Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Sudut OpiniNasional

Antara Presiden Dan Ketum Parpol

759
×

Antara Presiden Dan Ketum Parpol

Sebarkan artikel ini
antara-presiden-dan-ketum-parpol
Dukungan Presiden Prabowo terhadap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa tengah Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen menuai kritikan dari berbagai kalangan I MMP I tangkapan layar video I ist

Antara Presiden Dan Ketum Parpol

Oleh : Hananto Widodo

mediamerahputih.id I Dukungan Presiden Prabowo terhadap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa tengah Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen menuai kritikan dari berbagai kalangan. Menanggapi video dukungan Prabowo terhadap pasangan calon ini, istana langsung bereaksi. Hasan Nasbi langsung berkomentar bahwa dukungan Prabowo terhadap pasangan calon ini bukan kapasitasnya sebagai Presiden, tetapi sebagai Ketua Umum Partai Politik (Ketum Parpol ) Gerindra.

Masuk akalkah pembelaan yang dilakukan oleh Hasan Nasbi tersebut ? Bagaimana cara menilai, apakah Prabowo itu bertindak atas nama Presiden atau atas nama Ketua Umum Parpol ? Inilah yang menjadi problem ketika seorang Presiden juga menjabat sebagai pimpinan Parpol. Kita tentu ingat dengan pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy “Loyalty to my party ends when loyalty to my country begins.”

Baca juga:

Menyoal Pemilihan Kepala Desa Dipilih Melalui Mekanisme Parpol

Bagaimana seorang Presiden bisa mengakhiri loyalitasnya pada parpol ketika dia menjadi pimpinan parpol ? Tentu jawabannya adalah tidak mungkin. Apalagi secara praktik ketika pimpinan parpol di Indonesia menduduki jabatan public, maka pejabat public justru memiliki legitimasi yang kuat dibandingkan yang bukan berasal dari parpol.

Oleh karena itu, jika yang menjadi pejabat publik bukan dari parpol, tetapi jabatan itu harus mendapat dukungan dari parpol, maka pejabat public harus tunduk pada parpol pendukungnya. Kita tentu ingat dengan perlakuan Megawati terhadap Presiden Jokowi yang mengatakan kalau Jokowi adalah petugas partai. Dengan demikian, mau tidak mau jika yang menjadi Presiden berasal dari parpol pasti dia tidak akan bakal melepaskan jabatannya sebagai pimpinan parpol.

Baca juga:

Antara Pelantikan Dan Pengucapan Sumpah Presiden/Wapres

Pertanyaannya apakah seorang Presiden baik kapasitasnya sebagai Presiden maupun sebagai Ketum Parpol boleh melakukan kampanye ? Secara logika Presiden boleh melakukan kampanye jika itu untuk dirinya sendiri apabila dia mencalonkan lagi sebagai Capres. Kalau dia mengkampanyekan pihak lain, seperti pasangan calon Kepala Daerah tentu secara etika tidak dapat dibenarkan.

antara-presiden-dan-ketum-parpol
                                                                                     Hasan Nasbi I MMP I ist

Presiden tentu harus berdiri di atas semua golongan dan tidak boleh memihak salah satu paslon. Namun, bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa dukungan Prabowo terhadap Ahmad Luthfi-Maimoen bukan merupakan bentuk kampanye. Boleh saja orang mengatakan demikian, tetapi substansi dari Presiden yang menyatakan dukungannya terhadap salah satu pasangan calon ini dapat memengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihannya.

Baca juga:

Bolehkah Mengkampanyekan Surat Suara Kosong?

Pernyataan dukungan Presiden terhadap salah satu pasangan calon dapat dimaknai sebagai perintah kepada jajaran ASN yang ada di daerah dan ini yang harus diantisipasi. Sangat sulit bagi Bawaslu untuk memeriksa Presiden yang dianggap melakukan pelanggaran Pilkada, tetapi Bawaslu dapat mengantisipasi agar dukungan Prabowo terhadap Ahmad Luthfi-Maimoen tidak berdampak pada independensi dan netralitas ASN di Jawa Tengah.

