mediamerahputih.id | SURABAYA – Devy Indriyani, pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Kota Jakarta Selatan, (Pemkot Jaksel) menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait dugaan investasi fiktif dengan total omset mencapai Rp273 miliar. Fakta baru mencuat dalam sidang pemeriksaan saksi dari Bank BCA yang digelar pada Rabu (22/10/2025).
Dalam kesaksiannya, perwakilan BCA mengungkap bahwa terdakwa memiliki dua rekening aktif. Namun, saldo terakhir kedua rekening tersebut hanya tersisa sekitar Rp1 juta dan Rp998 ribu. Keterangan ini menambah daftar panjang temuan dalam kasus yang menyeret pejabat kelurahan tersebut.
Baca juga :
Komplotan Penipuan Modus Proyek Beton Fiktif Tilap Rp27 Miliar
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dalam dakwaannya menjelaskan, perkara ini bermula pada April 2019 ketika korban, Galih Kusumawati, mengenal Devy melalui seorang teman bernama Andre. Saat itu, Devy menjabat sebagai Kasubbag Keuangan di Kantor Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Pertemuan pertama terjadi di rumah Galih di kawasan Surabaya Barat. Dalam pertemuan tersebut, Devy menawarkan kerja sama investasi untuk proyek penunjukan langsung di sejumlah kelurahan, dengan janji keuntungan 4–7 persen dari dana yang diinvestasikan serta pengembalian modal dalam waktu 1–2 bulan setelah proyek cair.
Baca juga :
Sidang Kasus Pupuk Bersubsidi Bangkalan Polisi Jadi Terdakwa
“Saksi Galih akan diberikan keuntungan atau kelebihan dari uang yang ditransfer kepada terdakwa apabila dana terhadap pengadaan proyek-proyek telah dicairkan,” kata JPU Damang dalam persidangan.

Devy disebut menawarkan proyek pengadaan katering dan konsumsi untuk rapat kelurahan di 10 kecamatan dan 33 kelurahan wilayah Jakarta Selatan. Sejak 13 Agustus 2019 hingga 29 Februari 2024, Galih mentransfer total dana sebesar Rp273,4 miliar kepada Devy.
Baca juga :
Kejari Tanjung Perak Bongkar Pola Serangan Corruption Fight Back Hoaks Rp500 Juta di Kasus Narkoba
Namun, pada Mei 2024, Galih mulai mencurigai adanya kejanggalan karena tidak lagi menerima keuntungan maupun pengembalian modal setelah berhenti menyetor dana tambahan.
“Ketika uang saya habis, saya tidak lagi transfer. Barulah terlihat kalau pekerjaan ini semuanya fiktif,” ungkap Galih di hadapan majelis hakim. Ia mengaku merugi hingga Rp7,7 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Budiyana, membantah bahwa Devy adalah pihak yang menawarkan proyek tersebut. Menurutnya, justru korban yang lebih dulu mengajukan kerja sama.
“Dia (Galih) yang menanyakan apakah klien kami memiliki proyek, karena dia punya dana yang ingin diputar,” ujar Budiyana.
Baca juga :
Surabaya Atur Ketat Izin Tenda Hajatan, Wali Kota: Jalan Itu Milik Publik!
Budiyana juga menegaskan bahwa seluruh dana pokok telah dikembalikan, dan yang tersisa hanyalah perselisihan mengenai pembagian keuntungan. Ia menambahkan, Devy hingga kini masih berstatus sebagai PNS aktif dan bertugas di Kelurahan Cipedak, Jakarta Selatan.(tio)