Kendati di tingkat elit PKB memberi dukungan pada Prabowo, namun di akar rumput, massa pemilih partai ini lebih condong memilih Ganjar Pranowo: 41 persen memilih Ganjar sementara memilih Prabowo 27 persen.
SMRC mencatat perbedaan aspirasi elit dan akar rumput PKB ini, kemungkinan terjadi karena wilayah di mana basis PKB adalah Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dominan NU. Sebaba di Jateng wilayah ini merupakan asal dari Ganjar Pranowo dan beririsan dengan basis PDIP.
Saiful juga menjelaskan bahwa pemilih Gerindra sudah sangat solid memilih Prabowo, namun basis partai ini lebih kecil dibanding PDIP.

Baca juga:
Anies-AHY Berpeluang Menjadi Primadona Bila Diusung Pada Pilpres 2024
Menurutnya, Prabowo sangat terbantu oleh pemilih Demokrat dan Golkar yang membuat banyak pemilih Prabowo yang kurang mantap karena berasal dari partai yang berbeda.
Massa pemilih Golkar bisa goyah karena elitnya belum memutuskan akan mendukung siapa. Namun, secara resmi partai Demokrat mendukung Anies, tapi belum ada kepastian apakah harapan bahwa ketua umumnya bisa menjadi calon wakil presiden Anies bisa terwujud atau tidaknya.
Disatu sisi pemilih Demokrat kurang mendukung Ganjar karena tidak punya sejarah partai ini mendukung calon dari PDIP. Hasil survei SMRC, lanjut Saiful, yang dilakukan pada Mei 2023 itu menunjukkan secara umum ada 33 persen yang menyatakan masih sangat atau cukup besar kemungkinan untuk mengubah pilihan presiden.
Sementara yang menyatakan kecil atau sangat kecil kemungkinan untuk mengubah pilihan sebesar 64 persen, masih ada 3 persen yang belum menjawab.
Baca juga:
NasDem Umumkan Anies Baswesan Jadi Capres untuk Pemilu 2024
SMRC mencatat dalam sejarah pemilihan presiden langsung di Indonesia, selisih suara antar-calon tidak pernah terlalu besar, kecuali dalam Pilpres 2009. Ketika itu, Susilo Bambang-Yudhoyono mendapatkan suara sekitar 60 persen, sisanya dibagi oleh dua lawannya. Selisihnya sekitar 20 persen.
Sementara dalam dua pilpres terakhir, selisih suara hanya sekitar 5 sampai 10 persen. Karena itu, menurut Saiful, angka 33 persen yang menyatakan mungkin akan berpindah pilihan itu besar. Kalau angka 33 persen tersebut cenderung pada calon tertentu, pengaruhnya akan siginifikan. Namun jika berubahnya proporsional, pengaruhnya tidak akan besar.
“Jika perbedaan pemilih kuat dan lemah signifikan di masing-masing calon, maka perubahan-perubahan atau suara swing akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perolehan akhir dalam kontestasi ini,” ujar Saiful seperti dikutip siaran persnya.
Pada calon presiden mana lebih banyak pemilih yang mantap dan yang lemah tersebut Survei ini menunjukkan pemilih kuat pada Ganjar 73 persen, Anies 61 persen, dan Prabowo 59 persen.
Saiful menuturkan ada selisih yang signifikan antara pemilih kuat pada Ganjar dengan Anies dan Prabowo. Sementara pemilih kuat Anies dan Prabowo kurang lebih sama. Selisih pemilih kuat Ganjar dengan Anies sekitar 12 persen, signifikan secara statistik.
Sementara selisih pemilih kuat Ganjar dengan Prabowo sekitar 14 persen. Artinya, pemilih yang mantap lebih besar dan signifikan pada pemilih Ganjar Pranowo dibanding pada pemilih Anies dan Prabowo.
