Scroll untuk baca artikel
Iklan MMI
Iklan MMI
HukrimPeristiwa

AWDI Sentil Prilaku Pejabat Alergi Aduan Masyarakat

385
×

AWDI Sentil Prilaku Pejabat Alergi Aduan Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Merah Putih | SURABAYA – Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) Jatim prihatin terhadap prilaku dari sebagian oknum pejabat Pemkot Surabaya yang memblokir nomor kontak ataupun enggan merespon dari warganya.

Sorotan ini dinilai wajar sebab, masih banyak hal yang harus diperhatikan oleh Wali Kota Eri Cahyadi beserta jajarannya terkait aktivitas keseharian dalam melayani publik. Terlebih, pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), Senin (29/11/2021) lalu, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyampaikan harapan besarnya kepada seluruh ASN di lingkup Pemkot Surabaya.

Ia berharap, di usia yang ke 50 tahun ini, mereka semakin profesional dan tetap memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Eri menginginkan salah satunya adalah semakin solutif ketika memberikan penyelesaian sebuah masalah yang timbul di masyarakat.

Namun instruksi ia seakan tak dibarengi oleh pejabat dan jajarannya. Hal inilah yang menjadi catatan AWDI Jatim agar kedepan pelayanan publik semakin profesional dengan gembar-gembornya teknologi digital juga menjadi faktor penting untuk mendukung kecepatan pelayanan masyarakat.

Ketua Dewan Pengurus Wilayah, AWDI Jawa Timur, Gatot Irawan prihatin terhadap oknum pejabat yang enggan merespon aduan masyarakat (Dumas) apalagi sampai memblokir nomer kontak kepada warganya.

Menurut Gatot prilaku pejabat tersebut bisa dikatakan anti terhadap aduan bahkan masukan dari masyarakat. Belum diketahui pasti maksudnya, namun, terang ia, ketika si pejabat dihubungi rakyat, entah sekedar menyampaikan aspirasi, mengeluhkan sesuatu masalah, atau mempertanyakan kinerja pejabat itu dan lainnya, si pejabat merasa terganggu dan memandang perlu menjauhkan diri dari keluh-kesah rakyatnya tak kecuali Jurnalis.

“Bagaimana bisa mencetak kematangan dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? Padahal salah satunya adalah semakin solutif ketika memberikan penyelesaian sebuah masalah yang timbul di masyarakat. Analogi pola pikirnya kan harusnya seperti itu. Tetapi pejabat di lingkungan pemkot masih anti akan aduan dari warga sendirinya,” sindir Gatot.

Prilaku pejabat yang anti terhadap masyarakat, sebut ia, mereka yang diindikasikan enggan memberikan solutif dalam penyelesaian masalah. “Beda apabila seorang pejabat responsif kepada masyarakat bisa semakin cepat memberikan sebuah penyelesaian masalah. Sehingga tidak ada lagi di Surabaya ini mulai tingkat kelurahan hingga OPD dinas, tidak ada lagi yang tidak bisa terselesaikan, semua harus tersolusikan bila pejabatnya tidak anti terhadap masyarakat,” terangnya.

Terlebih pihaknya menyadari seiring perkembangan zaman, teknologi digital juga menjadi faktor penting untuk mendukung kecepatan pelayanan publik. Utamanya, dalam meningkatkan transparansi pelayanan kepada masyarakat.

“Salah satunya untuk meningkatkan transparan, solutif, itu semuanya melalui digital. Mau tidak mau, yang namanya digital sudah menjadi keniscayaan yang harus sudah diambil termasuk meminta konfirmasi atau klarifikasi terkait persoalan realisasi di lapangan menyangkut kinerja pejabat melalui alat komunikasi via ponsel atau Whats’app” katanya.

Celakanya, sampai memblokir nomor kontak warga masyarakat apalagi jurnalis yang melekat dengan UU/40/1999 tentang pers sebagai kontrol sosial yakni Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Gatot menyebut kecuali jika terkait dengan modus penipuan, pengancaman dan sejenisnya membolehkan nomor kontak si penelpon atau pengirim pesan SMS/WA diblokir itu di blokir oleh si pejabat. Sehingga modus seperti ini masuk delik dugaan tindak pidana, bisa diporses melalui pihak aparat penegak hukum.

“Namun, berbeda jika warga yang mempertanyakan kinerja pejabat, menyampaikan aspirasi, keluhan, dan sebagainya, mestinya dijawab dengan baik dan ditindak-lanjuti sesuai tugas pokok dan fungsi si pejabat tersebut,” terang Gatot.

Hal ini sekaligus untuk menjawab permintaan komentar jurnalis mediamerahputih.id dan beberapa rekan lainnya mengeluhkan perilaku pejabat Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Surabaya dan Satpol PP Surabaya serta beberapa oknum pejabat lainnya di pemprov Jatim yang memblokir nomor ponselnya.

