mediamerahputih.id I JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua Simandjuntak sebagai tersangka kasus suap pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) di Pemprov Jatim. Sahat terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (14/12) menjelang tengah malam.
Sahat Tua ditetapkan jadi tersangka bersama 3 orang lainnya. Rusdi (RS), staf ahli dari Sahat Tua, Abdul Hamid (AH), Kepala Desa Jelgung di Kecamatan Robatal Sampang, Koordinator Kelompok Masyarakat, dan Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng, Koordinator Lapangan Kelompok Masyarakat.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penetapan tersangka Sahat Tua berdasarkan bukti-bukti yang cukup. Sahat Tua juga ditahan setelah jadi tersangka.
“Berdasarkan keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 4 orang sebagai tersangka yaitu (STPS) Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Periode 2019-2024,” terang Johanis dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dinihari.
Johanis menambahkan perkara ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Rabu (14/12/2022) malam. Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka.
“KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak empat orang sebagai tersangka,” imbuh Johanis,
Ia mengungkapkan kasus ini bermula saat Sahat menawarkan bantuan kepada Ilham dan Abdul Hamid untuk memperlancar pengusulan dana hibah.kemudian, Abdul Hamid sepakat menerima tawaran dari Sahat.
Dengan komitmen fee atau uang muka ( ijon) mendapatkan bagian 20 % dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedang Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 %. Besaran nilai dana hibah yang diterima Pokmas yang penyalurannya difasilitasi oleh Sahat Tua dan juga dikoordinir Abdul Hamid selaku koordinator Pokmas.
“Ditahun 2021 telah disalurkan sebesar Rp40 Miliar. Kemudian tahun 2022 tersalurkan sebesar Rp40 Miliar. Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali dipeoleh Pokmas, Abdul Hamid ini kemudian menghubungi Sahat Tua dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 Miliar,” ucap Johanis.
Mengenai realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp1 Miliar dalam pecahan mata uang rupiah disalah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Ilham Wahyudi untuk dibawa ke Surabaya.
Selanjutnya Ilham Wahyudi menyerahkan uang Rp1 Miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat Tua di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat Tua memerintahkan Rusdi segera menukarkan uang Rp1 Miliar tersebut disalah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.
KPK menyegel ruang kerja Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simandjuntak usai dilakukan penggeledaan tim penyidik KPK I dok
Setelah menukarkan mata uang tersebut, Rusdi kemudian menyerahkan uang itu di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp1 Miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).
Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, ini Tersangka Sahat Tua telah menerima uang sekitar Rp5 Miliar.Diketahui Pemerintah Provinsi Jawa Timur sendiri menggelontorkan anggaran dana hibah tahun 2020 dan 2021 sebesar Rp 7,8 triliun. Dana tersebut disalurkan ke badan, lembaga, dan ormas.
Dari OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk pecahan rupiah dan dollar Singapura. Dalam perkara ini, Sahat dan Rusdi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sebagai pemberi suap.
keduanya dijerat melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Johanis menyebutkan bahwa modus korupsi ijon dana hibah di daerah telah mencederai semangat pembangunan desa yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam memajukan dan mensejahterakan perekonomian masyarakat.
KPK terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dan desa melalui Monitoring for Prevention (MCP), Jaga.id, dan program Desa Antikorupsi dalam pengelolaan APBD, DAU, DAK, maupun dana desa.
“Hal ini kami lakukan agar dilakukan secara transparan, akuntable, dan partisipatif sehingga setiap rupiah uang negara harus dipastikan bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.(net/ton)