Merah Putih | SURABAYA – Jum’at (11/2/2022) tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil 5 (Lima) saksi terkait dugaan suap Hakim Itong Isnaeni Hidayat (IHH) dalam pengurusan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Kelima saksi itu adalah Dju Johnson Mira Mangngi,Wakil Ketua PN Surabaya Kelas IA Khusus, Michael Christ Harianto (Advokat), Yeremias Jeri Susilo (Advokat), Hervien Dyah Oktiyana,Staff Accounting PT Teduh Karya Utama dan Lilia Mustika Dewi selaku pengacara di Kantor Advokat RM Hendro Kasiono.
“Pemeriksaan terhadap kelima saksi tersebut dilakukan di ruang pemeriksaan Ditreskrimsus Polda Jawa Timur,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jum’at (11/2/2022).
Mereka ke-5 saksi itu, lanjut Ali, berstatus sebagai saksi untuk tersangka Hakim Itong Isnaeni Hidayat.
Sebelumnya, Kamis (10/2) KPK juga telah memanggil ketiga saksi guna pendalaman kasus keterkaitannya Hakim Itong Isnaeni dalam menangani perkara di PN Surabaya.
Mereka yang telah diperiksa itu ialah H. Mahmud Ali Zain (Wiraswasta), H. Abdul Majid (Wiraswasta) dan R. Joko Purnomo, Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus.
Pada perkara ini KPK telah menetapkan Hakim PN Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat tersangka atas suap penanganan perkara hubungan industrial.
Itong terjerat hukuman pidana lantaran ia diduga bakal menerima upeti Rp 140 juta dari janji yang disepakati senilai Rp1,3 miliar untuk mengurus perkara.
Dalam perkara ini, pemberi seorang pengacara HK (Hendro Kasiono), penerima Panitera HD (Hamdan) dan hakim Itong Isnaeni Hidayat (IIS). Menurut KPK, Itong merupakan hakim tunggal PN Surabaya yang menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT. Soyu Giri Primedika (SGP). Dugaan adanya kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan upeti kepada hakim Itong.
Diduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah Rp1,3 miliar mulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung. Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar dimaksud yaitu Hendro menemui Hamdan selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Surabaya dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memuluskan sesuai dengan keinginannya.
Itong lantas menyatakan bersedia asal ada imbalan sejumlah uang. Sekitar bulan Januari 2022, Itong menginformasikan dan memastikan bahwa permohonan dapat dikabulkan serta meminta Hamdan untuk menyampaikan kepada Hendro supaya merealisasikan sejumlah uang yang telah disepakati sebelumnya.
KPK juga menduga bahwa Hendro, diduga berulang kali menjalin komunikasi di antaranya melalui sambungan telepon dengan Hamdan menggunakan istilah ‘upeti’ untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.
Agar putusan yang diinginkan oleh Hendro di antaranya agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar. Kemudian, Hamdan, menyampaikan keinginan Hendro tersebut kepada hakim Itong.
Atas perbuatannya, Itong dan Hamdan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Sementara Hendro disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.(ton)