Merah Putih | JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menolak rencana pemerintah menaikan tarif dasar listrik (TDL) di awal tahun 2022. Rencananya kenaikan TDL untuk 13 golongan pelanggan nonsubsidi menyusul turunnya subsidi listrik mencapai 8,2 persen dari Rp61 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022.
Mulyanto menyoal saat ini daya beli masyarakat masih rendah akibat dampak pandemi Covid-19. Sehingga bukan saat yang tepat bagi pemerintah menaikan TDL. Tidak hanya itu, ia menilai kalangan pengusaha dan industri juga menolak rencana tersebut. Mereka merasa keberatan karena baru saja menerima kewajiban menaikan batas upah minimum.
Sementara kondisi perdagangan dan industri saat ini masih belum stabil. “Pemerintah harusnya peka dengan kesulitan yang dialami masyarakat. Dengan kondisi sekarang saja banyak masyarakat mengeluh dengan besarnya beban pengeluaran yang harus ditanggung. Apalagi nanti kalau TDL akan naik,” terang Mulyanto melalui pesan singkatnya, Senin (6/12/2021).
Menurutnya, sekarang bukan saat yang tepat bagi Pemerintah melaksanakan penyesuaian tarif listrik ini. Apalagi pandemi kini kita dihantui varian baru Covid-19, Omicron, yang diduga daya sebarnya lebih cepat.
“Mestinya alih-alih memperpanjang stimulus listrik, pemerintah malah berwacana untuk menaikan tarif listrik,” imbuh ia.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan, kenaikan TDL dapat memicu kenaikan inflasi. Dan inflasi akan melemahkan daya beli masyarakat, kemudian secara langsung akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Terhambatnya laju itu, lanjut ia, sedikitnya ada tiga variabel yang mempengaruhi besaran tarif listrik yakni nilai kurs dolar, inflasi dan harga batu bara. Dari ketiga variabel itu, kenaikan harga batu bara di pasar internasional diduga menjadi dasar utama rencana pemerintah menaikan TDL.
Diketahui, saat ini harga jual batu bara sempat menembus angka 200 dolar AS per ton. Sementara 70 persen pembangkit listrik di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara.
Akan hal itu, dia berharap pemerintah punya instrumen lain agar TDL ini tidak naik meskipun harga batu bara melambung. Pemerintah dapat memperketat aturan domestic market obligation (DMO) agar pasokan batu bara bagi PLN tetap terjaga dengan harga yang terjangkau. Harga DMO batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, saat ini dipatok maksimal 70 dolar AS per ton. Dirinya melihat dibanding negara tetangga, tarif listrik Indonesia juga tidak terlalu murah.
Berdasarkan data Globalpetrolprice.com per maret 2021, tarif listrik di Indonesia untuk pelanggan rumah tangga sebesar 10.1 sen dolar AS. Sementara di China, Vietnam dan Malaysia masing-masing sebesar 8.6, 8.3 dan 5.2 sen dolar AS. Bahkan tarif listrik rumah tangga di Laos hanya sebesar 4.7 sen dolar AS. Jadi tarif listrik di Indonesia hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tarif listrik di Malaysia.
Kendati begitu, Mulyanto kecewa atas sikap pemerintah yang tidak membicarakan terlebih dahulu rencana kenaikan TDL itu dengan Komisi VII DPR RI yang notabene bertugas mengawasi sektor energi.
Malah, melaporkan rencana kenaikan TDL itu ke Badan Anggaran DPR RI. “Etikanya kan mestinya berbagai rencana ketenagalistrikan dari pemerintah dibicarakan lebih dahulu dengan mitranya, yakni Komisi VII DPR, yang memang membidangi soal tersebut,” sesalnya.(red)