Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Pendidikan

Seni Jaranan Kuda Lumping Mencoba Eksis di Tengah Modernisasi

373
×

Seni Jaranan Kuda Lumping Mencoba Eksis di Tengah Modernisasi

Sebarkan artikel ini

Merah Putih | SURABAYA- Kesenian disebut juga suatu keindahan yang dapat di resapi dengan suatu rasa asa dan pikiran. Eksistensi dari kesenian itu sendiri memiliki kontribusi terhadap identitas  peradaban budaya di antara masyarakat luas.

Salah satu wujud dari kesenian yang juga menjadi identitas Budhaya Bangsa juga masyarakat adalah Jaranan Turonggo Seto, dimana kesenian yang biasa disebut jaran kepang atau kuda lumping itu mampu memikat pemerhati kesenian walau dirasa nasibnya kian nungging dan terpontang panting.

Turonggo Seto dulunya merupakan suatu sarana dan prasarana masyarakat  melakukan kegiatan sedekah bumi /apitan yang kemudian dikembangkan menjadi suatu laras kegiatan yang merakyat.

Serta dapat menghibur masyarakat dengan diiringi lantunan lagu khasnya serta gerakan mata terpejam menggeleng-gelengkan kepala dan mengunyah pecahan kaca (beling).

“Turonggo mempunyai artian Jaran (ajaran dan tuntunan) dan Seto mempunyai artian putih. Jadi filosofi dari Turonggo Seto adalah suatu bentuk tumpakkan yang berwarna putih, yang memiliki lambang kesucian,” ujar Tri ibu dari Rinto  penggiat kesenian Kuda Lumping di kota Surabaya, Selasa (01/2/2022).

Untuk berlatih keseharian Kuda Lumping ini, Rinto biasa melakukannya di teras depan rumah jalan Bumiarjo 95 Balai RW 5,dengan musik yang diputar melalui YouTube dengan handphone android serta dapat binaan oleh salah satu paguyuban kesenian jaranan di kota sebelah Sidoarjo, (Candi ).

Kuda Lumping ini mempunyai anggota dari berbagai kalangan baik anak-anak, remaja, sampai orangtua yang masuk pada satu wadah kepengurusan. Kesenian Jaranan ini dinilai mampu  mewujudkan regenerasi muda untuk melanjutkan dan melestarikan kesenian ini, meskipun seiring dengan teknologi kemajuan zaman yang semakin pesat.

“Kuda Lumping ini mempunyai daya saing dan masih tetap eksis sampai sekarang dan tidak akan pernah mati. Walaupun pernah terpontang panting,” imbuh’ Tri.

Pagelaran Kesenian Kuda Lumping ini biasa di agendakan pementasannya untuk digelar pada. Hajatan warga juga memperingati sedekah bumi atau yang dikenal sebagai Apitan oleh masyarakat  selain itu pada 1 suro atau 1 Muharram, kemudian saat memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada bulan Agustus.

Tri mengaku sempat terpontang panting, kurang lebih sudah dua tahun lamanya pandemi Covid-19 menghambat perjalanan kesenian Kuda Lumping ini, akibatnya kesenian ini sementara waktu harus vakum terlebih dahulu dan tidak bisa dipentaskan.

“Sepi mas gak onok sing wani nanggap wedi karo peraturan pemerintah, (Sepi mas tidak ada yang berani mementaskan takut aturan pemerintah),” keluhnya.

“Semoga kesenian Kuda Lumping ,Jaranan Jaran Kepang maupun Bantengan dan lainnya bisa menjadi icon yang baik sekaligus wujud bentuk pelestarian juga penarik minat dari salah satu kebudayaan tradisional di Kelurahan Sawunggaling” cetusnya.(oki)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *