Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Berita TerbaruHukrim

Korator Rochmad dan Wahid Diperiksa Terkait Perkara Pengelembungan DPT

361
×

Korator Rochmad dan Wahid Diperiksa Terkait Perkara Pengelembungan DPT

Sebarkan artikel ini

Perkara pemalsuan dan pengunaan daftar piutang tetap (DPT)

Terdakwa Rochmad Herdito dan Wahid Budiman diadili terkait perkara pemalsuan dan pengunaan Daftar Piutang Tetap (DPT), Kamis (2/2) di PN Surabaya I MMP I Ti0

medimerahputih.id I SURABAYA – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengadili terdakwa Rochmad Herdito dan Wahid Budiman terkait perkara pemalsuan dan pengunaan Daftar Piutang Tetap (DPT). Keduanya diseret ke meja hijau oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teguh Warjianto, Rekawati, Suwandi, Gina Mariana dan Mario Nardo Sagala dari Kejaksaan Agung, Kamis (02/02/2023).

Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa itu dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Tongani. Dalam pantauan media sidang kali ini, ada dua persoalan yang diperhatikan oleh majelis yakni terkait adanya pembayaran ganda dan denda hutang.

Dengan adanya hal tersebut Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk mengajukan bukti lain. “Sidang ditunda untuk pemeriksaan terdakwa dengan agenda pembuktian dari bukti yang diajukan oleh para terdakwa dan penasihat hukumnya,” kata Hakim Tongani di ruang sidang Tirta 2 PN Surabaya.

Selepas sidang penasihat hukum terdakwa, Charles menjelaskan adanya pertanyaan yang disampaikan oleh JPU terkait adanya selisih berdasarkan putusan banding Renvoi, kuasa hukum juga mempertanyakan balik menyoal pertanyaan oleh JPU. Pihaknya hanya melihat pada handphone saja, yang dimaksud dalam sidang, apakah itu pertimbangan dari hakim atau jawab-menjawab.

“Untuk dua persoalan tersebut, itu masih menjadi pekerjaan rumah (PR) kita dan nanti kami akan buktikan dipersidangan selanjutanya.” Kata Charles selepas sidang di PN Surabaya.

Terpisah JPU Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya menjelaskan, bahwa pihaknya mempersoalkan adanya selisih sekitar Rp. 400 juta berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung  (MA) yang tersiar dari SIIP MA. Sehingga ia menilai tidak ada kositensi dalam perhitungan.

“Berdasarkan Renvoi tersebut, tidak ada bukti pendukung dan tidak terlampir diputusan PKPU,” terang Darwis.

Seperti diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU Darmukti dkk menjelaskan bahwa, PT Alam Galaxy yang didirikan Abdurazzak Ashibilie, suami Wardah Kuddah dan ayah Atikah awalnya mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) yang membahas penambahan modal pada 2008 lalu.

Hasilnya, disepakati bahwa PT Sinar Galaxy memiliki 3.000 lembar saham senilai Rp 3 miliar, Wardah dan Hadi Sutiono masing-masing dengan 1.000 lembar saham senilai Rp 1 miliar. Setelah itu, pada 2016 PT Alam Galaxy RUPS luar biasa yang membahas penambahan modal dasar dari Rp 250 miliar menjadi Rp 350 miliar serta modal ditempatkan perseroan dari Rp 220 miliar menjadi Rp 300 miliar.

Laporan keuangan perusahaan tersebut kemudian diaudit dari auditor independen pada 2020. Hasilnya, diketahui bahwa modal yang disetor PT Sinar Galaxy Rp 197,1 miliar pada 2019 dan Rp 196,6 miliar pada 2018.

Modal Hadi Sutiono sebesar Rp 59,1 miliar dan 57,7 miliar. Wardah menyetor masing-masing Rp 39 miliar selama dua tahun dan PT Alam Galaxy setoran modalnya Rp 295,2 miliar dan Rp 293,3 miliar.

Belakangan terjadi permasalahan, Atikah menarik saham orang tuanya senilai Rp 39 miliar. Hal sama dengan Hadi juga menarik modalnya senilai Rp 59 miliar. Nilai tagihan kedua pemegang saham itu diketahui dari somasi yang dikirim ke PT Alam Galaxy.

Namun, belum ada penyelesaian hngga akhirnya Atikah mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Alam Galaxy di Pengadilan Niaga Surabaya. Terdakwa Rochmad dan Wahid sebagai kurator ditunjuk untuk menjadi pengurus PKPU tersebut.

Atikah melalui pengacaranya mengajukan tagihan Rp Rp 117,4 miliar dan Hadi Rp 102,6 miliar. Besaran tagihan yang diajukan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan laporan keuangan tahun 2019 yang diaudit oleh auditor independen dari PT Alam Galaxy serta surat somasi yang diajukan.

Terdakwa Rochmad dan Wahid sebagai kurator yang menjadi pengurus PKPU tersebut kemudian membuat daftar piutang kreditur PT Alam Galaxy. Tagihan Atikan tercatat Rp 117,4 miliar dan Hadi Rp 102,6 miliar.

Kedua terdakwa sebagai pengurus lalu memasukkan nilai tagihan kreditur Atikah Rp 77,8 miliar dengan rincian tagihan pokok Rp 47,9 miliar dan selebihnya bunga moratoir sebesar enam persen. Sedangkan tagihan Hadi Rp 89,6 miliar dengan rincian pokok Rp 60,6 miliar dan selebihnya bunga moratoir enam persen.

Menurut Jaksa dalam dakwaannya, perbuatan terdakwa yang memasukkan bunga moratoir ke dalam daftar piutang kreditur tidak berdasar karena sebelumnya tidak pernah disepakati dalam berita acara pra-verifikasi.

Nilainya juga dianggap tidak berdasar. Kedua terdakwa sebagai kurator juga dianggap tidak punya kewenangan untuk menambahkan bunga ke dalam daftar piutang. Sehingga kewenangan para terdakwa hanya mencocokkan dan memverifikasi saja data dari kreditur dan debitur.

Para terdakwa tidak memiliki kewenangan menambahkan ataupun merubah nominal sebagaimana data yang disajikan oleh kreditur dan debitur. Rochmad dan Wahid sebagai kurator disebut tidak independen karena memihak kepada salah satu pihak.

Akibat perbuatan kedua terdakwa, PT Alam Galaxy merugi karena harus membayar utang kepada Atikah dan Hadi yang nilainya jauh lebih besar dari nominalnya sebenarnya. PT Alam Galaxy kemudian diputus pailit oleh majelis hakim Pengadilan Niaga Surabaya karena tidak membayar utang kepada kreditur yang nilainya telah dilebihkan kedua terdakwa.

Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana. (ti0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *