mediamerahputih.id I Anton Bramianto, seorang warga dari Bale Kambang, Trawas Mojokerto, kembali menjalani pemeriksaan di Pengadilan Negeri terkait kasus penipuan dalam transaksi jual beli tanah di Pakuwon, Surabaya. Dalam kasus ini, terdakwa Anton diduga mencatut nama para pejabat tinggi atau petinggi Polri untuk menipu korban, Neni Sumartik dan Gusti Bagus Sulasna yang merupakan pensiunan anggota Polri, dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. Hal terungkap di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rabu, (29/05/2024).
Terdakwa mengungkapkan bahwa pertemuan awalnya dengan Eni terjadi saat dia menawarkan sebidang tanah di Bulu Lontar, Surabaya, dengan harga Rp 2 juta per meter persegi. Namun, permintaan Eni untuk memberikan uang muka sebesar Rp 250 juta ditolak Anton karena harga yang ditawarkan Eni cenderung rendah, yaitu Rp 1 juta per meter persegi.
Baca juga:
Akhirnya, Neni menyetorkan total sekitar Rp 1,3 miliar melalui transfer bank BRI, dan Anton mengaku telah menggunakan Rp 100 juta dari uang tersebut untuk mengatasnamakan Kapolda dan Wakapolri.
Mengenai kelanjutan transaksi pembelian tanah, Anton menegaskan bahwa pembelian belum terjadi karena belum tercapainya kesepakatan harga, dan uang tersebut belum dikembalikan kepada korban karena telah habis digunakan untuk pembelian emas, motor, dan perjudian online dengan emas dibeli di Mojosari atas nama istri terdakwa, serta digunakan untuk berwisata di Jawa Timur.
Ketika ditanya mengenai pekerjaannya, Anton menjawab, “Saya sopir, Yang Mulia.”
Dalam keterpisahan, penasihat hukum Anton, Hartono, ditanya tentang dugaan adanya aliran uang ke petinggi Polri. Hartono menjelaskan bahwa tuduhan tersebut hanyalah alasan yang dibuat oleh Anton untuk memperoleh uang dari korban, menambahkan bahwa korban sebenarnya diperkenalkan kepada terdakwa oleh seorang teman suaminya.
Baca juga:
Berdasarkan surat dakwaan, kasus ini melibatkan pertemuan untuk tawaran jual beli 7 bidang tanah total 51.030 M2 di Bulu Lontar Surabaya Barat yang diklaim oleh Anton Bramianto sebagai ahli waris tanah Nurhadi (alm). Pertemuan berlangsung di MCD Satelit Surabaya dan KFC Wr. Supratman Surabaya.

Tanah tersebut tercatat atas nama berbagai individu. Pada 3 Maret 2023, Neni Sumartik dan anteknya mendatangi notaris Setiawati Sabarudin untuk memverifikasi keaslian tanah. Verifikasi positif mengarah pada kesepakatan jual beli dengan harga Rp 25 miliar.
Baca juga:
Di Surabaya Belum Terima Laporan Adanya Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius pada Anak
Namun, perjanjian belum terlaksana, Anton Bramianto hilang, dan Rp 3 miliar yang telah dibayar tidak dikembalikan. Neni tidak mengenal atau berkomunikasi langsung dengan beberapa penyidik yang disebut, melainkan melalui Gusti Bagus Sulasana.
Dia mentransfer dana 3 miliar untuk pembelian ini. Saksi dijanjikan keuntungan besar dari penjualan tanah. Ternyata, penerbitan SHM atas tanah ini adalah fiktif karena tidak ada bukti permohonan ke BPN Surabaya. Anton dijerat dengan UU ITE dan TPPU karena tindakannya.
Baca juga:
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 378 KUHP Jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(tio)