mediamerahputih.id | SURABAYA – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menyita Rp47,28 miliar dan USD 421.046 terkait dugaan korupsi pelabuhan yang melibatkan PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN). Penyitaan dilakukan dalam perkara pengelolaan jasa Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo sejak 2017 hingga 2025.
Pengumuman disampaikan bertepatan dengan Peringatan Hakordia 2025 di Kantor Kejati Jatim. Kepala Kejati Jatim Agus Sahat memimpin langsung pemaparan hasil penyidikan Selasa, (9/12/2025).
Kajati menyebut total penyitaan mencapai Rp47.286.120.399 dan 421.046 dolar Amerika. Seluruh aset diamankan untuk kepentingan penyidikan sambil menunggu perhitungan kerugian negara BPKP. Penyidik memblokir dan menyita 13 rekening perbankan PT DABN pada lima bank nasional. Uang pada rekening mencapai Rp33,968 miliar serta USD 8.046 dari pengelolaan keuangan perusahaan.
Baca juga :
Kejari Tanjung Perak Sita Rp70 Miliar dari Kasus Korupsi Proyek Pelindo III
Kejati turut menyita enam deposito milik PT DABN di BRI dan Bank Jatim. Nilainya Rp13,3 miliar dan USD 413.000 sehingga total setara Rp47,268 miliar dan USD 421.046.

Selain uang, Kejati mengamankan aset pengelolaan PT DABN melalui rapat koordinasi. Pertemuan melibatkan Pemprov Jatim, KSOP Probolinggo, PT PJU, serta PT DABN pada 22 September 2025.
Dalam penyidikan, penyidik telah memeriksa 25 saksi dari unsur pemerintah dan swasta. Dua ahli hukum pidana dan keuangan negara juga memberikan keterangan kepada penyidik.
Baca juga :
Kejaksaan Tahan 6 Tersangka Korupsi Proyek Dredging Kolam Pelindo III
Kajati menegaskan beberapa saksi merupakan pejabat Pemprov Jatim yang membidangi BUMD. Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri alur kewenangan dalam pengelolaan Pelabuhan Probolinggo. Sepanjang 2025, Kejati Jatim menangani 154 penyidikan dengan penyelamatan negara Rp288 miliar. Nilai tersebut termasuk aset dolar Amerika yang turut diamankan dari perkara berjalan.
Kasus berawal dari upaya Pemprov Jatim mengambil alih pengelolaan Pelabuhan Probolinggo. Karena tidak memiliki BUP, pengelolaan dialihkan ke PT DABN melalui Dishub Jatim. PT DABN adalah anak perusahaan PT JES yang kemudian diakuisisi PT PJU pada 2016. Namun PT DABN bukan BUMD sehingga tidak memenuhi syarat memegang konsesi pelabuhan.
Baca juga :
Kejari Tanjung Perak Tersangkakan Komisaris PT DJA Terkait Dugaan Korupsi Kredit Fiktif Rp7,9 Miliar
Melalui surat gubernur pada 2015, PT DABN diusulkan sebagai pemegang izin BUP. Padahal secara hukum perusahaan tersebut belum memenuhi syarat sebagai badan usaha pelabuhan. Permasalahan bertambah ketika modal daerah Rp253,64 miliar disalurkan melalui PT PJU. Dana kemudian diteruskan ke PT DABN meski larangan tercantum dalam Pasal 333 ayat 2.
Ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 melarang pemda memberi modal kepada non-BUMD. Kajati menegaskan penunjukan PT DABN sebagai pengelola pelabuhan tidak sah secara hukum. Kejati saat ini menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP secara resmi. Hasil tersebut akan menjadi dasar penetapan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pelabuhan.
Baca juga :
Korupsi Pertamax Diduga Oplos Negara Rugi Rp193,7 Triliun per Tahun
“Kami memastikan penanganan perkara dilakukan profesional dan transparan demi penyelamatan negara. Kami juga berkomitmen menuntaskan penyidikan untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan pelabuhan,” pungkasnya.(tio)