Sementara pemilih yang besar kemungkinan mengubah pilihan atau pemilih lemah pada Ganjar hanya 26 persen, Anies 34 persen, dan Prabowo 39 persen. Jika dilihat dari perbandingan ini, maka pemilih yang lebih dinamis ada pada Prabowo.
Baca juga:
Anies sebut Pilkada Menang Utang selesai, Masuk Pemerintahan Tak Bermain Proyek
Misalnya jika dilihat dari aspek partai yang mendukung Prabowo adalah Gerindra dengan kekuatan di parlemen nomor tiga, lebih kecil dibanding PDIP. Karena itu, pendukung Prabowo umumnya datang dari partai-partai yang lain. Mereka umumnya adalah pendatang baru untuk Prabowo. Menjadi logis kalau pilihannya belum mantap.
“Mereka pemilih akan menunggu perkembangan apakah akan semakin nyaman mendukung Prabowo atau tidak. Hal yang sama terjadi pada Anies. Dia belum menjadi kader partai tertentu dan belum terlihat memiliki preferensi untuk menjadi anggota partai tertentu,” tutur guru besar ilmu politik UIN Jakarta tersebut.
Indikator Politik Nasional (IPN)
IPN merilis hasil survei terkait elektabilitas calon presiden yang diprediksi akan tampil dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024, kemarin. Hasilnya, Prabowo Subianto unggul atas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Survei itu digelar pada 17 hingga 27 Juni 2023 dengan melibatkan 1.200 responden. Dengan sample survei dipilih secara acak dengan metode multistage random sampling. Yakni dengan metode survei dilakukan dengan wawancara langsung atau direct interview dengan bantuan kuesioner. Adapun margin of error survei +/- 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95%.
Para responden ditanyakan pertanyaan ‘seandainya Pemilihan Presiden dilaksanakan hari ini dan hanya diikuti oleh tiga calon, siapakah yang akan anda pilih?’. Hasil survei menunjukkan Prabowo mendapatkan elektabilitas tertinggi dengan 42,3%.
Hasil survei elektabilitas Capres 2024 versi IPN:
Prabowo Subianto 42,3%
Ganjar Pranowo 37,4%
Anies Baswedan 17%
TT/TJ 3,3%
Ike Sihotang, peneliti senior IPN mengatakan hasil survei tersebut menujukan Prabowo Subianto masih tidak tergoyong di posisi pertama sebagai capres yang paling banyak dikehendaki responden.
“Dalam simulasi 3 besar, Prabowo masih tidak bergeming dari posisi pertama dengan perolehan dukungan 42,3%,” kata Ike saat memaparkan survei, Senin (10/7/2023).
Kemudian disusul oleh Ganjar Pranowo dengan 37,4% dan posisi ketiga oleh Anies Baswedan dengan 17% dukungan
Elektabilitas Cawapres
SMRC merilis perihal sosok bakal calon wakil presiden (bacawapres) yang bisa membuat Ganjar lebih kompetitif dalam pemilihan presiden (pilpres) tahun depan. Namun belum ada bacawapres yang berkontribusi positif kepada elektabilitas bacapres yang juga kader PDIP tersebut.
Demikian temuan survei SMRC sebagaimana yang disampaikan Prof. Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Siapa Cawapres Ganjar Pranowo?” yang tayang di kanal YouTubeSMRC TV, Kamis (6/7/2023).
Baca juga:
Mengintip Peluang Duet Anies-AHY atau Anies-Khofifah di Pilpres 2024?
Dalam survei nasional SMRC pada Mei 2023, dilakukan simulasi beberapa tokoh yang kemungkinan menjadi bacawapres Ganjar. Di antara nama-nama bacawapres Ganjar sekarang lebih definitif karena didukung satu partai (PDIP) yang bisa mengajukan calon sendiri.
“Meski Prabowo, di survei cukup kompetitif, tapi belum definitif karena partai yang mendukungnya masih membutuhkan partai lain. Pun juga Anies Baswedan karena itu dipertimbangkan siapa bakal calon wakil untuk Ganjar yang paling bisa membantu dia mengalahkan lawan-lawannya,” terangnya.
Lawannya adalah pasangan yang banyak dibicarakan dan sudah menjadi anggota Koalisi Perubahan dan Koalisi Gerindera dengan PKB. SMRC menilai Saiful menyatakan walaupun belum diputuskan, tapi aspirasi yang sangat logis dari PKB bahwa mereka menginginkan Muhaimin Iskandar menjadi cawapres Prabowo.
Pada Demokrat juga menginginkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi wakil Anies. Jika posisinya seperti ini, prediksi kekuatan elektabilitas Ganjar seperti apa ketika dipasangkan dengan Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Khofifah Indar Parawansah, Mahfud MD, Sandiaga Uno, Said Aqil Siroj, dan mungkin juga dipasangkan Yahya Cholil Tsaquf.
Sosok Airlangga logis dipertimbangkan menjadi bacawapres Ganjar karena merupakan ketua partai terbesar kedua di parlemen, yakni Golkar. Amanat partai Golkar saat ini agar ketua umumnya, Airlangga, bisa menjadi calon wakil presiden.
Sementara Erick sudah dibicarakan akan menjadi calon wakil Ganjar atau dengan Prabowo. Nama Khofifah juga dipertimbangkan karena posisinya sebagai gubernur Jawa Timur dan Ganjar perlu menang di Jawa Timur secara meyakinkan jika ingin menang di pilpres ini karena Jatim adalah provinsi terbesar kedua setelah Jawa Barat.
Sosok Mahfud MD juga banyak dibicarakan oleh para elite politik dan media. Setahun terakhir Mahfud juga cukup menonjok karena berbagai kasus yang dia respons kaitannya dengan penegakan hukum juga sebagai menteri senior.
Untuk Sandiaga sejak bergabung dengan PPP dan partai tersebut menginginkan, Sandiaga menjadi calon wakil Ganjar. Said adalah mantan ketua PBNU. Posisi ini penting dipertimbangkan mengingat kebiasaan atau tradisi rekrutmen politik yang dilakukan PDIP dalam pemilihan presiden. Yahya sendiri adalah tokoh atau Ketua PBNU sekarang.
Bagaimana respons masyarakat terhadap simulasi ini? Kalau Ganjar berpasangan dengan Airlangga melawan Prabowo-Muhaimin dan Anies-AHY, Ganjar-Airlangga mendapatkan suara 33,2 persen; Anies-AHY 23,3 persen; Prabowo-Muhaimin 31,1 persen; dan tidak jawab 12,4 persen.
Saiful menuturkan bahwa jika berpasangan dengan Airlangga, suara Ganjar seimbang dengan Prabowo-Muhaimin. Perbedaannya dalam rentang margin of error (3,1 persen). Karena itu, lanjut Saiful, kedua pasangan ini seimbang. Sementara suara Ganjar-Airlangga dengan Anies-AHY memiliki selisih signifikan, sekitar 10 persen atau di atas dua kali margin of error.
Jika berpasangan dengan Erick, Ganjar mendapatkan suara 32,9 persen; Anies-AHY 22,4 persen; Prabowo-Muhaimin 32,4 persen; dan tidak tahu 12,2 persen. Perolehan suara Ganjar berpasangan dengan Airlangga maupun berpasangan dengan Erick tidak berbeda signifikan. Saiful menyimpulkan bahwa dilihat dari preferensi pemilih, berpasangan dengan Airlangga atau Erick tidak ada bedanya untuk Ganjar.
Namun bila dipasangkan dengan Khofifah, Ganjar mendapatkan 31,2 persen; Anies-AHY 23,9 persen; Prabowo-Muhaimin 32,8 persen; dan tidak tahu 12 persen. Berpasangan dengan Mahfud, suara Ganjar menjadi 33,3 persen; Anies-AHY 24,5 persen; Prabowo-Muhaimin 30,1 persen; dan tidak tahu 12,2 persen.