Terlebih, ia menyorot pemblokiran tersebut menyebabkan terhambatnya komunikasi jurnalis dengan si pejabat dalam rangka mendapatkan konfirmasi atas masalah progres pembangunan pompa air Petekan  terkait program antisipasi banjir kesiagaan kota Surabaya oleh Wali kota sebelumnya Tri Rismaharini hingga Wali Kota Eri Cahyadi tetap terfokus antisipasi banjir dengan membangun pompa air Petekan tersebut pembangunannya di lakukan bertahap yang menguras APBD ratusan miliar tersebut.

Begitu pun dengan konfirmasi jurnalis kepada Kasatpol PP terkait RHU, Pitrad Sartika di kawasan komplek Darmo Park yang beroperasi di luar ketentuan jam operasional hingga pukul 03.00 pagi yang diinkasikan mengabaikan Pakta Integritas bersama. Namun bukan direspon menjawab klarifikasi itu, malah memblokir konfirmasi wartawan yang mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sebagai kontrol sosial.

“Ini tidak boleh terjadi ketika jurnalis melakukan konfirmasi ke pejabat untuk mendapatkan informasi namun pejabat yang di fasilitasi oleh negara dari uang rakyat tersebut masih anti dan enggan memberikan klarifikasi bahkan memblokir nomer ponselnya terhadap insan pers,” jelas Gatot.

Dia mengaku banyak menemukan pejabat model itu, di lingkungan Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim yang suka memblokir nomor handphone-nya karena terusik dengan pertanyaan kritis, kritikan, dan pengaduan warga yang perlu diteruskan kepada si pejabat dan/atau aparat terkait.

“Ini bisa jadi para oknum pejabat di lingkungan Pemkot dan Pemprov kemungkinan mengalami kebingungan untuk mencari alasan, alibi, dan argumentasi atas pertanyaan kritis dari wartawan dan warga terhadap kinerjanya yang tidak becus, koruptif, dan sewenang-wenang. Tentu pejabat-pejabat tersebut perlu mengevaluasi terlebih, anti terhadap aduan masyarakat,” tandas ia.

Pihaknya turut menyinggung kaitanya dengan penyakit mental yang diidap sebagian oknum pejabat anti terhadap warganya padahal fasilitas yang ia rasakan termasuk ponsel milik pejabat berasal dari rakyat. Apalagi Wali Kota Eri Cahyadi telah mengintruksi kepada jajaran agar responsif terhadap aduan masyarakat,

Kaitanya blokir-memblokir nomor kontak warga masyarakat itu, ia menilai bahwa seluruh perangkat penyelenggara pemerintahan, baik ASN, legislatif, eksekutif dan aparat penegak hukum, mereka yang hidupnya dibiayai dari uang rakyat memestinya tidak menutup diri dari hubungan komunikasi dengan rakyatnya.

“Segala fasilitas yang mereka miliki dan gunakan itu adalah pembelian dari uang rakyat. Jadi, aneh dan sangat tidak etis jika mereka pejabat bersikap alergi untuk dihubungi rakyat,” tegas ia.

Kemudian, Gatot juga masih mengingat pesan Wali Kota Eri ketika Cangkrukan di Balai RW 3, Kecamatan Krembangan, Rabu (27/10/2021) malam menyampaikan, bahwa giat cangkrukan di Balai RW bersama jajaran Pemkot Surabaya diharapkan bisa terjalin hubungan komunikasi yang baik dan mampu menyelesaikan persoalan langsung yang ada di tengah masyarakat.

“Cangkrukan ini adalah kedekatan kita dengan warga. Karena kita ini adalah sayyid, yang artinya pelayan untuk masyarakat. Saya mengajak seluruh jajaran pemkot untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat Kota Surabaya,” ujar Gatot sembari menirukan pesan Wali Kota Eri Cahyadi.

Ia mengkhawatirkan bahwa pesan serta oleh Wali Kota enggan dilakukan oleh jajaran pejabat Pemkot Surabaya. Padahal dengan jiwa merakyatnya pak Wali Kota membahur dengan masyarakat hingga RT/RW untuk mengetahui langsung kendala-kendala apa yang dihadapi warganya.

Gatot kembali menyinggung meneruskan kinerja kepemimpinan Risma selama 10 tahun lamanya memang tidak mudah namun akan menjadi lebih baik adanya (atau minimal sama) apabila pak Wali mampu menjadi konduktor yang baik bagi jajaran dibawahnya agar masing-masing dinas dapat memainkan peran mereka mengikuti arahan dan instruksi  yang diberikan.

Jangan sampai sebuah tugas yang menjadi tanggung jawab  tanpa memperhatikan faktor yang ada, cakupan luas yang ada. Akhirnya realisasi kenyataan di lapangan berbeda dari faktanya.

“Lah pejabat di bawahnya malah sok arogan malah memblokir kontak warga yang ingin menyampaikan langsung aduannya. Itu ponsel miliki negara dari rakyat mestinya malu memblokir nomer kontak warga,” pungkasnya.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *