mediamerahputih.id I Surabaya – Di tengah pesatnya digitalisasi dan kompleksitas masalah lingkungan, penerapan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) di sekolah semakin mendesak. Salah satu inovasi datang dari mahasiswa Magister Pendidikan Sains Universitas Negeri Surabaya (UNESA), yang menciptakan sistem penyiraman tanaman otomatis berbasis Internet of Things (IoT) untuk pembelajaran IPA di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Research and Development in Education (RaDEn) dan menunjukkan bagaimana teknologi sederhana dapat menciptakan ruang belajar yang lebih kontekstual. Sistem berbasis IoT ini memungkinkan siswa untuk memantau kelembapan tanah secara real-time melalui aplikasi ponsel, sehingga mereka tidak hanya memahami konsep sains, tetapi juga menyadari pentingnya efisiensi sumber daya.
Baca juga :
UNESA Membangun Karakter Bangsa Merintis 7 Desa Pancasila di Jatim
Sistem ini beroperasi dengan menghubungkan sensor kelembapan tanah pada media tanam dengan mikrokontroler Arduino Uno yang berfungsi sebagai pengendali utama. Ketika sensor mendeteksi bahwa tanah mulai kering (di bawah 40%), data tersebut diproses oleh Arduino yang secara otomatis mengaktifkan pompa air mini.

Pompa ini akan menyiram tanaman hingga kelembapan tanah mencapai batas optimal (sekitar 60%), setelah itu sistem akan berhenti secara otomatis. Semua data terhubung ke aplikasi ponsel melalui modul Wi-Fi, memungkinkan siswa untuk memantau kondisi tanah secara real-time dan mengatur penyiraman dari jarak jauh.
Baca juga :
Unesa Dorong Inovasi Pembelajaran Sains di Malaysia dengan Pendekatan STEAM-ESD
“Dengan media ini, siswa tidak hanya belajar teori tentang siklus air atau ekosistem, tetapi juga melihat langsung bagaimana teknologi dapat menjaga keberlanjutan lingkungan. Inilah inti dari STEM, yaitu menghubungkan sains dengan masalah nyata yang dihadapi masyarakat,” ungkap peneliti utama, Fatimatuz Zahro.
Zahro menambahkan, hasil uji coba menunjukkan bahwa prototipe ini mampu menjaga kelembapan tanah dalam kisaran optimal 40–60 persen dan mengurangi pemborosan air hingga 30 persen. Selain memberikan dampak positif pada kesehatan tanaman, inovasi ini juga melatih keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, pemecahan masalah, kolaborasi, dan literasi digital.
Baca juga :
Unesa Kampanyekan Desa Bebas Kekerasan Melalui PKM di Desa Widodaren
Meskipun penggunaan IoT di tingkat SMP dianggap oleh sebagian pihak terlalu tinggi, para peneliti berpendapat bahwa justru di sinilah letak nilai terobosannya.
“Membiasakan peserta didik bersentuhan dengan teknologi canggih sejak dini adalah strategi penting agar mereka siap menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta solusi,” tambah terang Zahro.
Baca juga :
Pakar pendidikan menilai bahwa integrasi STEM sangat krusial untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era Industri 4.0. “Siswa tidak cukup hanya cerdas secara akademis; mereka juga harus mampu menguasai teknologi, berpikir lintas disiplin, dan peduli terhadap lingkungan,” jelas dosen pembimbing riset, Eko Hariyono, dan Binar Kurnia Praharani.
Ke depan, teknologi ini tidak akan berhenti pada tahap riset. Sistem IoT ini direncanakan untuk diterapkan di sekolah-sekolah mitra sebagai media praktikum berbasis proyek. “Dengan demikian, siswa dapat belajar sains secara lebih nyata, aplikatif, dan relevan dengan tantangan zaman,” tandasnya.(ton)