Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Hukrim

Gedung Merah Putih KPK Cekal 4 Pimpinan DPRD Jatim

409
×

Gedung Merah Putih KPK Cekal 4 Pimpinan DPRD Jatim

Sebarkan artikel ini

Kasus Suap Pengelolaan Dana Hibah

Ilustrasi gedung KPK I ist

mediamerahputih.id I JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal empat anggota DPRD Jawa Timur (Jatim) agar tidak bepergian ke luar negeri. Pencekalan itu dilakukan berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) yang kini mulai di sidangkan perkarannya di PN Surabaya, Selasa (7/3/2023).

Dari penelusuran mediamerahputih.id lima dari empat pimpinan, mereka adalah Kusnadi (Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anik Maslachah (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024) dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua Periode 2019 s/d 2024).

“Benar, tim penyidik telah mengajukan tindakan cegah ke luar negeri pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham terhadap 4 orang yang menjabat selaku anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulisnya Selasa, (7/3/2023) di Jakarta.

Lima dari empat pimpinan DPRD Jatim yang dicegah KPK untuk bepergian ke luar negeri, mereka yaitu Kusnadi (Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anik Maslachah (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024) dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024) I dok DPRD Jatim
Lima dari empat pimpinan DPRD Jatim yang dicegah KPK untuk bepergian ke luar negeri, mereka yaitu Kusnadi (Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anik Maslachah (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024) dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024) I dok DPRD Jatim

Ali memastikan, bahwa pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk enam bulan hingga Juli 2023.

“Cegah pertama ini berlaku untuk 6 bulan ke depan sampai dengan Juli 2023 dan tentunya dapat diperpanjang kembali sepanjang diperlukan oleh penyidik,” ungkap Ali.

Ali menambahkan, pencegahan ke luar negeri oleh KPK dilakukan agar saat mereka dimintai keterangan tengah berada di dalam negeri.

“Langkah cegah ini diperlukan antara lain agar para pihak dimaksud tetap berada di wilayah RI dan dapat selalu kooperatif hadir untuk memberikan keterangan dengan jujur di hadapan tim penyidik,” tandas Ali yang juga Jaksa ini.

Dalam mengusut kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka yakni Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat, Tua Simandjuntak, kemudian menetapkan Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung sekaligus selaku Koordinator Pokmas, dan Ilham Wahyudi alias Eeng sebagai koordinator lapangan Pokmas.

Drama perkara ini, KPK menduga Sahat Tua Simandjuntak telah menerima suap Rp 5 miliar terkait pengelolaan dana hibah. Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Jatah dana hibah pimpinan DPRD

Alih-alih pos alokasi pembagian dana hibah sejatinya telah disiapkan Pemprov Jatim melalui  APBD kepada Pimpinan DPRD Jatim terus menuai perbincangan masyarakat. Sebab selama ini Pemprov Jatim disorot lantaran kurang transparan mengenai dana hibah.

Hal ini pernah menjadi sorotan nomer wahid bagi anggota Komisi E DPRD Jatim, Mathur Musyari mengaku tidak mengetahui secara persis nilai dana hibah dan peruntukkannya.

Ia menyoal terkait monitoring dan evaluasi terkait besaran dana hibah yang di cairkan ke DPRD Jatim. Meski pihaknya tak memungkiri setiap tahunnya berbeda-beda besarannya alokasi pada dana hibah tersebut.

“Dana hibah itu termasuk, ada Pokmas di dalamnya. Ada bantuan operasional Ormas, Koni, dan macam-macam. Disitu juga termasuk pokok-pokok pikiran Dewan sesuai hasil resesnya masing-masing,” ungkap Mathur, saat dihubungi Senin (26/12/2022) silam.

Mathur turut menyinggung akan transparansi Pemprov Jatim terkait dana hibah mestinya disampaikan secara terbuka melalui melalui website atau yang lainnya. “Kan itu namanya tidak ada transparansi terkait dana hibah. Mana itu slogan CETTAR (Cepat Efektif Tanggap Transparan Akuntabel dan Responsif),” sindir Mathur.

Menurutnya, seharusnya Pemprov Jatim mengumumkan semua data-data bagi penerima hibah se-Jatim. Hal itu guna masyarakat bisa mengawasi dan mengontrol besaran dana tersebut disalurkan secara rinci dengan prinsip CETTAR-nya yang digaungkan Pemprov Jatim.

Mathur pun mengaku beberapa anggota DPRD Jatim tidak mengetahui terkait pembagian dana hibah tersebut kepada Pimpinan. Tetapi, Ia menyebut pembatasan dana hibah untuk pokok pikiran (Pokir) anggota Dewan hanyalah 10 persen.

“Itu hanya, hasil fasilitasi Kemendagri. Karena tahun 2021 pernah saya bikin ramai. Akhirnya, dibatasi 10 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya

yang paling banyak yang kita tahu (Dana Hibah) pimpinan. Tapi sampai detik ini, kita tak tahu sebenarnya berapa jatahnya,” imbuh ia.

Mathur menyebut untuk Anggaran APBD Pemprov Jatim tahun 2020-2021 telah merealisasikan dana belanja hibah dengan total Rp 7,8 triliunan. Dari nilai total itu dialokasikan untuk badan, lembaga, hingga ormas.

“Untuk anggota (DPRD Jatim) kan hanya dapat Rp 8 Miliar dan uangnya tidak diserahkan ke anggota dewan. Uangnya ada di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Dana yang ada di BPKAD itu, supaya masyarakat mengajukan proposal ke Gubernur Jatim. Kemudian, di verifikasi ke Dinas-Dinas Daerah terkait,” terangnya.

“Lalu di lakukan survei, dan diverifikasi, kemudian sesuai berdasar pengajuan tersebut Baru pencairan, itu langsung ke rekening penerima karena swakelola,” imbuh ia.

Secara rinci Mathur menuturkan bahwa dana hibah anggota diberi Rp 8 Miliar, kemudian dikalikan dengan jumlah 120 anggota Dewan. Lalu dihitung dengan pengurangan Pikor anggota Dewan 10 persen dari PAD itu.

“Kalau PAD 18 Triliunan, berarti hanya 8 triliun. Ini dikurangi (10 persen) 8 M x 120 itu ditemukan berapa. Nah, sisanya itu dimainkan oleh pimpinan,” sebut Mathur.

Beredar isu adanya jatah dana hibah pimpinan DPRD senilai ratusan miliar, itu dengan rincian yakni Ketua DPRD Jawa Timur mendapat sekitar Rp240 miliar, Wakil DPRD Jawa Timur, Sahat Tua P. Simanjuntak menerima hibah sebesar  Rp197 miliar.

Kemudian, Ahmad Iskandar Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Rp124 miliar, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Anwar Sadad Rp124 miliar, dan Anik Maslachah Wakil Ketua DPRD Jawa Timur senilai Rp1,550 miliar.(ton/dit)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *