mediamerahputih.id I SURABAYA – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengkritik keras terbitnya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Ia menegaskan peraturan yang mengatur penempatan jabatan sipil anggota Polri aktif di 17 kementerian/lembaga (K/L) itu bertentangan dengan konstitusi dan hukum.
“Saya yang pertama bicara Perpol Nomor 10 Tahun 2025 itu pembangkangan terhadap konstitusi dan hukum. Itu saya sampaikan sebelum ramai dibicarakan,” tegas Mahfud MD, Jumat (13/12).
Menurutnya, Perpol tersebut melanggar UUD 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Baca juga :
Mahfud menegaskan bahwa jika Polri ingin memperluas kewenangan strategis, jalur yang tepat adalah melalui pembentukan undang-undang. Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto bahkan dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) jika diperlukan. “Namun, tidak bisa lompat langsung ke peraturan pemerintah,” tuturnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Hananto Widodo, menyoroti masalah fundamental dalam Perpol tersebut. Menurutnya, problem utama terletak pada frasa “tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang dihilangkan dalam putusan MK.
Baca juga :
“MK menghapus frasa ini karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Tanpa frasa itu, berarti secara implisit jika ada penugasan dari Kapolri, anggota Polri boleh menjabat di luar fungsi kepolisian,” jelas Hananto.

Ia mempertanyakan mengapa konsideran (pertimbangan) Perpol tidak mencantumkan putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025. “Hal ini menimbulkan kesan bahwa Kapolri sengaja mengabaikan putusan MK,” ujarnya.
Baca juga :
Hananto menjelaskan bahwa Perpol ini lahir untuk menafsirkan frasa “jabatan di luar kepolisian” dalam Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian, yang penjelasannya dinilai sangat kabur, yaitu “jabatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepolisian”. Kapolri berusaha memperjelas posisi apa saja yang boleh dijabat melalui peraturan ini.
Namun, Hananto mempertanyakan kewenangan Kapolri menafsirkan hal tersebut dan daya ikat Perpol terhadap kementerian/lembaga non-kepolisian. Menurutnya, penafsiran terhadap norma sensitif semacam ini seharusnya dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau bahkan perubahan undang-undang, bukan sekadar peraturan kapolri.
Baca juga :
Ray Rangkuti Soroti Pelemahan Kewenangan Penyidikan Korupsi Kejaksaan
“Pengaturan jabatan untuk TNI di luar tugas pokoknya diatur secara rigid dalam UU TNI. Seharusnya Polri menempuh jalan yang sama melalui revisi UU Kepolisian untuk meminimalisir resistensi publik,” tandas Hananto.
Putusan MK dan Penerbitan Perpol
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menegaskan bahwa anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Putusan itu menghapus penjelasan Pasal 28 Ayat (3) UU Polri yang menjadi celah hukum, khususnya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”, karena dinilai rancu dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Baca juga :
Pada 9 Desember 2025, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menandatangani Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Peraturan tersebut kemudian diundangkan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra, pada 10 Desember 2025. Perpol itu mengatur penugasan anggota Polri di 17 kementerian dan lembaga.(ton)





