Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Sudut Opini

Fenomena Jalan Beragama dan berTuhan

1216
×

Fenomena Jalan Beragama dan berTuhan

Sebarkan artikel ini
fenomena-jalan-beragama-dan-bertuhan
Ibadah atau persembahan apapun, mengingat Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang tersembunyi dan yang disembunyikan dalam hati dan akal manusia I MMP I ilustrasi beragama dan berTuhan I ist

Fenomena Jalan Beragama dan berTuhan sebagai Tempat Pelarian atau Penopang masalah Hidup

Oleh: H. Adi Gunawan, S.H., M.A., M.H., M.Sos.

mediamerahputih.id I Beragama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dengan menjalankan dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan kepada Tuhan. Bertuhan adalah menjadikan Tuhan segalanya dalam hidup mempasrahkan diri atas petunjuk Alloh SWT. Hakekatnya beragama dan berTuhan adalah manusia diciptakan didunia hanya untuk beribadah kepada SWT hal ini tersirat didalam QS. Az-Zariyat Ayat 56 Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”

Maka fenomena jalan beragama dan ber-Tuhan pun selama ini apakah yang dikerjakan umat manusia telah menjalankan sesuai pada hakekatnya? Atau bahkan beribadah hanya sebagai tempat pelarian atau penompang ketika menghadapi masalah dalam kehidupannya?

Baca juga:

Inilah Jawaban 7 Macam Prinsip-Prinsip Umum Hukum Islam

“Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.” (QS Al Fatihah 1: 5). Dari penegasan Ayat Kitab Suci Al Qur’an tsb, kemudian muncul hasrat saya untuk berpikir dengan akal dan hati, yang melahirkan sebuah pertanyaan, “Apakah Tuhan benar ada dalam hati dan pikiran kita, ataukah adanya Tuhan hanya sebagai pelarian manusia ketika gagal mengatasi masalah dalam hidup?”.

Dari setiap fase proses dalam kehidupan yang saya alami  dan yang mungkin juga di alami orang lain, saya telah mengamati bahwa secara lahiriah selama ini agama hanya digunakan sebagai tempat pelarian manusia saat ada masalah, dengan memohon pertolongan kepada Allah Swt.

Baca juga:

Wajib Tahu! Islam sangat Menghargai Budaya Suatu Masyarakat

Jika pernyataan saya tersebut tidak sepenuhnya benar, maka saya mohon saran dan dikoreksi. Namun dari pemikiran itu, Saya teringat dengan seorang pemikir Jerman, Ludwig Andreas Feuerbach yang mengatakan bahwa “Penderitaan manusia adalah tempat kehadiran Allah”. Bahwa benar agama telah menunjukkan berbagai potensi kebaikan yang dapat direalisasikan oleh manusia, akan tetapi seringkali manusia malah fokus beribadah kepada Tuhan dan tidak berusaha untuk menjadi baik.

Sikap menaruh perhatian penuh hanya untuk ibadah terjadi karena manusia tidak mampu menyikapi masalah dalam hidupnya. Akhirnya, kita mencoba mencari ketenangan diri dengan khusyuk beribadah kepada Tuhan. Hal tersebut secara khusus mencegah manusia dari merealisasikan hakikatnya sebagai makhluk sosial. Manusia yang hanya fokus beribadah namun tidak mampu menjadi makhluk sosial tersebut disinggung oleh Soekarno ketika masih muda dengan menulis artikel yg berjudul “Islam Sontoloyo”.

Baca juga:

Seperti Apa Budaya Etika seorang Muslim? Begini menurut Dalil Al-Quran

Artikel yang dimuat dalam majalah Panji Islam pada tahun 1940 tersebut mengkritik pemuka agama Islam pada masanya yang kurang memperhatikan aspek sosial atau mu’amalah dalam beragama. Mereka cenderung hanya mengerjakan ibadah yang bersifat fikih dan mengabaikan adab/etika sesama manusia. Pandangan seperti ini tidak didukung oleh agama Islam. Salah satu tokoh Islam nasional; KH Mas Mansur, berkata, “80% didikan Islam kepada keakhiratan dan 20% kepada keduniaan.

fenomena-jalan-beragama-dan-bertuhan
Sikap menaruh perhatian penuh hanya untuk ibadah terjadi karena manusia tidak mampu menyikapi masalah dalam hidupnya. Akhirnya, kita mencoba mencari ketenangan diri dengan khusyuk beribadah kepada Tuhan I MMP I ilustrasi I ist

Tetapi kita telah lupa mementingkan yang tinggal 20% lagi itu sehingga menjadi hina.Pernyataan KH Mas Mansur itu telah dibahas secara lebih mendetail di dalam buku Tasawuf Modern, karya Buya Hamka. Hamka menjelaskan bahwa Islam tidak mengajarkan pengikutnya untuk beribadah namun melupakan aspek duniawi seperti mu’amalah. Kemudian, Islam juga tidak mengajarkan pemeluknya untuk menjadikan ibadah sebagai pelarian dari permasalahan duniawinya. Inilah perdebatan pemikiran spiritual yg berilmu.

Baca juga:

Post Power Syndrom Apa yang Terjadi Sebelum dan Sesudah Pensiun?

Bahkan Jesse Ventura, mantan gubernur Minnesota, Amerika Serikat pernah berkata, bahwa “Agama yang terorganisir adalah sebuah tipuan dan tongkat penopang bagi orang-orang yang berhati lemah yang membutuhkan kekuatan”. Dari beberapa pemikiran tersebut sekali lagi saya berpikir dalam hati dan akal, bahwa saya tidak bisa mengatakan kebaikan sepenuh dari manusia yang beragama yang menjalankan hanya sebagai formalitas kewajibannya sebagai manusia beragama dan sebagai tongkat penopang atau pelarian dari permasalahan hidupnya.

Baca juga:

Istri Benteng Utama Melawan Koruptor

Selanjutnya siapa yang tahu  sejatinya nilai niat dan tujuan kita dalam beribadah beragama?. Jawabannya adalah yang tahu hanyalah Tuhan Allah Swt dan diri kita. Mari kita renungkan, bahwa manusia tidak dapat “mengintervensi” Tuhan Allah Swt., dalam menggunakan ibadah atau persembahan apapun, mengingat Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang tersembunyi dan yang disembunyikan dalam hati dan akal manusia.

Semoga Allah Swt., melindungi dan membimbing hati dan akal kita dalam setiap langkah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *