Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Berita Terbaru

Kejagung Hadirkan 5 Orang Saksi pada Sidang Kasus Mafia Minyak Goreng

333
×

Kejagung Hadirkan 5 Orang Saksi pada Sidang Kasus Mafia Minyak Goreng

Sebarkan artikel ini

mediamerahputih.id I JAKARTA- Kejaksaan Agung membongkar kasus mafia minyak goreng ini tetap diingatkan masyarakat. Pengungkapan kasus itu berharap agar hukum bisa ditegakkan secara sesungguhnya sehingga berdampak positif pada harga minyak goreng di pasar sesuai harga yang diinginkan pemerintah dan masyarakat.

Dalam perkembangan kasus itu dengan agenda pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung, Selasa (15/11/2022) telah menghadirkan 5 orang saksi atas terdakwa Indrasari Wisnu Wardahana, Stanley MA, Master Parulian Tumanggor, Pierre Togar Sitanggang dan Weibinanto Halimdjati

Kelima terdakwa tersebut didakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Adapun dari fakta sidang tersebut ke-5 saksi telah memberikan keterangan masing-masing pada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kesaksian David Virgo  menerangkan bahwa Permata Hijau Group (PHG) hanya memiliki 5% perkebunan inti dan sisanya melakukan pembelian dari perusahaan supplier lain sehingga tidak sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/1/2022.

Dihadapan para hakim, Ia juga menjelaskan dirinya mengganti [kompensasi] dengan uang kepada perusahaan PT Bina Karya Prima terhadap minyak goreng curah sebanyak 200 MT yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima.

Hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara Permata Hijau Group (PHG) dengan perusahaan PT Bina Karya Prima. Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima juga merupakan produsen yang melakukan ekspor untuk Persetujuan Ekspor (PE).

Namun Permata Hijau Group (PHG) tetap bekerjasama dengan perusahaan PT Bina Karya Prima untuk memperoleh realisasi distribusi dikarenakan ada arahan Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana dan Terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dari Mantan Menteri Perdagangan RI.

“Bahwa Permata Hijau Group (PHG) tidak ada pemenuhan DMO 20% dan realisasi minyak goreng yang digunakan untuk permohonan tidak sesuai dengan distribusi kepada PT Bina Karya Prima dan materai yang dipergunakan pada surat realisasi dalam negeri dengan SPM dari Permata Hijau Group (PHG) sama,” ungkap David.

Kemudian saksi Stephen Kurniawan, pada pokoknya menerangkan bahwa terhadap kekurangan minyak goreng dari Permata Hijau Group (PHG) diganti dengan uang terhadap minyak yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima.

Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara Permata Hijau Group (PHG) dengan perusahaan PT Bina Karya Prima. Bahwa perusahaan PT Bina Karya Prima dalam mendistribusikan minyak goreng merupakan milik perusahaan PT Bina Karya Prima sendiri berjenis premium namun diganti dengan curah oleh Permata Hijau Group (PHG).

Pada saksi ketiga yang dihadirkan JPU yakni Vianna Illyani Ode, menerangkan bahwa Permata Hijau Group (PHG) tidak ada pemenuhan DMO 20% dan terdapat realisasi yang tidak dipenuhi oleh Permata Hijau Group (PHG), sehingga tidak sesuai dengan kontrak Permata Hijau Group (PHG) dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Hasanudin Harahap, saksi keempat pun pada pokoknya mengatakan Permata Hijau Group (PHG) tidak ada pemenuhan DMO 20%.

Senada dengan Hassanudin, saksi kelima  A SIN, mengungkapkan bahwa Permata Hijau Group (PHG) tidak ada pemenuhan DMO 20% dan terdapat realisasi yang tidak dipenuhi oleh Permata Hijau Group (PHG) sehingga tidak sesuai dengan kontrak Permata Hijau Group (PHG) dengan PT. Rejeki Andalan.

Kasus atensi negara

Sebelumnya kasus dugaan tindak pidana korupsi mafia minyak goreng berdampak  kelangkaan ini selain menjadi perhatian masyarfakat luas turut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo langsung menginstrusikan kepada seluruh pimpinan kementerian, institusi/lembaga untuk mengedepankan sense of crisis.

Sehingga setiap peristiwa yang terjadi dan menyentuh hajat hidup orang banyak dapat diberikan respon. Selasa (19/4/2022) lalu Jaksa Agung Burhanuddin menyebutkan kelangkaan minyak goreng, dimana ini sangat ironi karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia.

Pihaknya telah melakukan penyidikan dan telah ditemukan indikasi kuat bahwa adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng telah membuat masyarakat luas khususnya masyarakat kecil menjadi susah karena harus mengantri karena langkanya minyak goreng tersebut.

Ia menyebut tersangka ditetapkan empat orang. Pertama, pejabat eselon 1 pada Kementerian Perdagangan bernama IWW (yaitu) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan sebagai tersangka karena telah menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditas CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, serta PT Musim Mas.

Adapun tiga tersangka lainnya adalah Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley M. A. (SMA), Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), serta General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang (PT).

Burhanuddin mengatakan tiga tersangka dari pihak swasta ini berkomunikasi secara intens dengan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).

Dari hasil komunikasi oleh ketiga tersangka tersebut dengan tersangka IWW yaitu terkait persetujuan ekspor CPO untuk perusahaan Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Musim Mas.

Menurut Burhanuddin, tiga perusahaan tersebut bukan merupakan perusahaan yang berhak mendapatkan persetujuan ekspor CPO, salah satunya ialah karena ketiga perusahaan tersebut mendistribusikan CPO tidak sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri (DPO).

Berdasarkan hasil pemeriksaan di penyidikan, penyidik telah mengumpulkan bukti-bukti yang terdiri dari keterangan saksi (19 orang), alat bukti surat dan alat bukti elektronik, keterangan ahli, dan barang bukti berupa 596 dokumen.

Jaksa Agung menilai para tersangka melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) dengan kerja sama secara melawan hukum tersebut.

Mereka akhirnya menerbitkan Persetujuan Ekspor (PE) yang tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO). Selain itu tdak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor).

Akibat perbuatan para tersangka, mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian Negara yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat.

Burhanuddin  memastikan terkait dengan komitmen Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan perkara ini apabila adanya kemungkinan Menteri untuk diperiksa dan terlibat pihaknya akan mendalami hal tersebut.

“Siapapun dan bahkan Menteri pun tetap akan diperiksa apabila sudah cukup bukti dan fakta. Pihaknya tidak akan melakukan hal-hal yang sebenarnya harus kami lakukan yang artinya siapapun pelakunya, kalau cukup bukti maka akan kami lakukan,” tegasnya.

Secara tegas, Burhanuddin mengatakan bahwa negara akan hadir dan selalu hadir untuk mengatasi keadaan yang menyulitkan masyarakat luas.

“Kami akan tindak tegas bagi mereka yang mengambil keuntungan di tengah kesulitan masyarakat,” ucap Burhanuddin. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *