Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
NasionalPolitik

Prabowo dan Tuduhan Pelanggaran HAM

697
×

Prabowo dan Tuduhan Pelanggaran HAM

Sebarkan artikel ini

opini publik

prabowo-dan-tuduhan-pelanggaran-ham

Prabowo dan Tuduhan Pelanggaran HAM

Oleh : Hananto Widodo

Hingga sekarang ini telah muncul tiga kandidat Presiden yang telah diusung oleh gabungan Partai Politik. Ketiga kandidat ini adalah Anies Baswedan yang diusung oleh Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat dan Prabowo Subianto yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PKB serta Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDIP, PPP, Perindo, Partai Hanura. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden selalu paling menarik jika dibandingkan dengan pemilu legislatif baik DPR maupun DPD.

Meskipun sistem pemilu untuk memilih anggota DPR RI dan DPRD memilih menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka, sehingga peran figur lebih diutamakan ketimbang peran parpol, tetapi peran figur dari anggota DPR RI masih kalah menarik dibandingkan dengan peran figur dalam Pilpres. Oleh karena itu, isu-isu terkait dengan persoalan Pilpres lebih banyak berseliweran di publik ketimbang Pemilu legislative.

Tentu masih terngiang di ingatan kita, ketika pada tahun 2014 dan 2019 di mana perhelatan Pilpres selalu dijejali dengan isu-isu yang dapat dikatakan kejam, seperti isu anti agama, pro PKI dan lain sebagainya. Tuduhan-tuduhan seperti itu sebagaimana kita ketahui ditujukan pada Jokowi pada tahun 2014 dan kemudian berulang lagi di tahun 2019. Sedangkan Prabowo juga tidak lepas dari tuduhan-tuduhan yang menyulitkan dirinya.

prabowo-dan-tuduhan-pelanggaran-ham

Jokowi tidak mungkin lagi maju pada kontestasi Pilpres 2024 karena konstitusi membatasi masa jabatan Presiden maksimal dua periode, sehingga dapat dipastikan Jokowi tidak akan lagi terkena tuduhan-tuduhan yang dapat dikatakan tidak terbukti itu. Di antara tiga kandidat Presiden yang kemungkinan akan diserang dengan tuduhan-tuduhan yang menyudutkan dirinya adalah Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Prabowo Subianto akan diserang lagi dengan isu pelanggaran HAM, khususnya terkait isu penculikan aktivis mahasiswa yang menyebabkan beberapa mahasiswa tidak diketemukan hingga saat ini. Sementara itu, Anies Baswedan akan diserang dengan isu politik identitas. Isu politik identitas ini dituduhkan kepada Anies Baswedan karena pada waktu kontestasi Pilgub DKI pada tahun 2017 dia dicurigai menggunakan isu keagamaan untuk memenangkan pertarungannya dengan rivalnya pada waktu itu, yaitu Ahok.

Berbeda dengan Prabowo, Anies telah beberapa kali membantah penggunaan isu politik identitas meskipun secara tidak langsung. Anies mengatakan jika saya menggunakan politik identitas, maka silakan lihat selama saya memimpin Jakarta, apakah saya hanya mengakomodasi kelompok-kelompok tertentu saja ? Sementara itu, Prabowo dapat dikatakan tidak pernah mengklarifikasi tuduhan-tuduhan dari beberapa pihak terkait dengan isu penculikan mahasiswa yang pernah dia lakukan.

Terdapat banyak perdebatan di publik terkait dengan isu penculikan mahasiswa yang diduga kuat dilakukan oleh Prabowo. Tuduhan ini merupakan tuduhan yang serius dan harusnya tuduhan ini tidak hanya menjadi perdebatan di ruang publik, tetapi isu ini harus diselesaikan oleh pihak yang berwenang. Memang kasus Prabowo sudah diselesaikan di internal TNI yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Perwira yang berujung pada rekomendasi pemberhentian Prabowo sebagai Perwira TNI, tetapi bagaimana dengan penyelesaian terkait dengan hak politik dari Prabowo.

Tuduhan pelanggaran HAM bagi Capres bukan tuduhan yang main-main, ini merupakan tuduhan yang serius. Oleh karena itu, sangat aneh karena selama tiga kali Prabowo melakukan pendaftaran tidak ada screening terkait dengan masa lalunya itu. Tentu ada yang langsung membantah dengan pertanyaan apakah ada dasar hukum dari KPU untuk menolak seseorang mencalonkan dirinya sebagai Capres atau Cawapres ? Untuk menjawab ini, maka kita akan lihat tentang syarat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.

Pasal 169 huruf j UU No. 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa Capres dan Cawapres tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Syarat ini sejalan dengan alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, di mana salah satunya jika Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan perbuatan tercela. Dalam konstitusi Amerika Serikat istilah perbuatan tercela dikenal dengan istilah misdemeanor sebagai salah satu alasan bagi Kongres untuk melakukan impeach terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Isu penculikan aktivis mahasiswa yang mengakibatkan beberapa mahasiswa hilang hingga saat ini, dapat dikatakan merupakan perbuatan tercela. Pertanyaannya mengapa perbuatan penculikan mahasiswa tidak dikategorikan perbuatan yang melanggar hukum dalam hal ini hukum pidana ? Karena Prabowo tidak pernah diproses secara pidana. Tidak pernah ada putusan pengadilan yang memutus terkait kasus penculikan aktivis mahasiswa yang diduga dilakukan oleh Prabowo. Proses di internal TNI yang memroses kasus ini bukan merupakan pengadilan.

Pertanyaannya, apakah secara hukum KPU harus menolak jika Prabowo mendaftar sebagai Capres atau Cawapres ? Tentu tidak demikian, karena jika KPU langsung menolak Prabowo sebagai Capres atau Cawapres, maka KPU pasti akan mendapat gugatan hukum dari Prabowo, dan dapat dipastikan KPU akan kalah karena Bawaslu atau PTUN akan menilai kalau KPU memutus hanya berdasarkan isu bukan fakta. Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh KPU terkait dengan kasus Prabowo ?

KPU bisa melakukan penyelidikan yang mendalam serta klarifikasi terkait dengan dugaan keterlibatan Prabowo dalam penculikan aktivis mahasiswa. Jika memang keterlibatan Prabowo dalam penculikan aktivis mahasiswa tidak terbukti berdasarkan penyelidikan dari KPU, maka KPU bisa mengumumkan ke public kalau Prabowo adalah orang yang bersih dari segala tuduhan yang ditujukan pada dirinya. Namun, jika dalam penyelidikan itu KPU menemukan indikasi keterlibatan Prabowo yang kuat, maka KPU bisa menyatakan Prabowo tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai Capres.

Kasus Prabowo ini harus diselesaikan dengan cara yang bijaksana agar ke depan bangsa ini benar-benar memiliki pemimpin yang tidak memiliki beban masa lalu. Karena jika kita memiliki seorang pemimpin yang belum selesai dengan masa lalunya, maka ini akan menjadi catatan Sejarah buruk bagi bangsa ini.

Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara dan Ketua Pusat Kajian Hukum Dan Pembangunan Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *