Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Sudut OpiniNasional

Antara Pelantikan Dan Pengucapan Sumpah Presiden/Wapres

902
×

Antara Pelantikan Dan Pengucapan Sumpah Presiden/Wapres

Sebarkan artikel ini
pelantikan-dan-pengucapan-sumpah-presiden

Antara Pelantikan Dan Pengucapan Sumpah Presiden/Wapres

Oleh : Hananto Widodo

mediamerahputih.id I Mulai hari ini, tepat tanggal 20 Oktober 2024 bangsa Indonesia memiliki Presiden dan Wakil Presiden Baru. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik oleh MPR sebagai Presiden dan Wakil Presiden menggantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pelantikan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat juga mengundang perdebatan di kalangan ahli hukum tata negara. Perdebatan ini dipicu antara lain oleh pernyataan Najwa Sihab di media sosial yang mengatakan bahwa MPR seharusnya tidak bisa melantik Presiden dan Wakil Presiden karena MPR sekarang bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi MPR sekarang ini setara dengan lembaga negara lainnya, seperti Presiden, DPR, MA dan lainnya.

Perdebatan ini menarik karena dalam praktik ketatanegaraan pasca perubahan UUD NRI Tahun 1945, kita telah mengalami beberapa kali pelantikan Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh MPR. Mulai dari pelantikan SBY-JK pada tahun 2004, SBY-Boediono pada tahun 2009, Jokowi-JK pada tahun 2014 dan Jokowi- Ma’ruf Amin pada tahun 2019. Lalu mengapa dalam rentang waktu yang cukup panjang itu persoalan istilah pelantikan tidak pernah dipermasalahkan ? Mengapa justru baru sekarang dipermasalahkan ?

Baca juga:

Memperbincangkan Dua Ketetapan MPR

Untuk menjawab itu, maka pertama-tama yang harus kita tengok adalah dasar hukum terkait kewenangan MPR dalam melakukan pelantikan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Dasar hukumnya adalah Pasal 3 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan “Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Pasal 3 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 secara terang benderang menyebutkan kalau istilah yang digunakan adalah “pelantikan,” bukan pengucapan sumpah jabatan.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah sama antara pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan ? Atau apakah pengucapan sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden merupakan bagian dari pelantikan Presiden dan/Wakil Presiden. Kalau kita menggunakan interpretasi sistematis, maka memang pelantikan Presiden dan/Wakil Presiden berisikan sumpah jabatan Presiden dan/Wakil Presiden. Pasal 9 ayat (1) menyatakan “Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.” Oleh karena itu memang antara pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan Presiden dan/Wakil Presiden menurut UUD NRI Tahun 1945 merupakan satu kesatuan.

Baca juga:

Revisi UU Wantimpres Menumpulkan Demokrasi

Secara teoritik memang pelantikan biasanya dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi atau lembaga yang lebih tinggi. Seperti Presiden melantik Menteri atau Gubernur melantik Kepala Dinas. Bahkan Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden, karena Presiden merupakan atasan dalam hierakhi jabatan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

pelantikan-dan-pengucapan-sumpah-presiden

Dengan demikian, sebenarnya bukan persoalan praktik ketatanegaraan terkait pelantikan Presiden dan Wakil Presiden oleh Presiden yang bermasalah, tetapi kewenangan konstitutional MPR yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2) yang bermasalah. Secara praktik, pelantikan biasanya terjadi pada jabatan-jabatan yang diisi melalui mekanisme pengangkatan (appointment), seperti Walikota mengangkat Kepala Dinas di lingkungan Kota di mana Walikota tersebut memiliki kewenangan.

Baca juga:

Kabinet Yang Super Gemuk

Pelantikan biasanya merupakan tindakan hukum administrative yang lebih bersifat deklaratif bukan konstitutif. Artinya pelantikan itu merupakan sebuah penegasan dalam suatu peristiwa hukum, karena pada dasarnya tanpa pelantikan sebenarnya tindakan dari pejabat atasan dalam melakukan pengangkatan terhadap seseorang untuk menempati jabatan tersebut telah sah. Oleh karena itu, tidak ada Keputusan tentang pelantikan seseorang menjadi pejabat, tetapi Keputusan tentang penetapan seseorang sebagai pejabat.

Selama ini, ketika MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden tidak pernah mengeluarkan Ketetapan MPR tentang penetapan seseorang menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Mulai penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih sampai pelantikan hanya dilakukan melalui Keputusan KPU RI dan berita acara pelantikan di MPR. Logika yang digunakan oleh MPR dengan tidak mengeluarkan Ketetapan MPR tentang penetapan seseorang menjadi Presiden dan Wakil Presiden adalah benar. Karena keberadaan Ketetapan MPR tentang penetapan seseorang menjadi Presiden dan Wakil Presiden ini menandakan kalau Presiden dan Wakil Presiden ini dipilih dan diangkat oleh MPR sebagaimana yang dianut dalam UUD 1945 sebelum perubahan.

Baca juga:

Kontroversi Jokowi di Penghujung Jabatan

Namun, logika MPR yang sudah benar ini kemudian akan “dikoreksi,” oleh MPR. Ketua MPR sebelumnya, yakni Bambang Soesatyo pernah berencana untuk menyempurnakan pelantikan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya dengan Ketetapan MPR. Entah apa yang dimaksud dengan menyempurnakan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dengan Ketetapan MPR.

Untuk mempertanyakan tindakan dari MPR untuk menyempurnakan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden melalui Ketetapan MPR, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah cukup Keputusan KPU RI tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih ? Jawabannya tentu cukup, karena ketika pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan sebagai yang terpilih, maka secara administrative itu sudah selesai.

Baca juga:

Kontroversi Jokowi di Penghujung Jabatan

Dengan lahirnya Keputusan KPU tersebut, maka tugas KPU dalam menyelenggarakan pemilu pada tahun 2024 sudah selesai. Proses administrative tentu akan dilanjutkan dengan proses ketatanegaraan berupa pengucapan sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Persoalan istilah pelantikan yang oleh sejumlah kalangan dianggap janggal karena MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, sehingga seharusnya MPR tidak bisa melantik Presiden dan Wakil Presiden, maka persoalan ini hanya bisa diselesaikan dengan melakukan perubahan terhadap UUD 1945.

Jika melakukan perubahan terhadap UUD, maka alangkah baiknya jika dilakukan kajian secara komprehensif, sehingga perubahan yang dilakukan tidak hanya untuk mengubah Pasal 3 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, tetapi juga dilakukan perubahan terhadap beberapa Pasal lainnya yang dianggap dapat membuat sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi semakin baik. Seperti melakukan perubahan terhadap Pasal tentang Dewan Perwakilan Daerah, sehingga Dewan Perwakilan Daerah menjadi lebih berdaya dibandingkan sekarang.

Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *