mediamerahputih.id | SURABAYA – Sidang perkara dugaan penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Bangkalan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (21/10/2025). Agenda sidang kali ini menghadirkan fakta baru terkait alur distribusi dan kewenangan resmi penyaluran pupuk bersubsidi.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati menghadirkan saksi dari Dinas Pertanian Bidang Sarana dan Prasarana Bangkalan, J. Hendri Kusuma. Ia menjelaskan secara rinci bahwa seluruh kewenangan distribusi pupuk subsidi berada di bawah kendali PT Pupuk Indonesia.
Baca juga :
Kejari Tanjung Perak Bongkar Pola Serangan Corruption Fight Back Hoaks Rp500 Juta di Kasus Narkoba
“Untuk distribusi pupuk, kewenangan sepenuhnya berada pada Pupuk Indonesia, bukan perseorangan. Jenis pupuk seperti Ponska atau Urea hanya boleh digunakan oleh petani yang terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK),” tegas Hendri di hadapan majelis hakim.

Hendri memaparkan bahwa pupuk bersubsidi hanya dapat diperoleh petani yang masuk dalam RDKK dan membeli melalui kios resmi berbadan hukum. Pemerintah pun telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp120.500 per sak untuk Urea dan Rp150.000 per sak untuk NPK.
Baca juga :
Polemik Perizinan Tanah di Kampung Seng Surabaya, Warga Pertanyakan Legalitas Izin Baru
“Kalau ada yang membeli di luar sistem, otomatis harganya lebih tinggi. Tidak boleh ada penyaluran ke pihak perorangan tanpa izin resmi,” ujarnya.
Ia menambahkan, alur distribusi diatur dalam Permendag Tahun 2023 dan petunjuk teknis Kementerian Pertanian. Mekanismenya, pupuk bergerak dari pabrikan ke distributor, lalu ke kios resmi, hingga sampai ke petani terdaftar. Semua transaksi wajib diverifikasi melalui KTP dan dokumentasi foto setiap bulan.
Baca juga :
Terkait barang bukti pupuk yang disita Polrestabes Surabaya, Hendri menegaskan setiap pupuk memiliki masa kedaluwarsa yang tercantum jelas di karung. Apabila melewati batas waktu, pupuk tersebut tidak boleh digunakan lagi. Ia juga menyebut sepanjang 2025 tidak ada laporan kelangkaan pupuk di Bangkalan.
“Awal tahun sempat ada demo mahasiswa, tapi setelah dicek, stok di lapangan justru melimpah,” ungkapnya.
Selain Hendri, JPU juga menghadirkan saksi Mahjrih, pemilik mobil yang digunakan untuk mengangkut pupuk. Mahjrih mengaku hanya menyewakan mobil selama tiga hari tanpa mengetahui isi muatan. Kendaraan itu kini ikut disita sebagai barang bukti.
Baca juga :
Selebgram Jessica Polisikan Akun Instagram, Diduga Sebar Fitnah Perselingkuhan
Dalam perkara ini, tiga terdakwa yakni Akhmad Fadholi anggota kepolisian, bersama Zaini dan Reza Vickidianto Hidayat didakwa melakukan tindak pidana ekonomi dengan modus jual beli pupuk bersubsidi tanpa izin resmi.
Dari hasil pengembangan, pupuk berasal dari Fadholi yang membeli dari kelompok tani di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kwanyar, Bangkalan, dengan harga Rp127.000–Rp130.000 per sak. Harga itu lebih tinggi dari HET, sehingga petani bersedia melepas stoknya. Selanjutnya pupuk dijual kembali kepada Reza dengan harga lebih tinggi untuk meraup keuntungan pribadi.
Baca juga :
Riski Eka Menyelundupkan Ineks di Hotel Twin Tower setelah dari Diskotik 360
Seluruh pembayaran, menurut jaksa, ditransfer melalui rekening BCA atas nama Akhmad Fadholi. Padahal, sebagai aparat kepolisian, Fadholi tidak memiliki kapasitas hukum untuk mengedarkan pupuk subsidi.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf b jo Pasal 1 sub 1e Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, sebagaimana diubah dengan Perppu Nomor 36 Tahun 1960. Jaksa juga merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(tio)