Tapi hasil survei ini menunjukkan perolehan suara atau angka absolut misalnya Ganjar-Mahfud lebih besar dibanding Prabowo-Muhaimin, tetapi perbedaan tersebut hanya sekita 3,2 persen. Angka tersebut kurang dari dua kali margin of error. Artinya, tidak bisa dikatakan bahwa Ganjar-Mahfud unggul melawan Prabowo-Muhaimin.
“Memang secara statistik, yang harus dikatakan adalah tidak ada perbedaan suara signifikan terhadap dua pasangan ini,” tandas Saiful.
Hal yang sama terjadi pada simulasi Ganjar dengan tokoh lain. Jika dipasangkan dengan Sandiaga, suara Ganjar menjadi 33,9 persen; Anies-AHY 23,1 persen; Prabowo-Muhaimin 30,7 persen; dan tidak tahu 12,3 persen.
Dipasangkan dengan Said, dukungan pada Ganjar menjadi 30,5 persen; Anies-AHY 23,7 persen; Prabowo-Muhaimin 32,7 persen; dan tidak tahu 13,1 persen. Sementara jika berpasangan dengan Yahya, suara Ganjar menjadi 29,9 persen; Anies-AHY 24,4 persen; Prabowo-Muhaimin 33,3 persen; dan tidak tahu 12,4 persen.
Singgung survei pada Pilkada DKI Jakarta 2017
Capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyinggung sejumlah lembaga survei rajin merilis hasil elektabilitas calon presiden yang hampir bersamaan setiap minggunya.
Anies mempertanyakan tujuan dari mengungkap hasil survei dalam waktu yang berdekatan itu.
“Surveinya sering sekali sekarang ini. Jadi saya kadang-kadang mikir, ini survei memotret opini atau survei membentuk opini ya? Karena kok tiap minggu gitu ada,” tutur Anies di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5) seperti dikutip cnnindonesia.com
Hasil sejumlah lembaga survei itu menempatkan tingkat elektabilitas Anies lebih kecil dibanding dua bakal capres lainnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Namun Anies memilih untuk tidak memusingkan hal survei tersebut.
Anies kemudian menyinggung hasil survei pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu juga kerap menempatkan dirinya di posisi ketiga, kalah dari Basuki Tjahaja Purnama maupun Agus Harimurti Yudhoyono. Namun saat itu, justru ia yang keluar sebagai pemenangnya.
“Jadi bagi kami ini adalah suatu perjalanan. Tentu harus kerja keras, tapi kami terbiasa dengan berada di posisi nomor tiga, dulu juga begitu,” ucap Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini.
Menurut Anies hasil survei yang menempatkan dirinya di bawah Ganjar dan Prabowo justru harus dilihat sebagai pemicu untuk bekerja lebih keras lagi. “Jadi saya melihat ini sebagai pemicu untuk kita bekerja lebih keras, menjangkau semua, dan mengajak untuk berkompetisi dalam rekam jejak, rekam gagasan, dan rekam karya,” jelasnya.
Berdasarkan hasil sejumlah survei, elektabilitas Anies berada di urutan ketiga sebagai bakal capres 2024. Hasil survei Charta Politica misalnya yang dilakukan awal Mei Elektabilitas tertinggi adalah Ganjar Pranowo dengan 34,6 persen. Diikuti Prabowo Subianto 28,1 persen, lalu Anies Baswedan 21,4 persen.
Hasil survei SMRC periode 30 April-7 Mei kurang lebih sama. Ganjar mendapat dukungan terbanyak 39,2 persen, disusul Prabowo 32,1 persen, dan Anies 19,7 persen.
Sementara dalam survei LSI Denny JA, elektabilitas Prabowo unggul dengan 33,9 persen. Diikuti Ganjar 31,9 persen dan Anies 20,8 persen.
Anies sendiri telah diusung Partai Demokrat, NasDem dan PKS yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Namun Anies belum menentukan cawapres yang akan mendampinginya.(red/net)