Merah Putih | JAKARTA- Setelah periksa empat direktur, kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jum’at (14/1) kembali melakukan pemeriksaan terhadap empat orang saksi terkait kasus korupsi dalam seleksi jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo 2021 dan penerimaan gratifikasi.
“Tim penyidik Jum’at (14/1) kembali empat orang saksi dari pihak swasta,” terang Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan, Jumat (14/1/2022).
Ali mengungkapkan pemeriksa terhadap para saksi tersebut terkait tindak pidana korupsi terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo tahun 2021 dan TPK menerima gratifikasi.
Penyidik KPK, lanjut Ali, masih terus mengembangkan peranan Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari serta suaminya yang merupakan anggota DPR Hasan Aminuddin dengan memanggil dan periksa para saksi dimintai keterangannya.
Adapun keempat saksi yang diperiksa tersebut yakni Ir Sidi Pranyoto selaku Dirut Nuansa Cipta Indowarna Mandiri, Sintan Alfadian Wijaksono, SE sebagai wiraswasta, Sri Naryati Sapta Pradyani, ibu rumah tangga dan Yulinawati sebagai wiraswasta.
“Pemeriksaan para saksi itu dilakukan di Kantor KPK, Gedung Merah Putih, Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan,” ujarnya.
Perkara ini bermula dari pelaksanaan pemilihan Kepala Desa serentak tahap II di wilayah Kabupaten Probolinggo yang awalnya diagendakan pada 27 Desember 2021 dilakukan pengunduran jadwal pemilihan. Sehingga terhitung sejak 9 September 2021 terdapat 252 Kepala Desa dari 24 Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat.
Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut maka akan diisi oleh penjabat Kepala Desa yang berasal dari ASN di Pemkab Probolinggo yang pengusulannya melalui Camat. Dalam prosesnya terdapat persyaratan khusus dimana usulan nama para pejabat Kepala Desa harus mendapat persetujuan dari Hasan Aminuddin sebagai representasi Bupati Puput Tantriana dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama.
“Para calon pejabat Kepala Desa juga diwajibkan menyetorkan sejumlah uang dengan tarif sebesar Rp20 juta untuk menjadi Kepala Desa, ditambah upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5juta/hektar,” ungkap Ali.
Dalam perkara ini KPK juga menetapkan tersangka 18 orang. Namun ke-18 terdakwa tahanan, tersebut kini telah dititipkan di dua rutan yang berbeda, Sumarto, Maliha, Sugito, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Ko’im, Abdul Wafi, Masruhen, M Bambang, Ahmad Saifulloh, Nurul Hadi, Jaelani dan Uhar ditahan di Rutan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Surabaya.
Sementara, Samsudin, Hasan, Nurul Huda dan Sahir ditahan di Rutan Medaeng.
Awalnya, KPK menetapkan Puput dan Hasan sebagai tersangka kasus suap terkait seleksi jabatan. Dalam pengembangan kasus itu, KPK kembali menetapkan keduanya sebagai tersangka gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Puput dan Hasan dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keduanya juga disangkakan Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.(ton/red)