Jika pimpinan ASN di Jawa Tengah memaknai dukungan Prabowo sebagai perintah untuk mendukung salah satu pasangan calon, maka Bawaslu harus segera bergerak untuk menanggulanginya. Bawaslu bisa dengan massif terus mengingatkan jajaran ASN untuk terus bersikap netral. Bawaslu akan sulit untuk memeriksa Prabowo yang diduga melakukan dukungan pada salah satu pasangan calon.

Baca juga:

Kontroversi Jokowi di Penghujung Jabatan

Ada tiga alasan kenapa Bawaslu akan kesulitan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Prabowo. Pertama, pemeriksaan terhadap Prabowo tidak akan memiliki akibat hukum, karena jika Prabowo melakukan tindakan yang melanggar konstitusi yang berwenang untuk menindaklanjuti adalah DPR. Pertanyaannya, mungkinkah DPR akan menggunakan hak interpelasi untuk meminta keterangan terhadap Prabowo ? Jawabannya tentu tidak mungkin, karena konfigurasi politik di DPR dikuasai oleh parpol pendukung Prabowo. Kedua, akan terjadi ewuh pakewuh jika Bawaslu memeriksa seorang Presiden. Ketiga, pernyataan Prabowo ini hanya akan dianggap sebagai pernyataan semata, apabila pernyataan ini tidak ditindaklanjuti oleh aparat di daerah.

Apabila terjadi sengketa hasil pilkada di MK, biasanya bentuk dukungan Presiden terhadap salah satu pasangan calon akan dijadikan alasan bagi pihak yang kalah untuk membatalkan hasil yang ditetapkan oleh KPUD. Jika bentuk dukungan Presiden yang dijadikan alasan untuk menggugat hasil Pilkada, maka biasanya alasan pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif (TSM) yang akan diajukan oleh pihak yang kalah. Namun, dalil pelanggaran TSM tidak bisa jika hanya bisa didalilkan secara parsial.

Baca juga:

Menyoal Penjabat Kepala Daerah Yang Akan Maju Pilkada

Jika dukungan Presiden terhadap salah satu pasangan calon ini dijadikan dalil tanpa bisa membuktikan pergerakan aparat di daerah untuk melakukan pemenangan terhadap salah satu pasangan calon, maka pemohon atau pihak yang kalah hanya bisa mendalilkan unsur terstrukturnya saja, tanpa bisa membuktikan unsur sistematis dan massif. TSM itu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Artinya ketiga unsur itu harus bisa didalilkan sebagai satu kesatuan yang saling terkait.

Sebenarnya langkah yang bisa dilakukan untuk menetralisir isu yang terlanjur membuat public gaduh adalah dengan Prabowo langsung menyatakan sikap bahwa dia akan bersikap netral terhadap perhelatan Pilkada tahun ini. Jika Prabowo bersedia untuk melakukan konferensi pers dan menyatakan dirinya akan berdiri di atas semua golongan dan menyatakan kalau dukungan terhadap Luthfi-Maimoen bukan merupakan dukungan secara resmi dari dia, maka kepercayaan masyarakat terhadap kontestasi Pilkada serentak yang Luber Jurdil akan terjaga.

Baca juga:

Kontroversi Putusan MA

Tidak bisa dipungkiri, kecurigaan public terhadap intervensi penguasa terkait pemilu dan Pilkada selalu muncul. Sulit untuk membendung intervensi dari penguasa ini, jika intervensi dari penguasa ini terjadi. Bagaimanapun terdapat hubungan hierarkhi antara penguasa pusat dan ASN di daerah yang tidak dapat kita pungkiri. Hubungan hierarkhi ini membuat ASN tidak berdaya jika penguasa pusat melakukan penetrasi hingga ke daerah.

Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *