Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Nasional

YLKI Sebut Syarat Rekrutmen Calon Anggota Komisioner BPKN Diskriminatif

514
×

YLKI Sebut Syarat Rekrutmen Calon Anggota Komisioner BPKN Diskriminatif

Sebarkan artikel ini

seleksi anggota BPKN RI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti proses seleksi calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) periode 2023-2026 terkesan diskriminatif
Ketua YLKI Tulus Abadi menyebut ada beberapa catatan keras terhadap substansi persyaratan rekruitmen calon anggota komisioner BPKN RI yang dinilai terkesan diskriminatif I MMP I ilustrasi seleksi calon anggota BPKN I ist.
mediamerahputih.id I JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti proses seleksi calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) periode 2023-2026 terkesan diskriminatif.

Adapun yang YLKI  soroti yakni saat ini Sekretariat Jenderal Kemendag RI tengah menjaring calon anggota BPKN RI periode 2023-2026, sebagaimana tercantum pada surat Panitia Seleksi No. KP. 03.04/1/Pansel-BPKN/PENG/03/2023 tentang Seleksi Terbuka Pengisian Calon Anggota BPKN Periode 2023-2026.

Baca juga

TPF-BPKN Sebut Depkes, BPOM dan Perusahaan Farmasi Harus Tanggungjawab Terhadap Korban GGAPA

Ketua YLKI Tulus Abadi menyebut ada beberapa catatan keras terhadap substansi persyaratan pada surat dimaksud, yaitu tidak dilakukan secara transparan. Secara umum YLKI memprotes proses seleksi calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) oleh tim seleksi tersebut. Alasannya:

Pertama, nama-nama anggota pansel seharusnya diumumkan secara terbuka dan dipastikan melibatkan unsur eksternal Kemendag, termasuk representasi dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Baca juga

Penguatan Amendemen Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Kedua, persyaratan calon anggota BPKN terkait jenjang pendidikan yang minimal harus strata dua (kecuali unsur pelaku usaha cukup strata satu) merupakan syarat diskriminatif dan terancam menuai gugatan hak uji material ke Mahkamah Agung (MA).

Oleh karena itu, YLKI mendesak Sekjen Kemendag untuk merevisi persyaratan dimaksud, khususnya persyaratan calon dari unsur LPKSM harus berpendidikan S2. Persyaratan tersebut bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Persyaratan ini sama saja akan menghalangi para aktivis perlindungan konsumen dari LPKSM, untuk masuk menjadi anggota BPKN,” tegas Tulus.

Menurutnya, pada konteks spirit perlindungan konsumen adalah spirit pembelaan dan keberpihakan pada hak-hak konsumen.

“Untuk apa jika calon/anggota BPKN berpendidikan S2 atau bahkan S3, tetapi tidak punya etos dan militansi keberpihakan pada perlindungan konsumen di Indonesia,” sindir Tulus.

Seharusnya, sebut ia, syarat kualifikasi pendidikan bagi pelaku usaha itu dengan jenjang S-2 agar mengerti untuk menjadikan hukum normatif Undang-Undang Perlindungan Konsumen dijadikan sebagai Market Conduct  dengan prinsip Good Corporate Governance ( GCG) sehingga produk barang dan/atau jasa yang dipasarkan ke masyarakat tidak merugikan dan menyesatkan konsumennya!

“Ini yang barangkali menyebabkan kalangan pelaku banyak dugaan melanggar UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam pemasaran barang dan/atau jasa secara online (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PMSE) maupun perdagangan secara konvensional yang memperdayakan atau menipu konsumen,” ungkapnya.(ton)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *