Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
Hukrim

Dana untuk Membangkitkan Ekonomi Masyarakat Malah ‘Diembat’

254
×

Dana untuk Membangkitkan Ekonomi Masyarakat Malah ‘Diembat’

Sebarkan artikel ini

Merah Putih I JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noervianto (MAN). Dia diduga terlibat dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2021.

“Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan tersangka untuk 20 hari pertama dimulai tanggal 2 Februari 2022 sampai 21 Februari 2022,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (2/2/2022).

Ardian bakal ditahan di Rumah Tahanan (Rutan KPK) di Gedung Merah Putih. Ardian terseret dalam suap pengajuan PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Pengumuman tersangka terhadap Ardian dilakukan pada 27 Januari 2022. Namun saat pengumuman tersangka, Ardian tak hadir karena mengaku sakit.

Selain Ardian, KPK juga menetapkan tersangka terhadap dua orang lainnya, yaitu Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026, Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar.

Atas perbuatannya,untuk Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, tersangka Ardian dan Laode disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kasus ini terungkap saat Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

Saat pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta upeti fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman itu.

Selanjutnya, Andi menyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang tersebut, diduga dilakukan pembagian Ardian menerima SGD 131 ribu atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta sementara Laode Rp 500 juta.

Kasus ini kemudian menguap pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengingatkan bahwa anggaran pemerintah untuk membangkitkan ekonomi masyarakat dari dampak pandemi, sudah seharusnya digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Bukan untuk dinikmati oleh pihak-pihak tertentu melalui praktik korupsi.

“KPK mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digalakkan pemerintah guna memulihkan dan membangkitkan kembali ekonomi masyarakat Indonesia,” tutup Marwata.(red/net)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *