Zona Merah Penelitian Indonesia dan Evaluasi Paradigmatik
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
mediamerahputih.id | Jika fungsi gelar akademik pada ranah perpolitikan (khususnya bukan karir) dapat tergantikan oleh alasan substansial, semisal peran atau kontribusi seseorang pada bidang tertentu atau pembangunan nyata di tengah-tengah masyarakat sehingga mendapat gelar kehormatan senilai akademik, maka peran perguruan tinggi dapat diperkuat pada sisi penelitian ilmiah. Namun jika kontribusi perguruan tinggi yang sekaligus juga adalah tonggak dalam bidang penelitian ternyata berada pada zona merah maka penelitian peran perguruan tinggi pada kondisi urgensi evaluasi.
Klasifikasi zona merah yang dapat berpengaruh pada kualitas, integritas dan kontribusi hasil penelitian tersebut di berbagai sektor kehidupan manusia. Sebab sains adalah tonggak modernitas, keilmiahan suatu zaman dapat diukur pada komitmen atasnya. Maka penelitian ilmiah yang diakomodir perguruan tinggi sudah semestinya memperhatikan. Sebagai suatu sumber terpercaya di zaman ini, hasil penelitian yang memenuhi standar dapat menjadi acuan.
Baca juga :
Posisi zona merah oleh lembaga penetian internasional yang dikeluarkan baru-baru ini patut menggelisahkan. Jika sudah tidak, maka bukan hanya sistem di perguruan tinggi yang perlu dievaluasi, namun paradigma modernitas berikut standar dan tolok ukur majunya suatu peradaban sama-sama berada pada posisi perlu dievaluasi.

Sebelum terus tumbuh dan berkembang, penggalian pemikiran secara sistematis, komprehensif dan holistik menjadi perlu. Sebab bukan hanya ancaman kesia-siaan dari usaha penelitian, namun juga pemborosan dan berbagai kemudharatan lainnya menjadi hasilnya. Sebelum lebih lanjut, kesungguhan dalam menanggapi laporan tersebut sekali lagi amatlah penting.
Baca juga :
Memungkinkan Evaluasi Paradigmatik
Suatu terobosan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada era kepemimpinan M. Nuh yang memisahkan antara payung pendidikan atau afiliasi kelembagaan perguruan tinggi keagamaan dengan yang bukan keagamaan. Perguruan tinggi keagamaan dibedakan sebagaimana dalam format di atas tersebut berpengaruh secara signifikan meliputi setiap kebijakan terhadap masing-masing perguruan tinggi.
Sebarapa kuat pengaruhnya dalam perkembangan pemikiran tentu membutuhkan penelitian tersendiri, namun jelas kebijakan tersebut memberi pengaruh. Belakangan banyak metode keilmuan yang dikemukakan di kalangan tradisi keilmuan keagamaan. Tidak bersifat antipati terhadap saintisme maupun rasionalisme yang menjadi ciri khas modernitas, namun juga senantiasa berusaha mencari kebenaran dan mengedepankan kebijaksanaan dan keadilan.
Baca juga :
Seperti Apa Budaya Etika seorang Muslim? Begini menurut Dalil Al-Quran
Sebagaimana semangat awal lahir hingga berkembangnya ilmu dan/atau pengetahuan, usaha untuk menuju kebaikan adalah cita-citanya tertinggi. Paradigma keilmuan keagamaan justru lebih ketat dalam metode dan tujuan dan ruang lingkup lebih dalam. Khususnya dalam tradisi keilmuan Islam, bukan hanya sumbernya bersifat jelas namun juga harus terpercaya dan tidak bertentangan baik dengan kenyataan, pemikiran maupun matan atau isi dari ilmu tersebut satu sama lain.
Baca juga :
Keilmuan khas Islam sebagaimana digambarkan di atas membawa konsekuensi pada pengalaman dalam kehidupan. Sosok yang berilmu tentu tidak dapat menyandang sebagai yang berilmu dengan mengabaikan sepenuhnya keilmuan yang disampaikan. Suatu paradigma yang sungguh telah lama terbangun, namun kini justru nampak tersamarkan oleh selainnya yang justru mentradisi dalam keilmuan di Indonesia yang tentu berpengaruh signifikan terhadap persoalan penelitian, entah kenapa.
Penulis adalah Penerasi Jogja Sumatera