Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita Terbaru

TPF-BPKN Sebut Depkes, BPOM dan Perusahaan Farmasi Harus Tanggungjawab Terhadap Korban GGAPA

44
×

TPF-BPKN Sebut Depkes, BPOM dan Perusahaan Farmasi Harus Tanggungjawab Terhadap Korban GGAPA

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

mediamerahputih.id | JAKARTA – Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) atas kasus gagal ginjal akut pada anak. Tim gabungan TPF produk obat menyimpulkan adanya permasalahan serius Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) setelah mengkonsumsi sirup obat yang mengandung etilen glikol dan turunannya diatas ambang batas.

Hal itu terungkap berdasarkan, hasil analisa rapat kesepakatan bersama Tim Gabungan TPF produk obat yang beranggotakan 9 orang terdiri dari unsur LPSK, Kedokteran anak, akademisi, Lembaga Perlindungan Konsumen, Jurnalis, Polri dan BPKN, Rabu (09/11/2022) di Graha BPKN-RI Menteng, Jakarta Pusat.

Anggota TPF-BPKN, Said Sutomo mengatakan bahwa Negara/Pemerintah harus dapat menguasai pasar konvensional, pasar online lokal maupun global. Menurutnya, saat ini perang di era digital bukan di hutan-hutan tapu di pasar-pasar yang selama ini lepas dari kontrol pengawasan dengan bebasnya mengedarkan obat-obatan dan makanan yang berdampak mematikan anak bangsa kita!

“Serangan di sektor inilah sejati yang wajib kita waspadai,” ungkap Said, Sabtu (12/11) malam.

Said sebagai anggota Tim Gabungan Pencari Fakta Produk Obat dari BPKN yang menyebabkan Gagal Ginjal Akut Atipikal (GGAA) bagi anak-anak balita belakangan banyak menelan korban jiwa. Hal inilah yang menggugah pihaknya ingin mengetahui terkait daftar ceklist pengawasan obat-obatan dan makanan sejak dari pra pasar hingga post pasar.

Sehingga kriteria yang digunakan sebagai acuan dasar standar pengawasan dalam penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengawasan baik sebelum beredar dan pengawasan selama beredar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Anggota komisioner BPKN RI Muhammad Said Sutomo | dok

“Sebenarnya kami ingin tahu terutama tentang daftar ceklist pengawasan obat dan makanan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar yang digunakan sebagai standar pengawasan BPOM selama ini,” terang Said.

Lebih lanjut ia merasa terheran kok bisa kandungan Etilen Glikol (EG) dan PEG yang terdapat pada sirup obat bisa lolos menjadi komposisi pengawasan dan mendapat izin edar telah menjadi pegangan konsumen sebagai jaminan keamanan, keselamatan dan kemujaraban obat?

“Jangan sampai informasi selama ini tentang hasil pengawasan dan izin edarnya yang di keluarkan BPOM ternyata menyesatkan publik terutama masyarakat konsumen, malah menelan korban. Ini bisa celaka,” katanya sembari keheranannya kaitanya akan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengawasan BPOM tersebut.

Dengan memaparkan Tugas Pokok Fungsi (Tupoksi), Said menyinggung Institusi publik yang mempunyai tugas pokok mengawasi obat-obatan dan makanan sejak sebelum dan sesudah beredar baik di pasar konvensional maupun pasar online. Padahal, itu berdasarkan UUD 1945 pasal 34 ayat (3) mengamanahkan negara nertanggungjawab penyediaan fasilitas kesehatan dan pelayanan umum yang layak. Dari dasar kelayakannya itu, tentu wajib memberikan jaminan kesehatan rakyat Indonesia.

Adapun syarat kelayakan itu, Said menyebutkan minimal ada tiga yakni Kompetensi SDM, ketersediaan peralatan kesehatan sesuai standar dan selalu dikalibrasi serta Infrastruktur pelayanan yang terjangkau.

“Makanya kami sangat prihatin jika banyak laboratorium dan peralatan kesehatan yang tidak dikalibrasikan secara rutin dan berkala. Negara harus hadir apalagi menjelang even internasional G20 yang salah satu bahasannya adalah ‘Arsitektur Kesehatan Global’,” tandas ia.

Dalam perkara ini, Said menyebut ada dua institusi yang harus bertanggung-jawab terhadap korban Gagal Ginjal Akut Atipikal (GGAA) bagi anak-anak balita pasca mengkonsumsi obat sirup  tersebut yaitu Depkes Pusat/Provinsi, Kota/Kabupaten tak terkecuali struktur di BPOM-nya.

Namun, terkait korelasi dan relevansinya kepada perusahaan farmasi, Said menyinggung sebagai produsen sirup obat harus diminta pertanggung-jawaban terhadap korban GGAPA karena di UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen ada sanksi pidana korporasi dan/atau denda pidana korporasi.

“Menurut pendapat ahli lebih tepat para korban itu bukan karena GGAPA tapi karena keracunan sirup obat yang mengandung EG atau PEG tidak sesuai dengan standar,” tandasnya.

Seperti diketahui kesimpulan rapat Tim Pencari Fakta (TPF) ada enam poin terkait kasus Gagal Ginjal Akut yakni :

1. Tujuan pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) adalah:

– Menindaklanjuti melonjaknya Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak serta untuk memberikan edukasi dan perlindungan pada masyarakat.

– Memberikan bantuan advokasi kepada para korban dan keluarga baik yang masih dirawat maupun yang sudah meninggal dunia.

2. Menurut kesepakatan Tim Pencari Fakta (TPF) tidak ada keraguan lagi bahwa penyebab dari kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) adalah akibat mengkonsumsi sirop obat yang mengandung etilen glikol dan turunannya diatas ambang batas.

3. Dalam upaya antisipasi, Pemerintah perlu melakukan identifikasi dari hulu ke hilir.

4. Tim Pencari Fakta (TPF) akan berkoordinasi dengan LPSK untuk memberikan perlindungan kepada korban maupun saksi Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) untuk membuat terang peristiwa.

5. Tim Pencari Fakta (TPF) akan mendorong pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada korban Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).

6. Tim Pencari Fakta (TPF) sepakat bahwa masalah ini merupakan masalah bersama dan diharapkan pemerintah harus mendorong untuk melakukan perbaikan regulasi dan pengawasan produksi obat dari hulu ke hilir.

Adapun daftar anggota TPF kasus Gagal Ginjal Akut Tim 9 terdiri dari :

1. Dr. Muhammad Mufti Mubarok, S.H., S.Sos. M.Si (BPKN RI)

2. Dr. Maneger Nasution, M.H.,M.A (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)

3. Drs. Charles Sagala., M.M (BPKN RI)

4. Drs. M. Said Sutomo (BPKN RI) 5. Tulus (YLKI)

6. Dr. Pandu Riono, MPH,Ph.D (AKADEMISI)

7. Stefanus Teguh Edi Pramono (JURNALIS)

8. Dr. Yogi Prawira, Sp.A (K) (Ikatan Dokter Anak Indonesia)

9. AKBP Brury Santoso (BAINTELKAM POLRI).

(ton/red)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *