mediamerahputih.id – Asas tujuan pemberian hibah kelompok masyarakat (pokmas) yakni bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Daerah sesuai urgensi guna kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan dalam pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Namun celaka bila asas hibah tersebut mandul dari pengawasan serta perencanaan hingga pelaksanaannya yang diberikan secara langsung bukan kontraktual sehingga rawan diperjualbelikan. Tersebih, besarnya anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya.
Hal inilah yang mendorong Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN-RI) Said Sutomo buka suara. Ia menilai analogi menset dalam pelaksaanaan hibah berdalih pokmas rawan penyimpangan yang diduga banyak diperjual-belikan bahkan hanya sekedar formalitas teken belaka dengan membentuk pokmas. Celakanya lagi tanpa disertai badan hukum yang dapat merugikan keuangan negara.
Setidaknya Said menyebut, ada tiga hal untuk menilai baik/buruknya suatu pekerjaan apa pun namanya, baik pekerjaan untuk kepentingan privat apalagi untuk kepentingan publik.
Pertama, harus berdasarkan niat yang baik, dalam agama kerap dikenal dengan istilah nawaitu-nya yaitu niat yang baik. “Niat baik saja tidak cukup. Karena niat baik itu wajib diwujudkan dengan cara yang baik juga, artinya wajib sesuai dengan yang kedua,” ucap Said.
Lalu, kedua, lanjut ia, dilakukan dengan baik yaitu sesuai dengan prosedur ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Niat baik dan mentaati prosedur dengan baik saja juga belum cukup. Karena niat baik yang dijalankan prosedur yang baik, artinya taat pada aturan yang berlaku harus dapat diukur oleh yang ketiga,” imbuh ia.
Ketiga, menurutnya, adalah adanya hasil pekerjaan yang baik. Artinya hasil pekerjaan yang didasari dengan niat baik dan dilakukan dengan cara yang baik. Wajib menghasilkan wujud pekerjaan yang baik pula yaitu punya azas manfaat bagi masyarakat.
Dengan demikian suatu pekerjaan wajib memenuhi tiga unsur untuk dapat dikatakan baik adalah adanya nait baik, dilaksanakan dengan cara atau prosedur yang baik, dan wajib hasilnya bernilai baik pula, yakni bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak.
“Jika tidak dilakukan dengan cara dan niat yang baik maka suatu pekerjaan itu akan beroutput buruk dan endingnya pasti bermasalah!” ucap Said.
Mandul dan Lemahnya pengawasan dalam penindakan
Said turut menyoroti besarnya dana hibah di Jawa Timur ini juga menarik perhatian semua golongan untuk mendapatkan akses dana hibah tersebut. namun endingnya karena banyaknya permintaan dana hibah ke Jawa Timur, kemudian dana hibah itu diperjualbelikan seperti yang terjadi saat ini.
“Apalagi banyak dadakan pokmas jadi-jadian yang hanya sekedar dalam pelengkap formalitas saja. Yang kemudian diperjual-belikan ke rekanan di luar seharusnya. Ini bisa jadi masalah dan masuk dalam suatu perbuatan kejahatan apalagi penunjukan atau pembentukan pokmas tanpa didasari badan hukum,” tegas Said.
Terakhir, ia juga menyentil minimnya kontrol atau pengawasan dalam penindakan oleh aparat penegak hukum (APH) terhadap realisasi dana hibah. Bahkan, APH justru menjadi salah satu penerima hibah, seperti kepolisian di tingkat daerah.
“Aparat penegak hukum di Jawa Timur ini terkesan mandul dan lemah dimana pengawasan terhadap dana hibah mereka abai celaka bila mereka jadi ikutan jadi penikmat. Bahkan, ketika ada laporan masyarakat, aparat penegak hukum di Jawa Timur malas menindaklanjuti,” sebut Said.
Tentu untuk meminimalisasi potensi penyimpangan hibah tersebut, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Jawa Timur ini mendorong pengawasan dari sejak perencanaan hingga pelaksanaan wajib melibatkan aparat dan publik.
“Karena ini sangat penting dan urgen sebab dana hibah Jatim terus naik dari tahun ke tahun. Jadi, wajib untuk diawasi baik oleh aparat, publik hingga wartawan,” tandasnya.
Menyinggung Pemprov Jatim, ia mendesak Pemprov Jatim membuktikan komitmen mengedepankan transparansi terkait dana hibah mestinya disampaikan secara terbuka melalui melalui website atau yang lainnya.
“Selama ini Pemprov Jatim tidak transparan terkait dana hibah. Mana itu slogan CETTAR (Cepat Efektif Tanggap Transparan Akuntabel dan Responsif),” sindir Said.
Menurutnya, seharusnya Pemprov Jatim mengumumkan semua data-data bagi penerima hibah se-Jatim. Hal itu guna masyarakat bisa mengawasi dan mengontrol besaran dana tersebut disalurkan secara rinci dengan prinsip CETTAR-nya yang digaungkan Pemprov Jatim selama ini.
“Wajib hukumnya Pemprov Jatim, Pemda lainnya serta Pemkot melakukan evaluasi penyaluran dana hibah ini biar tidak terulang kembali. Saya menilai, ada pembiaran yang tidak kontraktual dan urgensi dalam peruntukan realisasi dana hibah dengan dalil terselubung pokmas,” tandasnya. (ton/dit)