mediamerahputih.id – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mendesak masyarakat mengkritisi apabila mengetahui penerima dana hibah melalui kelompok masyakat (Pokmas) tidak memiliki badan hukum yang dikeluarkan DepkumHAM.
Sebab, salah satu tujuan swakelola yakni meningkatkan partisipasi Ormas/Pokmas yang hasil outputnya mampu dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat disalurkan lewat APBD.
Ketua YLPK Jatim Said Sutomo mengingatkan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) rawan penyimpangan mulai manipulatif, dikerjaan secara asal-asal yang mengindakan Rencana Anggaran Biaya (RAB) hingga merugikan negara.
“Dari data berdasarkan aduan dari masyarakat yang kami temukan di lapangan, pelaksanaannya banyak yang manipulatif, dikerjakan secara asal-asalan bahkan melakukan klaim pembangunan instansi lain. Itu yang terjadi,” ungkap Said yang juga Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN RI), Senin (5/1/2023) malam.
Pokmas wajib berbadan hukum
Said menyinggung Pokmas yang dapat menerima hibah harus dipilah-pilah agar nantinya tidak berimbas pada persoalan hukum. selain sudah mengantongi izin dari Depkumham, Pokmas harus bersih dan memiliki akuntabitas tinggi di masyarakat.
Sesuai UU 23/2014 terkait pengelolaan dana hibah disebutkan jika yang berhak menerima dana hibah adalah pokmas yang memiliki badan hukum yang dikeluarkan DepkumHAM. Dasar aturan itu dibuat, sebab sebelumnya banyak terjadi penyelewengan dan penyimpangan oleh Pokmas yang diserahi untuk mengelola dana hibah. Padahal, dana hibah merupakan dana rakyat yang disalurkan lewat APBD.
Oleh Karena itu , dalam pengelolaannya harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan termasuk hasil outputnya harus mampu dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat.
Pembangunan saluran air di Tanah Merah Kalikedinding dengan melibatkan tenaga warga sekitar I MMP I Abdul Ajis
Ia mengingatkan, selama ini pengelolaan dana hibah lewat Pokmas rawan penyimpangan dan penyelewengan. Karenanya, dalam perjalanannya pemerintah daerah harus selektif menunjuk Pokmas yang legal atau benar-benar memiliki badan hukum bersih dan memiliki akuntabilitas tinggi di masyarakat.
“Jangan saja menggaungkan jargon gempur peredaraan rokok ilegal tapi juga gempur penerima dana hibah Pokmas yang terindikasi ilegal atau tak memiliki izin badan hukum. Kan itu juga merupakan suatu perbuatan kejahatan dan tentu masyarakat harus mengawal serta kritisi hal itu ,” sindir Said.
Lalu, ia menyebut Pasal 23 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang pedoman swakelola meyebutkan pelaksanaan anggaran untuk kegiatan pembangunansarana dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan dapat melibatkan Kelompok Masyarakat dan/atau Organisasi Masyarakat dengan mempertimbangkan asas-asas penyelenggaraan.
Sebagaimana dimaksud Pasal 2 Diantara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 2 (dua) Pasal Baru yaitu Pasal 23A dan Pasal 23B, sehingga berbunyi sebagai Pasal 23A Kelompok Masyarakat dalam Pasal 23 dibentuk dari hasil musyawarah warga dan dikukuhkan dengan keputusan pengukuhan Kelompok Masyarakat oleh Camat.
(2) Kelompok Masyarak at dapat dibentuk di setiap Kelurahan (3) Dalam 1 (satu) wilayah Kelurahan dapat dibentuk 1(satu) atau lebih Kelompok Masyarakat, (4) Kelompok Masyarakat beranggotakan paling sedikit, berjumlah 4 (empat) orang, dengan struktur pengurus terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota (5) Ketentuan pembentukan kelompok masyarakat: huruf (a) Pengurus dan anggota Kelompok Masyarakat harus berdomisili dan memiliki KTP di wilayah kelurahan setempat.
Kemudian huruf b memiliki sekretariat dengan alamat yang benar dan jelas serta berlokasi di wilayah Kelurahan setempat dengan ruang lingkup wilayah kerja Kelompok Masyarakat berada di wilayah Kelurahan setempat.
Huruf d keanggotaan Kelompok Masyarakat dapat melibatkan keterwakilan dari semua wilayah RW di Kelurahan setempat dan menghindari unsur KKN dan (e). memiliki buku rekening tabungan atas nama Kelompok Masyarakat.
Salah satu pekerjaan fisik proyek Pokmas pembangunan saluran air di Tanah Merah, Kelurahan Kalikedinding, Kecamatan Kenjeran Surabaya I MMP I Abdul Ajis.
Said kemudian mengungkapkan banyak modus yang dilakukan oleh beberapa oknum yakni proyek yang dikendalikan Pokmas di lapangan terutamanya pekerjaan fisik. Mereka disinyalir sengaja membentuk pokmas untuk mendapatkan keuntungan.
Seperti halnya di Surabaya besaran bantuan dana tiap pokmas bervariasi, diperkirakan mulai Rp100 – 435 juta. Dana ini, menurutnya bisa jadi ajang bancaan bila tidak terawasi dan dipantau realisasinya ke masyarakat.
Ia menyebut rawan penyelewengan itu banyak terjadi di daerah baru-baru ini di Madura yang berhasil di ungkap KPK yang menyeret tersangka Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak dan kawan-kawan. Serta pengusutan dugaan korupsi bermula dari kucuran dana hibah Pemprov Jawa Timur kepada Pokmas-Pokmas di Kota Pasuruan.
Dana tersebut digunakan untuk membangun sejumlah sarana infrastruktur. nilainya bervariasi, mulai Rp 100 juta hingga Rp 200 juta. Namun, penyimpangan terjadi lantaran pengerjaan proyek di lapangan tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Bahkan, ada proyek yang disinyalir fiktif dengan mengklaim hasil pembangunan dari instansi lain.
“Itu salah satu perkara penyelewengan dana hibah Pokmas yang diungkap aparat penegak hukum. Dan jangan sampai terjadi adanya Pokmas jadi-jadian dalam arti Pokmas yang dibentuk hanya sekedar teken saja namun pelaksanaanya adalah kalangan rekanan lain,” ucapnya.(ton/dit)