Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Hukrim

Selegram Vinna Ajukan Eksepsi, Nilai Dakwaan Kekerasan Psikis Cacat Hukum

276
×

Selegram Vinna Ajukan Eksepsi, Nilai Dakwaan Kekerasan Psikis Cacat Hukum

Sebarkan artikel ini
selegram-vinna-eksepsi-dakwaan-kekerasan-psikis
Selegram Vinna Natalia Wimpie bersama tim kuasa hukumnya usai menjalani sidang agenda eksepsi atau keberatan di PN Surabaya, Rabu (03/09) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan kekerasan psikis yang dilaporkan oleh suaminya.yang dinilai cacat hukum I MMP I Totok Prastio
mediamerahputih.id I SURABAYA – Selegram Vinna Natalia Wimpie Widjojo kini menghadapi babak baru dalam kasus dugaan kekerasan psikis yang dilaporkan oleh suaminya. Vinna didakwa melanggar Pasal 45 ayat (1) atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Pada Rabu (3/9/2025), pihak Vinna mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mosleh Rahman, yang dinilai cacat hukum.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim S. Pujiono digelar secara tertutup di ruang Kartika dengan agenda pembacaan eksepsi. Tim kuasa hukum Vinna, yang dipimpin Bangkit Mahanantiyo, menyampaikan tiga poin utama dalam eksepsi tersebut.

Baca juga :

Istri Didakwa Kekerasan Psikis terhadap Suami, Kok Bisa?

Pertama, terdapat cacat formil dan materil karena surat dakwaan tidak jelas menentukan waktu kejadian (tempus delicti). Dalam dakwaan tercantum dua tanggal berbeda, yaitu 15 Desember 2023 dan 18 September 2024.

selegram-vinna-eksepsi-dakwaan-kekerasan-psikis
Ada tiga poin utama dalam eksepsi yang diajukan Vinna Natalia Wimpie bersama tim kuasa hukumnya salah satu poin utamanya yakni penuntutan dinilai daluwarsa karena laporan baru dibuat pada 21 November 2024, sementara menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pengaduan hanya dapat dilakukan maksimal enam bulan setelah peristiwa diketahui I MMP I Totok Prastio

Kedua, dakwaan dianggap kabur (obscuur libel). Dalam keterangan saksi Sena Sanjaya Tanata Kusuma disebutkan bahwa telah terjadi akta perdamaian dengan pembayaran uang sebesar Rp 2 juta dan Rp 75 juta. Namun, terdakwa tetap mengajukan gugatan cerai, yang menimbulkan kesan bahwa Vinna melakukan kekerasan psikis terhadap Sena.

Baca juga :

Terungkap Antonius Wijaya selama Mendekam di Rutan Medaeng Uang Hasil Bisnis Narkoba Digunakan untuk Biaya Kuliah, Beli Mobil hingga Rumah

Kuasa hukum menilai perkara ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, karena akta perdamaian telah disepakati di Polrestabes Surabaya. Selain itu, dakwaan dianggap tidak lengkap dan tidak mencerminkan fakta sebenarnya.

Ketiga, penuntutan dinilai daluwarsa karena laporan baru dibuat pada 21 November 2024, sementara menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pengaduan hanya dapat dilakukan maksimal enam bulan setelah peristiwa diketahui.

“Dengan adanya cacat formil, dakwaan kabur, hingga daluwarsa penuntutan, maka cukup beralasan secara hukum untuk menolak dakwaan JPU,” tegas Bangkit.

Baca juga :

Cegah Kekerasan Terhadap Anak Hal ini yang Dilakukan Pemkot Surabaya

Selain mengajukan eksepsi, pihak Vinna juga meminta agar sidang digelar secara terbuka untuk umum. Mereka beralasan bahwa dakwaan yang disangkakan bukan kekerasan seksual, sehingga tidak ada dasar hukum untuk menggelar sidang tertutup.

Baca juga :

Soesantiningsih alias Mami Santi Terdakwa Kasus Prostitusi di Royal KTV Divonis 4 Bulan Penjara

“Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021, sidang tertutup hanya berlaku untuk perkara KDRT yang mengandung unsur kekerasan seksual. Dalam kasus ini, baik korban maupun pelaku bukan anak, sehingga tidak ada alasan hukum untuk menutup sidang. Prinsip hukumnya adalah apa yang tidak dilarang hukum, boleh dilakukan (nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali),” jelasnya.

Baca juga :

Memaknai Kembali Arti Kedaulatan Rakyat

Sebelumnya, dalam surat dakwaan JPU, konflik rumah tangga pasangan ini bermula sejak pernikahan mereka pada 12 Februari 2012 di Gereja Katolik Santo Yohanes Pembaptis, Surabaya. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tiga anak. Namun, hubungan mereka kerap diwarnai pertengkaran hingga memuncak pada Desember 2023, saat Vinna meninggalkan rumah dan menolak kembali meski telah diminta oleh suaminya.

Vinna bahkan melaporkan Sena ke polisi atas dugaan KDRT dan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam upaya mempertahankan rumah tangga, Sena memberikan kompensasi berupa uang Rp 2 miliar, biaya bulanan Rp 75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp 5 miliar dengan syarat laporan polisi dan gugatan cerai dicabut. Namun, setelah menerima uang dan aset tersebut, Vinna tetap tidak kembali dan mengajukan gugatan cerai baru pada 31 Oktober 2024.

Baca juga :

Pemerintah Diminta Tegas Pengawasan Perdagangan Online

Konflik yang berkepanjangan ini menyebabkan Sena mengalami tekanan batin. Hasil pemeriksaan psikiatri di RS Bhayangkara Surabaya pada 22 Februari 2025 menyebutkan bahwa Sena mengalami gangguan campuran kecemasan dan depresi akibat persoalan rumah tangga mereka.(tio)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *